Chapter 5 (Penyesalan)

"Terlalu banyak air mata yang jatuh, namun itu tak lantas bisa menghapus segala perasaan bersalahku.
Mianhae, Seo Hyun-ah!"

(Nam Woo Hyun)

***

Happy Reading

***

Entahlah.

Rasanya ada yang janggal di dalam pikiran Woo Hyun. Ia sendiri bingung, kenapa gadis itu sampai menangis terisak saat ia menceritakan soal kejadian nahas yang terjadi satu tahun lalu. Apakah kisah cintanya semenyedihkan itu, samapai membuat gadis asing itu menangis?

Tatapan itu, Woo Hyun seperti mengenalnya. Namun ia lupa penah melihatnya di mana. Ia sudah seperti orang tidak waras karena harus berpikir keras. Mustahil ia pernah bertemu dengan gadis itu sebelumnya. Namun sorot tajam itu, seperti sudah membekas dalam dirinya.

"Arghhhhh, aku sangat frustasi!" dengusnya. Mengacak surai hitam itu kasar, lalu memilih bangkit dari kasurnya menuju rak pajangan. Memerhatikan lamat-lamat potret dirinya bersama Seo Hyun.

Senyum pahit tersungging di bibirnya. "Seo Hyun-ah, bogosipda. Neomu bogosipda!" gumamnya pelan. Menggiring kembali bulir bening itu untuk terjun. Jika berurusan dengan kisahnya bersama Seo Hyun, entah kenapa Woo Hyun menjadi laki-laki yang cengeng. Terlalu banyak air mata yang jatuh, namun itu tak lantas bisa menghapus segala perasaan bersalahnya.

Rindu itu telah mengikat Woo Hyun erat. Seolah tak ingin membiarkannya lolos sedikitpun dari rindu yang begitu menyiksa. Bagaimana rindu itu bisa terobati, saat kedua raga itu tak lagi bisa dipertemukan? Biarlah ia hidup seperti ini. Tersiksa dalam kerinduan hingga ujung usianya. Mungkin saja, Seo Hyun mau memaafkannya suatu hari nanti.

Pikirannya kini sudah terbagi-bagi. Kehadiran sosok Sae Ron sudah menyita hatinya beberapa persen. Memang tidak sebesar perhatiannya pada Seo Hyun, namun hal kecil bisa menjadi besar jika dibiarkan. Dan inilah yang tengah Woo Hyun hadapi.

Wajah serupa itu sangat membuat kepalanya berdenyut hebat, pun dengan kinerja jantungnya. Kini bukan lagi soal kemiripan gadis itu dengan mendiang Seo Hyun, tapi soal menggilanya kinerja jantung saat melihat gadis itu. Ada perasaan aneh, di mana ia ingin selalu melihatnya. Di mana pun dan kapan pun.

Apakah ini sesuatu yang normal? Woo Hyun belum pernah merasakannya. Sejak ia dilahirkan ke dunia ini, tak ada satu pun gadis yang berhasil menarik atensi dan perasaannya. Hanya Seo Hyun lah yang mampu menghancurkan dinding keras dalam hatinya, dan detik ini, gadis lain tiba-tiba muncul. Hebatnya, gadis itu mampu mengobrak-abrik emosinya. Luar biasa sekali memang kehadirannya itu.

***

Lain hal dengan Sae Ron. Malam ini ia masih sibuk berkutat di dalam kafenya. Para staff kafe sudah pulang beberapa menit yang lalu. Tinggalah ia di dalam kesepian seorang diri. Niatnya ingin pulang, namun sepertinya ia tak akan bisa tenang di sana. Pikirannya masih berputar di satu titik. Hubungan antara Woo Hyun dengan sang kakak.

Rasanya seperti sudah tidak waras, jika terus memikirkan hal itu. Entahlah, Sae Ron sudah jengah dengan masalah yang rasanya seperti tak ada titik terangnya. Tangannya tak henti-henti mengelap meja. Mengenyahkan pikiran yang sudah menghantuinya sejak pertemuannya dengan Woo Hyun dan Cho Rong tadi.

