Chapter 7 - Investigation

"MARK!!! KAU DI MANA? MARK?! APA KAU MENDENGARKU?!"

DUARRRR

SHUUUTTT

WUSHHH

UHUKKK

Shawn terbangun dengan keringat bercucuran, napasnya tersenggal. Kemudian menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang

Kenapa mimpi itu selalu datang lagi? Ia menyugar rambutnya ke belakang.

Shawn turun dari ranjang berniat untuk langsung membersihkan diri.

Shawn Peter Lancaster, putra pertama keluarga Lancaster. Pemuda yang sudah menginjak usia delapan belas tahun ini sudah berhasil menyelesaikan studinya dan bergelar doctor di salah satu perguruan ternama Washington DC. Shawn sangat suka hal-hal berbau mekanik. Tidak heran ia juga turut andil dalam mengelola bisnis transportasi atau proyek milik keluarganya.

Hal yang paling disukanya adalah pesawat tempur. Sedari kecil ia sangat berambisi untuk ingin tau banyak hal mengenai macam-macam pesawat.

Shawn turun ke bawah setelah selesai membersihkan diri. Saat ini pukul sepuluh pagi, pemuda tampan itu mengenakan polo shirt dan celana jeans-nya. Dilihatnya dari dinding kaca rumahnya sang ibu dan ayah tengah berada di lapangan. Di sana, kedua orang itu tampak akan menaiki heli. Shawn yang secara tidak langsung dikawal oleh beberapa body guard di tempat itu sudah berada di lantai dasar.

Shawn memanggil salah satu body guard-nya

Pria berjas rapi itu segera menghampiri tuan mudanya tersebut. "Katakan pada mom dan dad aku akan ke rumah Ashley."

"Baik, Tuan."

Setelahnya Shawn berjalan menuju tempat di aman berbagai macam kendaraan koleksinya terparkir.

Shawn memilih sebuah mobil sport bewarna hitam.

"Tidak perlu mengikutiku, paham?" ucapnya pada salah satu body guard. Setelah itu mobil Shawn melaju membawa pemuda itu menuju tujuannya. Tidak membutuhkan waktu lama, Shawn pun tiba di halaman mansion keluarga Olivier.

Sesampainya di depan mansion keluarga Olivier, ia langsung turun dari mobil dan memberikan kunci mobilnya pada salah satu penjaga di sana.

Shawn sudah sangat akrab dengan keluarga Olivier, selain merupakan rekan bisnis Theo Lancaster. Shawn dan Ashley sudah bersahabat sejak kecil

"Good morning, Mrs Olivier!" sapa Shawn mendapati ibu Ashley tengah berdiri di hadapan beberapa pelayan.

"Oh My God! Shawn? When did you come here?"

"Five minutes ago? Haha..."

Wanita cantik itu tersenyum teduh ke arah Shawn.

"Are you looking for Ashley?"

Shawn mengangguk. "Where is she?"

Belum sempat Nyonya Olivier menjawab, gadis muda yang dicari Shawn muncul dari arah belakangnya.

"Shawn?"

"Hai Ash!"

"Kapan kau ke sini?"

"Baru saja."

"Ada apa kau kemari?"

"Ikutlah denganku sekarang. Mrs Olivier aku ingin berbicara dengan putrimu..." Shawn meminta izin pada wanita paruh baya itu.

"Yes please.."

Beberapa saat kemudian, di sinilah mereka sekarang, di sebuah ruangan yang tersambung dengan lapangan golf mansion keluarga Olivier.

Shawn mengajak Ashley duduk di sofa sambil berhadapan. Shawn menceritakan semua yang memang harus diceritakan mulai dari dirinya yang selalu bermimpi aneh hingga kondisi mentalnya yang ia rasa sering mengalami gangguan tidak jelas apa penyebabnya.

"Kau yakin?" tanya Ashley memastikan setelah Shawn selesai bercerita.

