27 | Bromance
DI LUAR SURGA begitu mencekam.
Pepohonan perdu yang memagari langit malam tak bermunculan, hanya rimbunan rimba yang liar di sana. Bagai kehilangan tatanan, bahkan tekanan udara berbeda ketika menyebrangi pelindung Surga. Tekanan meningkat hingga sanggup menyesakkan dada, seakan energi negatif yang melayang-layang di angkasa telah melewati batas dan siap menerkam siapa pun di bawahnya.
Tiada suara pun yang bersahutan di belantara ilalang yang meninggi, termasuk jangkrik yang enggan menggesekkan kaki. Hanya gemeresak semak yang saling berseteru ketika kaki Ray menyibak rintangan di antara jalanan setapak. Ia tergesa-gesa dan tak menghiraukan apa pun, kecuali memandang ke depan untuk mencari sosok Khamar yang dikejar.
Wafir bertengger di atas gendongan punggung Ray. Mereka tidak bodoh dengan membiarkan orang berfisik selemah Wafir dibiarkan mengejar Penjaga Neraka dengan berlari. Untuk mengimbangi larian Ray sebagai Jundun saja masih belum mampu, apalagi dengan sosok berkekuatan masif seperti Penjaga Neraka. Di atas punggung, ia pun sibuk menebarkan pandangan ke depan dan belakang, memasang perlindungan apabila sosok teler Khamar terlihat di antara rimba.
Tak terasa, sudah sepuluh menit mereka menembus kegelapan hutan. Langit semakin gelap dan sinar jingga mentari senja telah lenyap. Sementara itu, bau lumut semakin pekat sebab jarak taman tambang telah terpaut jauh dengan larian Ray yang secepat mobil di jalan raya. Meski sudah mengerahkan tenaga dan laju semaksimal mungkin, mereka masih tak menemukan keberadaan Khamar. Entah itu batang hidung, atau suara gemeresak ia berlari. Apakah mereka sudah terlambat untuk mengejar sebab harus berdebat terlebih dahulu? Namun—!
Sesosok pria raksasa tiba-tiba terjun melesat dari atas pepohonan.
Beruntung Ray menyadarinya dan dalam sepersekian detik, ia mampu untuk menghindar. Jantung mereka berdetak kencang seketika, tak menyadari sama sekali serangan yang akan menimpa. Jika kejutan mendadak itu dari Khamar, rasanya mustahil dengan tingkat Penjaga Neraka serendah itu. Tadi pasti bukan Khamar dan benarlah dugaan Wafir dan Ray.
Ketika debu yang membumbung dari terjunan pria misterius itu menipis, sosoknya mulai terukir jelas. Wafir dan Ray sontak tersentak dan berkeringat deras saat menyaksikan sosok itu. Mereka kenal dengannya serta tidak berharap menemuinya di sini. Wujud pria itu tinggi besar, dibalut kulit putih bersih yang dijuluri tato sulur biru kehitaman dari punggung hingga bokong. Pria itu menyeringai seakan meremehkan.
Dia Sodom.
Dia masih hidup dan siap merebut kembali kekasih-kekasihnya. Bekas luka bakar menempel ngeri di separuh tubuh bagian kanan. Merah dan berdenyut-denyut, bahkan gusi serta bola matanya menonjol tak ditutupi lapisan daging. Seringainya bertambah kejam ketika melangkah semakin dekat dengan Wafir dan Ray. Seakan ingin memamerkan kekuatan, bekas luka di separuh tubuhnya tadi sontak sembuh berganti daging dan kulit yang masih mulus. Sodom menyembuhkan dirinya sendiri dengan kekuatan Penjaga Neraka.
"Aku tidak menyangka bisa menemukan kesayanganku di sini!" Sodom tertawa sombong.
Wafir dan Ray terdiam, tak mampu memunculkan keberanian di hadapan Penjaga Neraka tingkat atas seperti Sodom.
"Kenapa diam saja, apakah kalian takut melawanku? Bagus kalau begitu! Kalian tidak mati dimakan kebodohan kalian dengan melawanku! Kalau begitu, kembalilah kepadaku, maka aku akan mengampuni kalian!" Sodom menyodorkan tangan, seakan mengundang untuk kembali ke dalam naungan.
