28 | Nude, Dude!
HAWA DINGIN berlalu lalang tiga kali selama Pak Badri membelah hutan.
Belum lama ia mengikuti Wafir dan Ray, mereka tak terlihat lagi di belantara rimba. Baru beberapa kilometer Pak Badri keluar dari pelindung Surga, pepohonan liar mulai menjulang. Tidak sekosong ketika berada di bibir pantai. Bau hutan di kala malam semerbak, merambat di antara sela-sela kulit. Jika Pak Badri bergerak terlalu jauh ke dalam, ia akan menemui jajaran rimba yang gelap. Namun, ia tak akan menemui Khamar sebab Wafir dan Ray menemui hal lain di sana. Mereka malah bertemu dengan Sodom.
Pak Badri menggertakkan gigi dan meringis kesal berkali-kali. Ia berlari mengikuti Wafir dan Ray tanpa mengetahui alasan bodoh di balik kubah berlian yang melingkupi Distrik Timur. Ia sangat paham jika Wafir mengeluarkan kekuatan, Penjaga Neraka tentu dapat mengetahui letak mereka. Bahkan, keluarnya mereka ke hutan, memantik amarah Pak Badri lebih dalam lagi. Masalahnya, ia tak tahu bahwa Wafir dan kawan-kawannya melihat Khamar memata-matai mereka dari luar pelindung Surga.
Lima menit sebelum kekalahan Sodom.
Ketika Pak Badri masih terus menderapkan langkah yang mampu memecah tanah, ia sontak berhenti. Ia mendapati sosok yang tidak pernah disangka. Itu Khamar.
Dia sedang duduk bersila di antara semak belukar. Dengan raut mabuk yang meremehkan, ia seakan mengejek Pak Badri. Ia begitu senang telah menipu Wafir dan Ray. Setidaknya, tujuannya sudah tercapai dengan memancing keduanya kepada Sodom dan Penjaga Neraka kelas atas lainnya. Kini tugas yang sebenarnya, ia harus membunuh Pak Badri.
"Bagaimana kau ada di sini!?" Pak Badri langsung memasang kuda-kuda.
"Ya, kau sepertinya belum tahu—" Khamar cegukan. "Wafir dan pacar lelaki besarnya keluar ke hutan untuk mengejarku."
"Aku tidak bodoh! Jangan buang waktuku!"
"Oh, kau pasti bertanya-tanya bagaimana aku bisa di luar pelindung Surga, kan? Ah, bagaimana yaaa? Sepertinya aku lupa."
"KUBUNUH KAU!"
Pak Badri melesat dengan menderapkan langkah terkuat berbahan bahan bakar amarah. Namun, kakinya tiba-tiba berhenti ketika menyaksikan seorang wanita di atas pohon. Di ketinggian jauh dua meter di atas batang yang disandari Khamar, bagaimana bisa ada sosok wanita bertengger di sana? Masalahnya ....
Dia telanjang!
Wanita itu tertawa cekikikan. "Mengapa berhenti, wahai Imam Badri yang tangguh"
G*blok! Apa-apaan wanita itu! Kaki Pak Badri gemetar hebat dan keringat membasahi tiap inci kulit. Dia tak kuasa melihat seorang wanita seksi telanjang bulat di depan mata. Kemaluannya menegang dan ia tak mampu berkonsentrasi untuk terus bertarung. Bahkan, Pak Badri sudah mendeklarasikan kekalahan. Jika ia tetap memaksa berhadapan dengan wanita itu, tentu akan ada dua hasil: pertama, dia akan kalah; kedua, dia akan tenggelam dalam perzinahan.
"Mengapa diam saja, Sayang? Nggak kuat, ya? Kalau pengen nikmatin aku, nggak apa-apa. Cepet ke sini! Jangan ditahan-tahan, nanti sakit sendiri." Wanita itu mendekati Pak Badri dengan langkah anggun bak model, begitu lembut dan membuai mata.
"Biadab! Wanita macam apa kau menggoda seorang Imam dengan tubuh telanjang!?"
