Rain Recruits A Lot Of My Happiness
HALILINTAR POV
Dimana aku? Apa yang ku injak ini? huh warnanya putih, dan teksturnya juga lembut. Sedikit ada aksen garis gold diantara tempat yang ku injak ini. Sebenarnya dimana ini?
"Kak Hali!!!"
Suara itu? TAUFAN!
"Taufan!!!" balasku dengan cepat.
"Kak Hali!! disini!!!" Taufan berlari dengan air mata mengalir deras di pipinya. Seperti tidak pernah bertemu dengan ku saja. Ya karena dia ku tinggal secara tiba tiba. Mengingat tentang apa yang terjadi pada waktu itu. Sungguh aku masih trauma.
Taufan datang, memelukku dengan erat. "Kak Hali..." dia terisak dalam dekapanku.
"Stt... sudah tidak apa apa, Taufan. Maafin abang karena saat itu.. abang cuekin Taufan," kata ku seraya mendekapnya lebih erat.
"Hiks... Abang... Abang ga salah. Seharusnya Taufan tau kalau saat itu abang ga mau diajak main, dan akibat abang yang nolak main sama Taufan. Nyawa Taufan selamat, meski akhirnya mati juga." katanya membuat hatiku panas.
Saat itu aku bersikap kasar pada Taufan. Tapi, dibalik sikap kasar ku ini ada nyawa yang masih bisa menikmati dunia meski hanya sehari dua hari.
"Mati?"
"Seseorang meracuni ku, kak." adunya padaku.
"Siapa Taufan?" Pandanganku menengas, menandakan aku tak bisa menganggap remeh orang yang sudah membuat adikku meninggal.
"Ufan gak tau kak, saat itu Taufan ada diposko lalu saat malam tiba Taufan diberi makan. Abis makan itu Taufan langsung sakit dibagian dada, belum sempet ada yang ngecek kondisi Taufan eh Taufan udah nyusulin kak Hali," jelasnya membuat hatiku semakin geram terhadap pembunuhnya.
Aku teringat sesuatu, "Gempa? dimana dia?" Aku melupakan adikku yang ke dua. Gempa, saat itu Gempa pergi bersama bunda ke supermarket sebelum air bah merenggut nyawaku. Taufan mengernyit heran.
"Aku.. tidak tahu, Kak." Taufan berucap lemah.
"Kalian ada disini?"
Suara lembut dan tak asing menyapa indra pendengaran kami. Betapa terkejutnya aku saat melihat Gempa berdiri di sana dengan banyak luka di tubuhnya. Taufan masih ringan karena hanya sedikit lecet, dan lupakan saja keadaan ku. Meski banyak luka tapi tak sebanyak milik Gempa aku masih biasa biasa saja kok.
"Gempa!?" pekik kami berdua.
Taufan langsung berlari dengan isakan yang tak tertahankan. Ia memeluk Gempa dengan erat, seperti tak ingin kehilangan Gempa untuk kedua kalinya. Aku menyusul dari belakang.
"Kak.. Ufan, bunda... bunda.. hiks.."
Gempa tak melanjutkan kata katanya, aku bingung sejenak. Apa yang ingin dikatakan anak itu tentang bunda?
Taufan masih setia memeluk Gempa.
"Bunda... gak ada pas aku balik dari toilet saat itu, lalu ternyata banjir itu terjadi. Maafin Gempa kak, Gempa ga bisa jaga Bunda.." ucapnya dipelukan Taufan.
"Sudah Gempa. Tidak apa apa, kuharap Bunda baik baik saja." ujar ku menenangkan.
Seandainya aku memberitahu kalian lebih awal. Mungkin kalian akan mengerti situasi saat ini.
Taufan tampak berpikir dari yang ku lihat alis nya bertautan. Ia melepas pelukannya dan menatap diriku. Netra heterochromia biru coklat itu menatap dalam mata ku yang sama sama heterochromianya. Kami bertiga memiliki warna mata berbeda, satu kesamaannya adalah kami memiliki warna mata coklat disebelah kanan. Dan warna biru, merah, gold, ada disebelah kiri.