Shawn mengangguk yakin. "Oleh karenanya bantu aku." Pemuda itu mencoba meyakinkan sahabatnya.

"Dengan apa Shawn?"

"Temani aku kepusat militer USA."

Ashley terkejut tak percaya dengan ide Shawn. "Yang benar saja! Shawn aku rasa kau harus menemui psikiater!"

"No Ash! I'm not mad. I tell you all the truth!" kata Shawn menggebu.

"Lalu apa maksudmu dengan mengunjungi pangkalan militer USA?"

"Untuk mengungkap kebenaran." Shawn berucap dengan pasti.

"What? Kau gila? Untuk apa?"

"Untuk mencari kebenaran yang sebenarnya, Ash. Aku lelah seperti ini terus."

"Shawn, aku rasa itu hanya mimpi."

"Mimpi yang terulang belasan tahun maksudmu?!" Shawn berucap menggebu. Kesal Ashley tidak kunjung mempercayai dan mengiyakan pintanya.

"Jika kau tak mau tak apa Ash..." Shawn memasang tampang memelas menghadap keluar.

Ashley mulai gelisah. "Wait wait Shawn maksudku..."

"Aku ingin mencaritahu Ash..." Shawn menatap Ashley dengan pandangan memohon.

"Baiklah baiklah aku akan membantumu, lalu data siapa yang harus kita telusuri?"

"Para tentara di tahun 1945."

Ashley sontak membulatkan mata terkejut. "What?! Shawn! Satu abad yang lalu apa bisa?"

"Tentu!" Shawn sangat yakin.

"Maka dari itu aku meminta bantuanmu."

"Ikut aku."

"Ke mana?"

"Shawn jangan bilang kau ingin ke sana sekarang juga? ..."

"Of course, Virginia right now!"

"Shawn!"

"Go with me!" Shawn menggandengan lengan Ashley dengan cepat. Ashley menghela napas berat.

"Baiklah, tunggu aku. Aku ingin mengambil barang-barangku."

"Baiklah. Kutunggu di bawah."

Ashley kembali ke dalam kamar. Beberapa saat kemudian ia sudah berganti pakaian sembari membawa tas ransel di punggungnya.

"Kau yakin?"

"Yakin, aku sudah meminta izin pada Mr. Olivier bahwa aku mengajak putrinya bersamaku." Shawn tersenyum dengan bangganya.

Ashley mengembuskan napas pasrah, "Baiklah."

***

Di sinilah mereka sekarang setelah menempuh perjalanan udara selama kurang lebih dua jam serta mengurus perizinan masuk. Seperti yang kita tahu, tidak semua orang bisa memiliki akses memasuki suatu tempat. Ingat, kecuali Lancaster. Apapun bisa dengan mudah didapatkan.

"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Ashley, keduanya sudah berada di depan sebuah bangunan milik pasukan militer USA.

"Cari data pasukan World War II."

"Fu*k Shawn!" Ashley terkejut.

"Hubungi atasan mereka." Shawn memerintahkan Ashley.

Dengan segera Ashley menghubungi seseorang melalui smart watch miliknya. "All done."

"Really?"

Ashley mengangguk mantap. "Yup!"

"Oke kita ke sana," Shawn menggandeng lengan Ashley.

Awshhhh

Tiba-tiba pemuda itu terjatuh ke tanah. Shawn mengerang sembari memegang kepalanya. "Shawn?! Are you okay?"

Ashley tampak panik. Ia mencoba menenangkan Shawn.

"Awshhh kepalaku sangat sakit..." Shawn merintih kesakitan sembari terus menjambak rambutnya. Lagi-lagi Shawn mendapat gambaran sekilas. Ia melihat sebuah rumah di pinggiran pantai yang benar-benar sepi. Hamparan ilalang meluas di belakangnya. Setelahnya ia merasa seakan dirinya sedang mengendarai pesawat jet.