"Aku?" tanya wanita itu. "Ah! Aku lupa belum memperkenalkan diri. Jika kau tahu siapa aku, tentu kau tidak akan semarah ini. Baik, Imam Badri. Perkenalkan, aku Zina Penjaga Neraka gerbang kekejian nomor 2." Dia pun melakukan salam Penjaga Neraka dengan menutup mata kanan dengan tangan kanan dan tampaklah tato angka 2 dengan jelas terukir di punggung tangan.
Pada detik itu, mata Pak Badri yang membelalak, sontak berubah hampa. Dia tak menyangka akan berhadapan dengan Penjaga Neraka tingkat atas, seorang diri, apalagi ia kini tenggelam di dalam kelemahan yang tak terbendung. Hingga ia tersadar, kematiannya sebentar lagi tiba.
Malaikat maut yang sangat cantik. Zina wanita seksi dengan dada dan pantat montok. Rambutnya panjang bergelombang dengan aksen pirang. Suaranya mendayu-dayu seperti sanggup meluncur dengan mudah dari telinga lelaki hingga terjun ke hati yang paling dalam. Bibirnya merah dan tiap jengkal tubuhnya yang putih mulus bagaikan pualam begitu menggoda layaknya artis kawakan Marilyn Monroe. Bahkan, caranya berdiri dan berjalan, begitu menawan dengan pose yang meliuk sehingga keseksian tiap jengkal tubuhnya tercetak sempurna.
"Tidak perlu melawan, Imam Badri!" goda Zina, masih terus berjalan. "Kita tidak perlu memulai terburu-buru. Kita mulai saja dengan ciuman yang panas. Lagipula, aku juga penasaran dengan tubuh coklat berototmu. Pasti pria jantan sepertimu punya penis yang panjang dan keras."
Bodoh! Bodoh! Bodoh! Aku tidak bisa menolaknya! Zina begitu cantik! Aku ingin menikmatinya! Pupil Pak Badri melebar dan saliva di mulutnya semakin deras keluar. Ia seperti sedang terhipnotis seperti anjing kelaparan.
"Tetap tenang, ya. Aku tidak akan membunuhmu kalau kamu mau bermain bersamaku." Zina semakin dekat sampai-sampai tangannya sudah siap membelai jakun Pak Badri yang mengilap dilumuri keringat.
Oh, Tidak, Tuhanku! Aku sudah gagal menjadi Imam! Pak Badri memejamkan mata. Tak kuasa membayangkan dirinya harus mengkhianati Sang Pencipta, Surga, bahkan istrinya. Pak Badri tak pernah menyangka akan dihadapkan ke dalam jebakan sesulit ini. Tentu, ia akan gagal. Namun—!
Gundukan berlian memisahkan Zina dari menyentuh Pak Badri. Dinding transparan itu muncul dari dalam rimba gelap. Mengiringinya, teriakan pemuda yang tergopoh dirubungi kekhawatiran.
"SINGKIRKAN TANGAN HINAMU ITU!"
Wafir datang tepat waktu. Ia memagari Zina dengan amarah yang menguar dari dalam diri. Bahkan, raut muka sangat serius dan tidak ada gemetar.
Sementara itu, Ray hampir sama dengan Pak Badri. Ketika menyaksikan wanita seksi telanjang di depan. Pupilnya melebar dan getaran sontak merambat ke sekujur tubuh. Ia tak mampu bergerak dan bersuara. Terlalu tegang untuk berpikir di kala tersebut.
Namun, Wafir berbeda. Ia bergerak perlahan dengan kuda-kuda masih terpasang. Perlahan, tetapi pasti. Ia menempatkan dirinya berada di antara Pak Badri dan Zina. Biar Ray dan Pak Badri mengungsi di belakang saling menenangkan. Wafir tidak perlu ditenangkan sama sekali. Ia mampu mengendalikan diri.
Pak Badri kagum, marah, sekaligus tak terima ketika menyaksikan Wafir bisa tak berpengaruh melihat kecantikan Zina dalam tubuh tak berbusana. Hingga ia pun mulai sadar alasan Pak Ibrahim mengatakan Wafir adalah orang Distrik Utara, bukan tanpa suatu kebetulan. Ia menyaksikan bukti nyata di depan matanya. Iman Wafir sangat teguh, bahkan ia tidak bisa ditembus oleh sembarang wanita.
