Chapter 2 (Sebuah Pertemuan)

"Jika memang ini waktu yang tepat untuk perlahan masuk ke dalam lingkungan keluarga itu, mengapa tubuhku masih saja kaku?"

(Kim Sae Ron)

***

Happy Reading

***

Paradise Café
Pukul 19.42 KST

Dapur kafe malam ini tengah sibuk. Il Hoon masih berkutat pada wajan berisi saus pasta, sedang Sae Ron sibuk menata piring. Ini hari penting. Kafenya di sewa untuk jamuan makan malam dua keluarga kaya raya. Absennya Hyun Yi karena sakit, tentunya menjadi sebuah masalah besar. Mau tidak mau, Sae Ron ikut turun tangan untuk memastikan segalanya berjalan sesuai rencana.

"Seong Woo-ssi, kau sudah merapikan meja yang akan kita gunakan?" tanya Sae Ron dari balik pintu dapur. Memastikan bahwa tak ada yang cacat malam ini.

Seong Woo mengacungkan jempolnya. Menyembulkan kepalanya pada jendela dapur. Pertanda kalau segala persiapan sudah selesai dan mereka siap bertempur.

Cling

Pintu terbuka. Beberapa orang masuk ke dalam kafe yang luar biasa mewah tersebut. Seong Woo menyapa para tamu dengan senyum memikat andalannya. "Selamat datang di Paradise Café."

Setelah para tamu digiring untuk duduk di kursi yang telah disiapkan, Seong Woo meluncur ke dapur untuk mengambil sajian pembuka berupa buah-buahan yang sudah ditata apik oleh jemari lentik Sae Ron, selagi menunggu menu utama selesai dimasak.

Seong Woo berdiri di sudut ruangan sambil terus memerhatikan para tamu yang sewaktu-waktu memerlukan bantuannya. Jika ditelusuri dari pakaian yang digunakan para tamu itu, mereka terlihat sangat luar biasa mewah. Terutama pada gadis bersurai kecokelatan yang dikepang itu. Ia bahkan sampai terpana dengan senyum memikatnya.


"Jogiyo," Putri dari Keluarga Park mengangkat tangannya. Mengambil alih atensi Seong Woo untuk melangkah mendekatinya.

"Ne, Ahgassi. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Seong Woo ramah. Sudah siap siaga dengan pena serta buku catatan kecil.

Gadis itu, Park Cho Rong, tersenyum. "Apa kafe ini memiliki buah melon? Tuan muda di sampingku sangat menyukainya," ujar Cho Rong, sambil melirik ke arah laki-laki yang duduk di sampingnya.

Seong Woo mengangguk cepat. "Ne. Tentu saja ada. Tunggu sebentar, saya akan segera hidangkan." Ia lantas melangkah gesit menuju dapur. Meminta Sae Ron untuk memotongkan buah melon.

"Kukira mereka tidak suka buah melon. Bukankah di dalam list, mereka menyebutkan untuk tidak menyajikannya?" kilah Sae Ron. Tangannya masih lihai memotong-motong buah, sementara bibir mungilnya juga ikut mendumal.

"Nona cantik itu yang meminta. Tentu saja saya tak bisa menolak,"

"Arasseoyo. Ini, cepat antarkan saja!"

Seong Woo segera membawa nampan berisikan sepiring melon segar keluar dari dalam dapur menuju meja. Senyum kembali mengembang, saat Cho Rong tersenyum menyambut kedatangan Seong Woo dan sepiring melon. "Selamat menikmati."

Kini saatnya menu akhir dihidangkan. Kali ini giliran Sae Ron yang muncul sambil membawakan troli yang sudah dijejali piring-piring berisi santapan penutup. Ia memilih timing yang tepat untuk muncul sebagai pemilik kafe. Menyajikan dessert andalannya.

"Permisi, Tuan dan Nyonya. Ini menu dessert andalan kami di kafe ini." Sae Ron meletakkan piring-piring itu di atas meja bulat yang sudah dikelilingi lima buah kursi berisikan para tamu VIP-nya. Memberikan senyum ramah pada mereka. Sekilas, ia terpana dengan senyum hangat dari seorang gadis yang duduk di samping kirinya. Itu Cho Rong. Seong Woo benar. Gadis itu benar-benar memesona.

