Chapter 4 - He Knows Everything. It can't be!
Lancaster Mansion, Washington DC.
Seminggu setelah kejadian tersebut.
"Dad... apa aku sudah boleh menaiki helikopter?" Shawn bertanya seraya memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
"Belum," jawab Theo dengan mudahnya.
"Dad!" Shawn berseru marah. Bocah kecil itu membanting sendok di tangannya ke atas piring.
"Shawn! Mom sudah katakan, jangan menjadi anak nakal. Saat ini waktunya sarapan, kau tahu?" tegas Emma.
"Tapi Mom..."
"Shawn!" Tegur Emma lagi.
Shawn mengerucutkan bibir serta melipat kedua tangan di depan dada. "Dad bilang akan membuatkanku heli!"
Emma menghela napas gemas sekali. Putera kecilnya itu selalu saja dapat menjawab apapun terutama ketika dimarahi.
"Theo... lihat! Ini semua karena janjimu. Aku tahu kau tidak dapat memenuhinya 'kan?" Emma memandang Theo dengan nada mengejek.
"Siapa bilang?" Theo tersenyum balas mengejek Emma.
"Itu sudah terlaksana," lanjut Theo.
"Benarkah Dad?" Shawn seketika terlihat antusias. Theo memberikan anggukan.
"Ya, Dad baru saja menyelesaikan design-nya bersama Prof Finnegan. Dia dari Inggris." Emma hanya dapat menghela napas pasrah. Semua yang ada di pikiran Theo sulit ditebak.
"Kita dapat memproduksinya dan mengenalkan pada khalayak produk Lancaster terbaru dan yang pertama di dunia." Theo berucap dengan bangganya.
"Benarkah? Jadi aku boleh menaiki heli itu nantinya?"
"Of course, Boy."
"Yeay! Thanks Dad!" Shawn berucap gembira.
"Baiklah, sekarang habiskan sarapanmu Shawn," ucap Emma. Ia tidak dapat berkata apa-apa. Jika theo berkata demikian maka Ia tidak dapat menyangkalnya lagi dan itu akan menjadi kenyataan. Bukan hanya omong kosong.
Shawn kembali melanjutkan aktivitas makannya dengan senang kali ini.
"Oh ya, Shawn. Uncle Lancelot ingin menemui. Dia akan kemari siang ini," ucap Theo.
Shawn menoleh pada ayahnya tersebut. "Lancelot? Siapa itu?"
"Dia rekan bisnis Daddy."
"Kenapa dia ingin menemuiku?" tanya Shawn penasaran. Ia mengarahkan pandangan sepenuhnya pada Theo.
"Karena dia ingin melihat jagoan kecil Daddy." Theo tersenyum kecil seraya mengelus sayang rambut hitam legam bocah kecil itu.
"Apa dia hebat?"
"Tentu! Dia seorag professor dan dia pencipta pesawat terbang. Dia memiliki perusahaan seperti Lancaster Airlines," jelas Theo. Pria itu menoleh pada sang istri sekilas. Ia tahu Emma sangat jengkel jika di ruang makan ada pembicaraan panjang.
"Benarkah? Aku tidak sabar."
"Ya. Setelah dia datang ke perusahaan Daddy dia akan ke sini nanti."
"Boleh aku ikut Dad hari ini? Aku ingin menemui dia dan bertanya. Ya, ya, ya? Please..." Shawn menunjukkan wajah memohonnya.
"Nanti saja Shawn. Hari ini kau ada jadwal sekolah. Kau ingat? Mrs Johnson mengatakan ada beberapa materi tentang pembagian yang kau belum mengerti," sahut Emma.
"Benar kata Mom, dengar ya. Dad janji sore ini dia akan kemari."
Shawn terlihat kecewa mendengar penuturan Emma yang disetujui Theo.
"Janji!" Shawn mengangkat kelingkingnya.
Theo menarik senyuman. "Iya, Shawn." Pria itu menautkan kelingkingnya pada kelingking mungil tersebut. Keduanya tersenyum senang.