"Wah, siapa pemuda tampan yang datang dengan marah-marah ini? Kalau dilihat dari kekuatannya yang bisa memunculkan kristal, kamu pasti Penjaga Neraka yang sedang dicari-cari itu? Wafir?" Zina memandang Wafir lekat-lekat, berharap ia bisa menggodanya.
Wafir mengangguk dan masih memasang raut serius. "Kembalilah! Apa tujuanmu kemari? Temanmu sang nomor 3 dan nomor 1 sudah angkat kaki dari sini!"
"Ah, Sodom dan Killer sudah pulang, ya?" Zina berbisik seorang diri. "Tapi, tenang saja. Aku tidak akan lama bermain denganmu! Aku akan menuntaskanmu dalam waktu cepat—!"
Wafir tiba-tiba meluncurkan serangan dengan menciptakan ombak berlian dari tanah setinggi dua meter. Ia membelah dua tubuh Zina seperti memotong vertikal.
Semua orang terkejut, Wafir langsung mengambil serangan tanpa ragu. Namun, mereka lebih terkejut setelah melihat Zina berteriak histeris dalam tubuh yang terbelah dua.
"APA-APAAN KAU INI!? Kau seharusnya menungguku selesai berbicara!"
"Seharusnya aku yang bertanya. Apa kutukanmu sehingga kau masih bisa berbicara setelah kubelah dua?"
Secara ajaib, dua bagian tubuh Zina yang terbelah, bersatu kembali seperti jaringan dan sel yang bergandengan. "Seperti yang kau lihat, kekuatan para Penjaga Neraka gerbang kekejian ada pada manipulasi tubuh. Biasanya, aku enggan untuk berbagi kekuatan. Tapi, karena kamu adalah tipeku: pemuda tampan yang masih lugu. Aku akan mengatakannya. Kutukanku adalah hormon. Secara tidak langsung, aku tidak bisa menua dan mati sebab aku bisa mengendalikan tiap sel di dalam diriku."
Wafir mendecih. Mana ada kekuatan seperti itu! Pantas saja dia tidak segesit sodom, tetapi mampu menempati peringkat 2! Dia tak terkalahkan! "Aku tidak akan percaya dengan ucapanmu—"
Belum selesai berbicara, Zina langsung melesat ke arah Wafir. Gerakannya sangat lincah dan lentur, lebih gesit daripada Diyah. Angin malam yang melewati pori-pori tubuh telanjang tidak sampai menggigilkan tubuhnya. Dia berfokus kepada Wafir dengan salto berkali-kali. Wafir sampai gagal mengenainya dengan berlian tajam yang muncul dari tanah. Zina terus mendekat, lalu melakukan tujuannya selama ini.
Zina melesat di antara kedua kaki Wafir. Ia menjulurkan lidah dan seakan-akan ingin menjilati kemaluan Wafir.
Beruntung, Wafir sempat mengelak meski terlambat. Ia gemetar sedikit dan tubuhnya menguar amarah. "APA-APAAN KAU INI!?"
Zina tertawa di belakang. Ia kembali bangkit seraya menjilati bibirnya. "Ah, enak sekali aroma dari pemuda polos sepertimu. Sayang, kamu sudah tidak perjaka, ya."
Wafir mengangguk. "Memangnya apa yang kau pikirkan tentangku? Ataukah aku belum bilang kalau aku sudah menikah?"
Zina pun membelalakkan mata. Ia tak percaya pemuda sepolos Wafir sudah memiliki istri. "A-apa!? Tidak mungkin! Bagaimana bisa aku tidak bisa mencicipi keperjakaan Imam muda sepertimu!" Dia menggeliat histeris layaknya orang kesetanan.
Wafir tak mau membuang-buang waktu. Dia langsung melemparkan piringan berlian tajam selebar ban mobil ke arah Zina. Piringan itu mengenai kepalanya dan membelahnya separuh.