Namun, Wafir menolak. "Tidak!" Ini seperti kejadian ketika aku harus mengalahkan Pak Badri yang mustahil kukalahkan. "Aku tidak mencintaimu! Aku sudah memiliki orang yang kukasihi. Lagipula siapa yang ketakutan denganmu? Kami hanya diam sebab terganggu dengan bau kotoran yang mengganggu dari dirimu!" Ingat kunci kemenangan! Lakukan apa pun untuk bertahan hidup!
"Apa kau bilang!? Kau akan menyesali semuanya!"
"Tidak akan!"
"Tapi, lihatlah Ray! Dia terpaku gemetaran tak mampu bergerak. Cih, jika berjalan saja tak mampu, bagaimana kalian akan menang?"
Wafir melirik Ray dan benar dia tak mampu berpikir jernih. Ia begitu takut hingga bisa saja ia memilih tawaran Sodom untuk menjadi budaknya. Namun, Wafir menepuk punggung Ray dan menyadarkannya. "Mas Ray, turunkan aku! Kali ini, aku yang akan mengatasinya."
Perkataan Wafir menggetarkan hati Ray. Sontak, kesadaran Ray kembali dan langsung menurunkan Wafir. "Kau yakin?"
Wafir mengangguk. "Jangan percaya kepadaku. Jangan juga percaya pada dirimu. Percaya pada diri kita. Aku membutuhkan kerjasama darimu. Karena itu, mari kita bertarung sekuat tenaga!"
Ray pun teringat dengan pertarungan Wafir dan Diyah. Mereka menaklukkan Pak Badri bersama-sama dan semua seakan lebih mudah. Tak ada yang gemetar meski di dalam hati berdebar-debar. Karena itu, Ray sudah meneguhkan keberanian. Ia mengguratkan senyum percaya diri, lalu memasang kuda-kuda. Tinjunya sudah mengepal kuat dan bersiap menyerang dari belakang Wafir.
Sodom tak langsung percaya dengan apa yang dilihat barusan. Wafir dan Ray berubah percaya diri seakan yakin mampu mengalahkannya. Mereka tidak menggertak, tetapi ada semangat yang terpancar dari mereka. Sesuatu telah terjadi semenjak insiden di Kota Batu. Meski begitu, Sodom tak mau ambil pusing. Ia pun bersiap untuk melayani jawaban Wafir dan Ray. Mereka memilih perlawanan dan itulah yang akan mereka dapatkan.
Wafir dan Ray melawan Penjaga Neraka kekejian gerbang ketiga, Sodom.
Dalam keheningan di sepersekian detik awal, kedua kubu saling memandang, menerka siapa yang akan memantik serangan. Tanpa disangka-sangka, Wafirlah yang memulai serangan. Ia menggunakan kekuatan barunya dengan memunculkan berlian bening yang tajam layaknya ombak. Kilauan bak kaca itu tajam berlomba-lomba ingin menusuk Sosok dalam sekejap mata.
Sodom pun berhasil menghindar meski tergopoh-gopoh. Ia terkejut dengan perubahan wujud kristal yang mampu diciptakan Wafir. Selain itu, mental Wafir sudah berubah, yang tadinya segan untuk melukai, kini haus darah ingin membunuh. Tatapan matanya fokus dan tak dipenuhi kebimbangan. Sodom pun menaruh waspada.
Ray pun langsung menghilang dari posisi awal. Ia langsung melesat dari samping. Berkat serangan berlian tajam yang dimunculkan Wafir dari arah depan, Sodom bisa teralihkan perhatiannya. Karena itu, ia meluncurkan tinju dari samping dan hampir berhasil melukai pipi mulus Sodom. Sayang, kecepatan Penjaga Neraka gerbang ketiga itu lebih cepat sehingga dia berhasil menghindar.
Sodom mengernyit heran seraya bergelantungan di dahan pohon setinggi dua meter. Ia tak menyangka Ray juga mengalami peningkatan daripada sebelumnya. Ia ingat betul Ray tidak akan mampu bergerak secepat dan sekuat sekarang. Bersamaan dengan Wafir yang bertambah kuat, Ray juga mengalami hal yang sama.