Plak

Dilemparnya gemas lap itu hingga jatuh ke atas lantai. Tubuh lemasnya ikut merosot. Menangis sepuasnya di dalam lipatan tangan. "Mengapa rasanya sulit sekali, Eonni? Apakah kau juga merasakan kesulitan ini setiap kali bertemu dengannya?"

Cling

Bunyi bel terdengar mengejutkan, saat pintu kafe itu terbuka. Sae Ron buru-buru bangkit, sambil menghapus air matanya cepat. "Maaf, kafe suda--" Kalimatnya terhenti, saat melihat siapa yang masuk ke dalam kafenya.

"Rupanya kau pemilik kafe ini?" ujar si tamu.

Sae Ron masih bungkam, namun tubuhnya refleks membungkuk, memberi hormat. "Selamat malam, Nyonya."

Tamu itu, Nyonya Nam, melangkah pelan mendekati Sae Ron sambil memerhatikan sekelilingnya. "Bagaimana bisa putraku menyukai gadis rendah sepertimu?" Sorot mata dengan sedikit keriput itu makin menajam. Seolah menombak langsung ke arah Sae Ron. Membuat gadis itu makin ketar-ketir.

Diangkatnya dagu Sae Ron dengan telunjuk yang masih terbalut sarung tangan hitam berenda. Membuat pandangan gadis itu terangkat. "Kau, gadis rendahan! Berani sekali kau mendekati putraku! Lebih baik kau bercermin, pantaskah kau bersanding dengan pewaris INC Corp.?"

Mendengar ucapan itu, Sae Ron semakin merasa terhina. Bagaimana bisa wanita terhormat ini memiliki mulut yang begitu tak terhormat? Apakah kakaknya pernah mengalami hal ini? Sae Ron mulai bermain dengan pikirannya.

Senyum mengejek tersungging di bibirnya. "Waegeuraesseumnika? Anda ingin mengusik hidup saya hingga akhirnya saya frustasi lalu bunuh diri? Seperti apa yang sudah terjadi satu tahun lalu?" Sae Ron sungguh tak mampu lagi menahan ucapannya. Kedua tangannya terkepal erat. Matanya sudah memerah menahan amarah, pun air mata. Kalimat itu, akhirnya mencelos dari bibir tipisnya.

Plak

Tamparan keras itu berhasil mendarat di pipi kanan Sae Ron. Nyonya Nam bungkam. Rahangnya mengeras. Ia tidak menyangka, gadis itu akan membahas soal kejadian satu tahun yang lalu. Bagaimana bisa gadis ini tahu, bahwa ia terlibat dalam kejadian itu? Ia Buru-buru mengubah raut wajah terkejutnya dengan raut polos. "Apa maksudmu? Apa aku terlihat seperti pembunuh?" Senyum canggung tersungging. Membuat Sae Ron makin yakin dengan hipotesisnya.

Sae Ron memegangi pipinya yang terasa panas dan mulai memerah. "Entahlah. Saya tidak bisa berkomentar. Bercerminlah, Nyonya,"

"Beraninya kau--"

"Silahkan anda keluar, atau akan saya panggilkan polisi karena anda mengganggu aktifitas saya!" ancam Sae Ron, sambil memamerkan ponselnya untuk menggertak wanita itu.

Nyonya Nam mendecih kesal, lalu segera keluar dari dalam kafe itu menuju mobil mewahnya. Ia malas berurusan dengan polisi. Karena jika wartawan mengetahuinya, itu akan menjadi berita besar.

Selepas kepergiannya, Sae Ron kembali jatuh terduduk di atas lantai. Kembali menangis keras dalam lipatan tangannya. "Eonni, jinjja mianhae! Aku sama sekali tak tahu kalau hidupmu rasanya begitu berat," ujarnya. Tenggelam bersama rasa marah yang semakin membuat dendamnya bertambah besar.

***

TBC


Salam,
Aurelia
10 Agustus 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top