***
"Mom, kapan adik bayi ini akan keluar?" Shawn bertanya sambil mengelus perut buncit Emma. Saat ini mereka di kamar Shawn. Di lantai atas.
"Tidak akan lama, Sayang. Kau mau menyapanya?"
"Bagaimana caranya?"
"Berikan tanganmu!" Shawn menjulurkan tangannya dan Emma menuntun telapak tangan kecil itu untuk menyentuh perutnya.
"Tidak ada apa-apa."
"Coba rasakan dan diamlah," jawab Emma.
Setelahnya sesuatu menendang dari dalam dan Shawn dapat merasakan itu.
"Wow! Mom! Apa dia menendang?" Shawn berucap dengan gembira. Untuk pertama kalinya ia merasakan tendangan bayi dalam kandungan.
"Tentu saja. Dia ingin menyapa kakaknya."
Shawn tersenyum lebar. "Apa benar dia perempuan?"
"Hm. Mom yakin begitu. Saat Mom mengandungmu, Mom selalu ingin bersama Daddy-mu dan selalu ingin travelling. Mom suka pantai. Dan lagi... Mom juga sangat ingin berkendara mobil sport bahkan heli juga."
"Maksudnya?"
"Kau sangat aktif. Mom yakin yang keluar adalah laki-laki. Dan benar saja."
Shawn manggut-manggut dengan polosnya. Emma yakin Shawn belum sepenuhnya mengerti.
"Lalu?"
"Hm... saat ini Mom senang. Karena adikmu ini tidak menyukai apa yang seperti saat mengandungmu. Dia cenderung lebih tenang."
"Jadi adik bayi tidak suka balapan?" tanya Shawn dengan naifnya. Emma terkikik mendengarnya.
"Ya. Adik bayi suka makan buah dan udara di pagi hari. sangat feminine."
"Lalu namanya siapa?"
Emma mengetuk-ketukkan telunjuk pada dagunya. "Hm... Mom ingin menamainya Charlotte tapi Daddy-mu menyukai nama Cleopatra.dan dia juga tidak begitu yakin jika ini perempuan karena itu ia juga menyiapkan nama untuk laki-laki juga."
Lagi-lagi Shawn manggut-manggut. "Aku suka Charlotte, Mom."
"Hm. Mom juga."
"Oh ya, bagaimana tadi belajarmu?"
"Baik. Kau tahu, Mom? Jackson tidak dapat menjawab dengan benar. Jadi aku yang menjawabnya." Shawn bercerita dengan begitu percaya diri.
Emma mengusap lembut rambut puteranya tersebut. Sebuah kebanggan tersendiri bagi Shawn dapat menjadi yang paling unggul di kelas belajarnya. Berbeda dengan yang lain di usia belum genap empat tahun ini, Shawn sudah memperlajari materi yang biasa di bahas di sekolah dasar. Terdengar sangat memaksakan dan seperti pengeskploitasian anak, namun Shawn sendiri nyaman dan ia begitu antusias dalam menerima materi. Apa boleh buat? Itulah kelebihan keturunan Lancaster. Tidak jauh beda dari sang ayah, Theo menguasai beberapa bidang ilmu di usianya yang masih muda. Selain itu, ia juga pewaris tunggal keluarga Lancaster.
"Shawn!!!"
Tiba-tiba terdengar suara Theo dari lantai bawah.
"Itu Daddy."
"Iya? Aku tidak sabar. Pasti Dad bersama temannya."
Shawn bangkit dan langsung berlari menuruni anak tangga.
"Daddy!!!"
Theo merenggangkan lengannya dan langsung menggendong jagoan kecilnya itu.
"Hai jagoan Daddy! Bagaiman belajarmu tadi?" tanya Theo.
"Baik."
"Oh ya, ini dia Uncle Lancelot." Theo menunjuk pria paruh baya yang datang bersamanya.
"Hai boy!" sapanya. Theo segera menurunkan Shawn.
"Uncle benar suka membuat pesawat terbang?" tanpa basa-basi Shawn angsung bertanya seakan sudah sangat akrab.
"Hm... ya. Kau mau lihat?"