"Kak," panggilnya. Aku menatapnya serius.
"Kayaknya sebelum Ufan meninggal, Ufan sempet nyicipin masakan yang mirip banget rasanya kayak buatan Bunda." katanya.
Aku tersentak kaget, jangan jangan?
"Saat makan masakan yang rasanya mirip banget kayak buatan Bunda, Ufan seneng. Eh, tapi meninggal juga akhirnya." Aku sempat melihat seulas senyum getir di wajah Taufan. Gempa yang tak tau apa apa menatap kami heran, ia meminta penjelasan.
"Taufan meninggal karena diracuni," ucapku.
"Apa!?" Gempa terkejut. Bahu nya gemetar.
"Siapa yang berani meracuni kakak?" Gempa berucap penuh kebencian.
"Kita masih belum tahu Gem," ujarku lemah.
"Aku tidak tahu," Taufan menimpali.
"Ketiga kembaran elemental tertua," Sebuah suara menyadarkan kami. Netra kami saling berpendar, mencari sumber suara.
"Jangan mencari wujud ku, dengarkan saja apa yang aku katakan ini." ujarnya sekaan tahu apa yang kita perbuat.
"Kak, siapa itu?" cicit Gempa ketakutan.
Mata ku terus melihat kesegala arah, was was tentu saja.
"Tidak perlu takut, aku Solar. Elemental ke tujuh Boboiboy, aku sama seperti kalian bukan?" tanyanya menyadarkan ku untuk mengikuti arahannya.
"Halilintar, kau seharusnya tau kan kalau ini diriku, baiklah tidak penting. Langsung ke intinya saja. Kalian sengaja di bunuh, pembunuhnya sangat cerdik. Ia menggunakan teknologi canggih dari sebuah bangsa yang peradapannya jauh lebih maju dari planet bumi ini. Tujuan kalian dibunuh memang ada baiknya dan ada tidak baiknya." Suara Solar terhenti sejenak.
"Banjir itu sebuah teknologi?" Taufan bertanya.
"Bukan kah banjir adalah kehendak-Nya?" Gempa ikut bertanya.
"Mustahil jika ada banjir yang dibuat dengan teknologi." lanjut gempa.
"Hei aku ini memberi tau tentang suatu hal, bukan membuka sesi tanya jawab!" Solar merasa tidak nyaman karena Taufan dan Gempa terus bertanya. Yang dibalas dengan senyum tanpa dosa oleh kedua adikku.
"Ya, tapi kali ini banjir itu dibuat oleh sebuah bangsa yang maju. Bangsa tersebut berada di dalam sebuah bintang. Kami menyebutnya, manusia bintang." jelasku.
"Benar, dan ada kabar baiknya lagi hehe.." Terdengar kikikan pelan dari suara Solar.
Aku, Taufan, Gempa menyimak dengan seksama.
"Kalian adalah penerus dari ketiga bintang summer triangle," katanya yang diakhiri tawa nista.
"Tunggu apa!?" kata kami serempak.
"Halilintar akan memimpin di konstellasi Aquila, tepatnya di Altair. Taufan akan memimpin di Konstellasi Lyra, tempat bintang Vega berada. Dan Gempa akan memimpin di konstellasi Cygnus, tepatnya di bintang Deneb. Sudah jelas bukan?" Suara Solar perlahan menghilang.
"Sudah jelaskan? baik, aku pergi. Para penerus Summer Triangle semoga berhasil.." kata Solar yang di akhiri kekehan.
Netra kami saling berpandangan. Memikirkan apa yang Solar katakan tadi. Kami larut dalam pikiran masing masing
HALILINTAR POV'S END
Maaf tadi salah bikin pov hehe
Vote and Comentnya jangan lupa ya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top