Seperti resonansi.
Ray mengalami peningkatan. Sodom mampu merasakan denyut yang begitu dahsyat di antara otot-otot Ray. Bahkan, aura yang menguar dari badannya seakan lebih mengancam layaknya api hijau yang berkobar kencang.
Sodom tak ingin takut sendiri. Ia masih sanggup menyunggingkan senyum lebar. Ia pun langsung terjun dari dahan dan hendak menyerang Ray, orang terlemah di antara keduanya. Ia anggap ini sudah gilirannya menyerang. Karena itu, ia ingin melihat apakah Ray lebih jago menghindar daripada mendaratkan tinju? Namun—
Dinding berlian sontak mencuat dari tanah.
Ray mungkin tidak dapat menghindari tinjuan dari Sodom meskipun telah melihatnya datang, saking cepatnya. Meski begitu, Wafir berhasil melindunginya dari belakang tanpa terlambat sedetik pun. Keduanya mampu bertarung tanpa rasa khawatir sebab mata mereka akan mengawasi satu sama lain. Beginilah kerja sama tim. Wafir sudah melakukannya bersama Diyah. Kini, ia juga akan berhasil mengeksekusinya dengan Ray.
Ray pun tersenyum bangga. Kesempatan ini dimanfaatkan untuk mendaratkan tendangan ke ulu hari Sodom yang tangannya masih terjebak di dinding berlian Wafir. Lalu—!
Ray pun berhasil menendang Sodom sampai terlontar ke semak belukar.
"Mas Ray, mundur!" Wafir langsung memunculkan ratusan berlian tajam layaknya pedang dari dahan-dahan pepohonan. Layaknya rudal yang siap melesat, ia menusukkan semua kepada Sodom yang masih terjerembap di semak belukar.
"Apa sudah berhasil?"
Wafir menggeleng. "Tentu tidak akan semudah ini."
Hingga tiba-tiba lecutan raksasa menyambar dari arah Sodom. Beruntung Ray menyadari pertama kali. "Wafir, awas!"
Ia melesat dalam sekali sentak, berharap mampu mencapai Wafir. Sekejap juga, Wafir langsung menciptakan dinding berlian. Sodom tak bisa mencapai Wafir dan Ray. Mereka terkurung di dalam kubah berlian.
Sodom mengamuk bagai orang gila di luar kubah. Ia mengetuk dan menghantam dinding yang tak mampu ditembus berkali-kali. Wajahnya begitu merah dan matanya membelalak lebar. Ia seakan mampu memecahkan pembatas berlian layaknya banteng matador, tetapi tidak akan bisa. Kekuatan Sodom tidak sebesar itu.
"Keluarlah kalian, B*ngsat!"
"Wafir, kau tidak apa-apa?" Ray berdiri dan menolong Wafir bangkit. Ia mengabaikan Sodom yang mengamuk histeris di luar.
Wafir menggeleng. "Aku tak apa."
"Kau yakin Sodom tidak akan bisa menembus berlian ini?"
"Tidak, Sodom tidak akan mampu. Setidaknya kita masih ada waktu untuk bernapas sejenak."
Ray mengamati Sodom lamat-lamat. "Bagaimana kita mengalahkannya?"
"Menyerangnya dengan berlian tajam, percuma saja. Dia mampu menghindar begitu cepat dengan kekuatan ototnya. Andai saja, kita bisa membakar emosinya agar tidak bisa fokus. Bayangkan, dia sudah dibakar amarah sekarang. Jika dia bertambah gila, tentu itu akan menguntungkan kita."
Lalu, Ray teringat dengan kelemahan Sodom dan dosanya. Sodom menyukai lelaki yang tidak bisa dimiliki, kali ini hatinya jatuh pada Wafir dan Ray bisa memanfaatkannya. "Wafir, aku mohon percayalah kepadaku."
Ray memutar badan Wafir ke arahnya. Menyaksikan Wafir direbut, Sodom membelalak. Ia tak percaya jika Ray juga mengincar Wafir, atau jangan-jangan keduanya punya hubungan khusus.