"Bolehkah? Tentu saja."
"Shawn... biarkan uncle beristirahat dulu. Anda pasti capek Sir," ucap Emma yang baru saja menuruni anak tangga.
"Tidak juga."
"Kenalkan, ini istriku, Emma."
"Senang bertemu dengan Anda, sir." Emma menjabat tangan pria itu.
"Aku juga."
"Baiklah. Setelah ini mari kita makan malam bersama," ajak Theo.
"Uncle.... Aku ingin lihat," ucap Shawn.
"Shawn nanti saja."
"Tidak apa-apa, Theo. Shawn sepertinya tertarik sekali dengan pesawat terbang."
"Baiklah. Aku akan ke sana dulu. Ingat, Shawn! Be a good boy."
"Yes, Dad."
Shawn dan pria itu berjalan lalu duduk di sofa. Pria tu mengeluarkan sesuatu tipis mirip tab. Shawn terlihat begitu antusias dan tidak sabaran.
"Lihat!" pria itu menunjukkan sebuah gambar pesawat tempur.
"Wah... benar-benar keren!"
"Kau suka?" Shawn mengangguk. "Ini jet AM 21 buatan Amerika di perang dunia ke 2 kan?" tanya Shawn. Bocah kecil it uterus menggeser layar benda itu tipi situ. Sedangkan Lancelot termenung di tempatnya mendengar penuturan Shawn.
"Eghem! Bagaimana kau tahu? Daddy-mu mengajari?" tanyanya memastikan. Namun Shawn menggeleng dan tetap menatap layar.
"Tidak. Daddy tidak pernah mengajariku. Aku tahu sendiri karena aku yang menaikinya," jawab Shawn dengan gampangnya.
"Wah! Lihat uncle. Apa ini design baru milikmu?" Shawn kembali bertanya. Pria itu mengangguki.
"Ehm... Shawn, maksudmu tadi apa?" Lancelot mulai kebingungan dan sangat ingin tahu.
"Ya, uncle. Aku yang mengendarai pesawat itu."
"Oh... uncle tahu, kau pasti bermain dengan mainamu, bukan?" Shawn menggeleng.
"Tidak uncle. Aku berkata sebenarnya." Lancelot makin dibuat kebingungan dengan ucapan bocah empat tahun ini. Haruskah ia mempercayainya?
"Ada apa ini?" Mereka berdua menoleh ke arah sumber suara. Itu Theo.
"Ah... tidak ada apa-apa. Lihatlah anakmu! Shawn benar-benar pengimajinasi yang tinggi," kata Lancelot.
"Maksudnya?"
"Dia tahu nama pesawat ini." Lancelot menunjuk layar yang dibawanya.
"Mana?"
"Ini."
"Memangnya itu jenis apa? Aku belum pernah melihat yang seperti ini." Theo mendekatkan wajahnya untuk melihat lebih detail jenis pesawat yang ditunjuk rekan kerjanya tersebut.
"Kau tidak tahu? Kukira kau yang mengajari Shawn tentang pesawat dan jenis-jenisnya."
Theo menggeleng. "Tidak sama sekali. Aku tidak bernat memperkenalkan hal semacam ini di usianya yang masih dini."
Theo kemudian menoleh pada Shawn. "Kau tahu dari mana Shawn?"
"Dad. I told him. Aku tahu sendiri karena aku yang menaiki pesawat ini," jawab Shawn seakan ia yang paling benar.
"Shawn jangan berkhayal, Nak. Katakan, siapa yang menunjukkan pesawat ini sebelumnya?"
"Dad! Aku tahu sendiri, karena aku pilotnya!" bentak Shawn tak terima.
Theo dan pria itu dibuat tertegun. Shawn benar-benar tetap bersikukuh tanpa ada keraguan maupun siratan kebohongan yang terpancar.
"Eghem. Baiklah Theo. Shawn apa kau tahu jenis pesawat apa ini?"
"Ini peswat yang biasa dipakai mengangkat bala tentara dan barang-barang," kata Shawn.
"Lalu ini?" Lancelot menunjukkan gambar yang lain.