Zina berteriak kesakitan. Ternyata, rasa sakit masih bisa dirasakan meskipun tubuhnya mampu menyatu kembali. "Aku benar-benar dendam kepadamu! A-aku akan menghancurkan orang-orang yang kau sayang!" Zina bangkit seraya memasang separuh kepala yang terlepas. "Ternyata benar Sodom dan Killer. Aku semestinya kembali lebih cepat daripada semakin emosi menghadapimu!"
Zina segera melesat ke dalam hutan dengan salto ke belakang berkali-kali. Wafir mencoba untuk melemparinya dengan jarum berlian, tetapi tidak ada satu pun yang mengenainya. Zina lebih lihai daripada Diyah. Namun—!
Pak Badri tiba-tiba berteriak dari belakang. "Wafir, fokus kepada Khamar! Tangkap dia!"
Khamar yang sedari tadi duduk bersila seraya menyandarkan kepala di batang pohon, sontak terkejut. Ia pun bangkit dan siap melarikan diri ke dalam hutan, tetapi Wafir langsung memunculkan beberapa berlian untuk menghalangi jalur ke dalam hutan. Lagipula kecepatan Khamar tidak begitu hebat apabila dibandingkan dengan Zina.
"Wafir, ambil ini!" Pak Badri tiba-tiba melemparkan bazoka yang entah datang darimana.
Wafir pun membelah perhatian dengan menghalangi Khamar yang mencoba kabur lewat atas pohon dan menangkap senjata dari Pak Badri. Hingga di waktu yang tepat.
Wafir langsung mengurung Khamar di dalam penjara berlian bulat di atas angkasa yang ditopang pepohonan. Dan ketika dinding sempurna menutup, Wafir melepaskan hempasan tembakan yang ia keker hanya secepat kedipan mata. Bazoka di tangannya langsung bergetar dan memancarkan energi panas. Wafir sempat takut ketika bazoka tersebut meledak dan mampu menuliskan telinga. Namun, luncuran bazoka lebih cepat dan dengan secepat kilat, Wafir menutup sempurna penjara berlian, tepat ketika peluru bazoka meledak.
Dhoom!
Tanah bergetar hebat. Di dalam penjara berlian, bumbungan asap kelabu menyelimuti. Muncrat cairan merah memoles beberapa sudut bagai semburat darah. Hingga Wafir membongkar penjara itu, tergeletak lah jasad Khamar yang hancur bagaikan bubur.
Semua orang akhirnya bisa bernapas lega meskipun adrenalin masih membuncah di sekujur tubuh. Ray bersama Pak Badri saling menopang, juga malu kepada diri mereka sebab tak kuasa melawan wanita telanjang.
Ketika Wafir berbalik, ia terkejut ternyata tidak hanya Pak Badri dan Ray yang hadir di belakang, tetapi seluruh Imam dan teman-temannya ada di sana. Pantas Pak Badri bisa mendapatkan bazoka yang tidak ia bawa selama ini. Mereka terpana sebab Wafir mampu mengusir tiga Penjaga Neraka peringkat atas, termasuk membunuh Khamar dengan mudah.
Masalahnya, mereka masih tidak percaya dengan jasad Khamar yang barusan hancur. Sebab, tiba-tiba saja portal terbuka di antara mereka. Mereka menyaksikan sendiri Khamar masih berada di perbatasan Distrik Timur bersama Penjaga Neraka lainnya. Setelah itu, Khrisna muncul dari portal dengan menunggangi serigalanya, Kon. Ia keluar dengan membawa sosok yang sudah dicari berhari-hari.
Akhirnya, Pak Ibrahim muncul.
Namun, ia malah memerintahkan Khrisna untuk menculik para Jundun muda. Ia pun menerkam Wafir, Ray, Hasbie, Rika, dan Diyah untuk masuk ke dalam portal. Setelah itu, tanpa berkata-kata, Pak Ibrahim menghilang ke dalam dengan menyorotkan tatapan mengintimidasi seperti menusukkan dendam. Pertarungan belum usai.
Malam tahun baru di Distrik Timur diisi dengan ketakutan.
—
Timur, 31 Desember 0020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top