Hingga Ray perlahan mendekatkan bibirnya ke atas bibir Wafir. Ia akan mencium Wafir meskipun itu hanya untuk pancingan. Sampai jarak semakin mendekat dari sepuluh sentimeter ke satu inci, Sodom meronta-ronta dan mulai berangsur gila kian pesat.
"Apa yang berani kau lakukan kepada Wafir, Ray B*ngsat! Lepaskan dia! LEPASKAN DIA!"
Ray enggan mendengarkan. Ia terus mendekatkan ciuman. Meski Wafir yang tidak menahu apa-apa hendak melawan, tetapi ia tetap diam sebab sadar dengan kegilaan Sodom. Ia bisa memanfaatkannya dengan menusukkan pedang berlian.
Hingga ciuman Ray pun semakin mendekat.
"Maafkan aku, Wafir." Aku mengambil ciumanmu dari bibir istrimu.
"HENTIKAN—!"
Wafir langsung memunculkan pedang berlian, tepat menusuk perut Sodom. Namun, gagal.
Sodom yang menggila tiba-tiba ditarik pria misterius yang ukuran tubuhnya hampir sama dengannya. Wajahnya dingin seakan darah tidak mengalir di bawah kulit. Bahkan, raut muka begitu datar seakan enggan untuk berurusan dengan Wafir. Padahal, Wafir adalah incaran Iblis, tetapi ia menganggap Wafir sebagai sesuatu yang remeh. Pakaian abad pertengahan serba hitam membalut tubuhnya yang diliputi cairan merah yang melayang seperti ... darah.
"Cukup, Sodom." Suara pria itu sangat dingin, berat, dan mengintimidasi.
"Lepaskan aku! Aku tidak terima kekasihku dicium oleh lelaki lain!"
"Kita tidak ada waktu lagi. Lupakan orang itu dan segera pergi. Kita harus kembali ke tujuan awal kita untuk memanggil Neraka."
Sodom terdiam dan langsung menurut meski sedang dibopong layaknya anak kecil. Dari responsnya yang patuh, pria misterius itu seperti bos bagi Sodom. Tidak ada perlawanan baginya.
"Tunggu, siapa kau!" potong Wafir.
"Ah, kau." Pria misterius itu membuang muka, tidak antusias. "Aku tidak ada waktu untuk mengurus Penjaga Neraka rendahan sepertimu. Tuan Iblis pasti sedang mencariku."
Lantas pria misterius itu melakukan salam yang tidak asing. Ia menutup mata kanannya dengan tangan kanan. Menunjukkan tato yang tak asing berupa angka.
Ia pun melanjutkan. "Aku Killer. Penjaga Neraka gerbang kekejian ke-1. Aku penjaga para pendosa yang gemar mengakhiri hidup di dunia ini."
Wafir membelalak dan gemetar di sekujur tubuh. Bahkan, Ray tak mampu bergerak dan sensasi dingin merambat di sekujur tubuh. Kali ini, mereka tidak sanggup berpura-pura kuat lagi.
Killer tertawa remeh ketika menyaksikan Wafir ketakutan. "Tunggu saja, sebentar lagi Neraka akan muncul dari bawah Surga. Kau tidak perlu takut seperti itu ketika bertemu denganku."
"Maksudmu?"
"Ah, tidak penting." Killer memalingkan muka, bersiap pergi menghilang dengan darah yang melayang meliputi tubuh. "Lebih baik kau memikirkan Imam tua yang sedang mengikutimu. Rekanku sedang ingin membunuhnya."
"Imam tua siapa?! Kau—"
Lantas Killer menghilang dalam kegelapan seperti ditelan selimut darah. Membawa pergi Sodom yang diangkut di kedua lengan layaknya menggotong sekarung beras.
Akhirnya, pertarungan selesai meskipun Wafir dan Ray tidak menemukan keberadaan Khamar. Setidaknya, tidak ada korban jiwa pada pertarungan tadi. Namun, Wafir masih tiada menahu, siapa Imam tua yang mengikutinya dan siapa rekan yang dimaksud oleh Killer. Karena itu, ia dan Ray pun bergegas. Sebab Wafir harus tahu.
Rekan Killer adalah Penjaga Neraka gerbang kekejian ke-2 yaitu Zina, dan dia sedang melawan Pak Badri.
—
Timur, 31 Desember 0020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top