"Ini pesawat keluaran tahun 1931 dan di dalamnya ada tempat untuk rudal. Buatan Russia. Hanya ada beberapa di dunia. Setahuku hanya Amerika, Russia, Jepang dan Jerman yang memilikinya."
Lancelot membulatkan mata sempurna.
"B-bagaimana bisa kau tahu itu semua? Lihat Theo! Anakmu benar-benar menakjubkan. Kau tahu? Ini memang bukan buatan perusahaanku. Tapi aku ingin mengembangkan pesawat seperti ini. karena pesawat seperti in sudah tidak ada lagi di dunia ini," jelas Lancelot. Sekarang yang dibuat bingung dan tak percaya adalah Theo. Dari mana bocah kecil itu belajar tentang pesawat?
Theo hanya bisa membeku. Bagaimana bisa Shawn kecil mengetahui semua tentang pesawat dan bagian-bagiannya. Dirinya saja tidak tahu dan tidak pernah mengajarkan pada Shawn. Walaupun ia sendiri pemimpin perusahaan pesawat.
"Oh, baiklah. Bicaranya sudah selesai. Sekarang kita makan bersama ya?" ajak Theo.
"Sebentar Dad.. aku ingin melihat lagi." Lagi-lagi Shawn menampilkan wajah memohonnya.
"Biarkan saja Theo. Anak kecil memang rasa ingin tahunya besar," kata Lancelot.
"Wah.... Bagaimana R 12 dapat menjadi semodern ini, uncle?" tanya Shawn kagum. Ia menunjuk sejenis pesawat tempur besar.
"Apa kau bilang?"
"Lihat! Bagian sayap dan penyimpanan senjata. Bagaimana bisa secangih ini?" Shawn melihat lebih detail. Sekarang tampilan video yang memperlihatkan bagian-bagian yang dimaksudkan Shawn.
Lancelot tersenyum namun pikirannya masih tidak bisa percaya. "Itu mudah. Uncle memiliki pabrik khusus."
"Benarkah apa kau boleh melihatnya?"
"Boleh, datanglah jika kau memiliki waktu luang, boy."
Shawn menoleh pada Theo. "Dad, kau dengar? Minggu depan kita ke sana, oke?"
"Hm..."
"Bagaimana kau tahu nama benda ini?"
"Aku tahu semua," jawab Shawn dengan penuh percaya diri.
"Ini pesawat yang dipakai tentara Russi pada perang dunia pertama. Lalu ini pesawat yang ditugaskan untuk menjatuhkan bom di jepang. Dan yang ini... mengirim rudal. Benar kan?"
Theo semakin membulatkan mata tak percaya. Anaknya ini tidak sedang berkhayal, bukan?
"Kau benar-benar tak terduga." Lancelotmengelus rambut Shawn.
"Eghm... ya, mungkin Shawn belajar dari TV." Theo menyahuti dengan gugup.
"Tidak mungkin. Karena bagian bagian pesawat dan fungsinya ini terutama keluaran beberapa perusahaan besar tidak diiklankan atau bahkan ditayangkan. Itu rahasia. Dan anakmu entah tahu dari mana," jelas Lancelot.
"Aku tahu sendiri karena aku juga dapat mengendarai jet, Dad," ucap Shawn kemudian.
Theo menghela napas berat. "Baiklah. Sudah puas? Mom sudah menunggu di ruang makan, ayo!"
"Baiklah. Ayo uncle!" ajak Shawn. Bocah itu menarik lengan Lancelot dengan gembira.
"Oh sebentar. Uncle punya hadiah untukmu."
"Apa?" lancelot mengeluarkan sebuah pesawat kecil serta remote control-nya.
"Wahhh bagus sekali!" Shawn menatap takjub pesawat yang diberikan pria itu padanya.
"Kau bisa menerbangkannya, bukan?"
"Tentu saja, uncle." Theo dan lancelot tersenyum kecil melihat Shawn terlihat begitu senang mendapat pemberian itu.
***
If you like this story give vote and comments okay? I wanna see that. Thanks
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top