"Pilot," ucap Shawn reflek.

"Pilot?" Ashley menatap bingung. ia mencoba membantu Shawn bangkit.

"Ya." Shawn mengangguk yakin.

"Kau tidak apa-apa Shawn?"

"I'm okay now."

Ashley berpikir sejenak. "Ikut aku Shawn." Ashley segera menuju ke tempat di mana semua dokumen tersimpan sembari memegang tangan Shawn agar ikut dengannya.

***

Shawn dan Ashley sudah lebih dari satu jam berada di ruangan penuh dokumen serta benda-benda milik kemiliteran. Ashley masih terus mencari dokumen yang dimaksudkan. sementara Shawn yang sudah mulai putus asa, memilih bersaandar pada dinding sembari mencoba mengontrol tubuhnya agar tidak tumbang.

"Shawn! lihatlah! Ini data yang kutemukan. Semoga bisa membantu." Ashley menunjukkan bendelan berisi data nama-nama anggota militer.

"Pertama, pilot jet tempur. Aku mendapat info dari orang kenalanku bahwa dokumen tentang Angkatan Udara dan juga pasukan world war II memang tersimpan. Hanya saja tidak dapat dipastikan apa itu utuh seluruhnya," kata Ashley.

"Let me check." Shawn mengambil bendelan itu.

"Apa kau butuh visual proof?"

Shawn tampak bingung.

"Maksudku... kau membutuhkan foto..."

"Kau benar... ya pilot. Aku rasa ini langkah awal yang benar untuk menyelidiki. Foto... ya mungkin jika ada."

Ashley menatap Shawn dengan tanda tanya.

"Katakan apa yang ada di benakmu Shawn? Apa kau melihat sesuatu?"

Shawn menutup mata sebentar mencoba mengingat sebisa yang ia mampu.

"Jet tempur..." Shawn berucap lirih sambil mencoba mengingat.

"Lalu?" desak Ashley.

"Ash?"

"Hm?"

"Aku bukan diriku yang sebenarnya..." Shawn menatap Ashley dengan tatapan sulit ditebak.

"Maksudmu?"

"Mom pernah bilang jika saat aku masih kecil aku sering meragukan siapa diriku."

"Apa yang membuatmu seperti itu?"

Shawn berpikir sejenak, "Mimpi."

Ashley mulai tampak penasaran. "Apa yang kau lihat? Seperti apa mimpimu waktu itu?"

"Hampa... putih... sempit dan aku bukan Shawn. Aku orang lain."

"Shawn?"

Shawn menoleh pada Ashley.
"Apa kau percaya reinkarnasi?"

Dengan cepat ia menggeleng. "Tidak, itu hanya mitos."

"SHAWN!"

"Tidak Ash jangan katakan..." pemuda itu menggeleng, berharap bukan itu yang Ashley duga.

"Itu hanya salah satu pradugaku," ungkap Ashley jujur.

"Jangan katakan..."

"Shawn! Kita harus menyelidikinya. Kau mau menemukan kebenaran agar hidupmu menjadi tenang, bukan?"

Setelah beberapa saat Shawn berpikir, pemuda itu akhirnya mengangguk.

***

Yeayy akhirnya setelah sekian purnama aku menoleh cerita ini hehe

Oh ya untuk visualisasi Shawn dan Brahms saat ini masih sama ya hehe

Soalnya dua karakter itu di benakku agak mirip secara visualnya

SHAWN PETER LANCASTER

When he was 18 years old

Vibesnya agak mirip Brahmsy ya

ASHLEY OLIVIER

Oh ya ini settingnya sebelum The Perfect Scientist ya

Cuma emang aku updatenya lebih sering yang Brahms dan ini terlupakan huhuuu

Semoga chapter ini bisa mengobati kerinduan kalian ya

See youu

Jangan lupa vote dan komen

Love you guys💙💙

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top