Begitu menyambangi kursi di samping kanan, Sae Ron nyaris saja menjatuhkan piring itu, saat melihat siapa yang ada di sana. Duduk manis sambil memerhatikannya dengan wajah kaget sama seperti apa yang dirasakan Sae Ron.

Laki-laki itu, Nam Woo Hyun.

"Kau--"

"Selamat menikmati hidangannya. Saya permisi," ujar Sae Ron, memotong ucapan Woo Hyun dengan cepat. Ia lantas melangkah gesit menuju dapur. Jantungnya nyaris lolos. Paru-parunya nyaris kekeringan oksigen.

Jelas sekali orang yang menyewa kafenya itu adalah Keluarga Park dari One Link Company. Bukan Keluarga Nam. Ah, ia sungguh tidak siap. Entah ada apa dengan hari ini. Bagaimana bisa keduanya bertemu kembali untuk yang kedua kalinya dalam satu hari?

Jika memang ini waktu yang tepat untuk perlahan masuk dalam lingkungan Keluarga Nam, tentunya Sae Ron tak boleh ragu. Namun tubuhnya masih saja kaku, meski sudah sekian lama ia memerhatikan aktifitas laki-laki itu. Sudah seperti stalker saja hidupnya.

Gelak tawa masih terdengar ramai di dalam kafe milik Sae Ron. Meski jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, namun para tamu itu belum juga berniat untuk pulang.

Woo Hyun masih terlihat kaku di sana. Duduk di samping seorang gadis yang dikenalnya sebagai putri semata wayang pemilik One Link Company. Perusahaan IT terkenal di Korea Selatan.

Gadis itu sangat cantik di matanya. Senyumnya begitu lembut dan manis. Tubuhnya ramping dan lumayan berisi. Rambutnya cokelat lurus terkepang sampai pinggang. Namun tetap saja kecantikan gadis itu tak bisa merebut hatinya.

"Wah, sudah lama sekali aku ingin menjodohkan Woo Hyun dengan Cho Rong. Akhirnya waktu itu datang juga," ujar Tuan Park to the point. Membuat Woo Hyun sedikit tersentak kaget. Hampir saja ia menyemburkan jus jeruk yang kini memenuhi mulutnya.

Nyonya Nam tersenyum. "Aku juga sangat menantikan moment ini. Ah, andai saja suamiku masih hidup, dia pasti akan kegirangan bukan main," tuturnya antusias.

Kening Woo Hyun mengernyit. Perasaannya memang tak pernah salah. Makan malam ini bukan makan malam biasa. Ini adalah misi perjodohan. Ia malas jika harus terlibat dalam urusan ini lagi. Terlebih, ia tak ingin mematahkan hati gadis lain. Jika diperhatikan, Cho Rong sepertinya menaruh hati padanya. Bukannya terlalu percaya diri, Woo Hyun bisa merasakan itu lewat sikap Cho Rong.

"Lihat putrimu. Sepertinya dia senang sekali!" ujar Nyonya Nam spontan, saat melihat raut bahagia Cho Rong yang sangat jelas tampak.

Tuan dan Nyonya Park tertawa berbarengan. "Tentu saja dia senang. Sudah lama dia jatuh hati pada putramu. Tapi dia sangat pemalu untuk bertindak duluan," balas Tuan Park tertawa.

Woo Hyun lagi-lagi bungkam. Ia membuang napasnya berat. Jengah dengan suasana memuakkan ini. Wajahnya makin masam saja. Sibuk bermain dengan jus yang masih tersisa sedikit di dalam gelas.

"Aigo-- aku tidak menyadarinya. Selama ini Woo Hyun lebih sering mengurung diri di kamar. Suram sekali hidupnya. Maafkan anak bodoh ini, Cho Rong-ah." Nyonya Nam kini mengalihkan pandangannya pada Woo Hyun. Menatap putra satu-satunya itu kesal.

Cho Rong tersenyum menanggapi kalimat itu. "Gwaencanhseumnida, Eomoni."

Dan, acara makan malam itu berakhir dengan kesimpulan bahwa kedua perusahaan besar itu sepakat untuk menjodohkan Woo Hyun dan Cho Rong. Meski Woo Hyun menolak usulan itu, tetap saja ia tak bisa lari dari kenyataan. Ia belum ingin dicoret dari kartu keluarga.

TBC

Eak, bersambung lagi.
Sampai jumpa di chap selanjutnya.

Salam,
Aurelia
10 Juli 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top