Before Rain

Suara dentingan piring dan sendok beradu disebuah meja. Suasana hangat tercipta. Bahkan kini sedang dingin dinginnya diluar sana.

"Makanan ini enak sekali," Pujinya kepada sang koki yang  memasak.

"Taufan suka? bagus deh ibu ikut senang mendengarnya," Sang koki yang ternyata adalah ibunya tersenyum hangat ke arah Taufan.

"Gempa suka?" Pandangannya kini beralih kepada Gempa. Adik pertama Taufan.

"Suka, Kak," Gempa mempunyai senyuman tak kalah indah dari sang ibunda.

"Kak Hali, suka?" Taufan tak lupa menoleh ke arah sampingnya, terdapat pemuda kaos merah yang tengah tenang menikmati sarapan.

"Suka," jawab si kaos merah singkat.

Acara sarapan kembali dilakukan, tak ada yang berniat untuk melanjutkan perbincangan.

"........."

"Ya baiklah, aku akan kesana."

"........"

"Apa ada permintaan khusus? Tidak?"

"..........."

"Iya semua akan baik baik saja,"

Sambungan telepon terputus.

Pria paruh baya dengan jas yang di bawa ditangannya berjalan kearah ruang makan.

"Pagi ayah,"

"Pagi anak anak ayah, sarapan yang banyak ya. Biar kuat, iya kan bu?" Terukir senyum tulus saat ia mengatakan hal tersebut.

"Iya benar sekali," Sang ibu menimpali dengan senyum yang tak kalah memikat.

Hidup tak selalu mulus. Mulus ataupun tidak selalu ada saja celaka yang mengintai. Aspal Mandalika yang mulus saja bisa menyebabkan pembalapnya jatuh? apalagi aspal biasa yang bahkan taraf pembangunannya bukan skala internasional? Sangat rawan untuk jatuh.

"Ayah berangkat dulu ya, kalian bertiga jangan nakal nakal, ya?" Pria dengan garis wajah tegas namun terkesan hangat itu berbicara pada istri dan ketiga anak nya.

"Ayah hati hati," si sulung tertua dengan enggan melepas kepergian ayahnya untuk bekerja.

"Ayah jangan pulang terlambat ya!" Taufan, kembar kedua itu setelah Halilintar tersenyum penuh makna ke arah ayahnya.

"Ayah jangan lupa makan," Gempa, si kembar terakhir ikut dalam obrolan hangat itu.

"Sampai jumpa!!" Ayah mereka pergi meninggalkan mereka, melesat jauh. Mobilnya sudah tak terlihat lagi.

Bunda dan Gempa sudah masuk ke dalam rumah, tersisa Taufan dan Halilintar yang memandangai jalanan bekas dilalui ayahnya.

"Kak Hali main yuk!" ajak Taufan.

Hali tak menjawab, ia melenggos masuk kedalam rumah.

"Hei! Kak Hali, tunggu!" Taufan tergesa gesa menyusul kakaknya yang sudah berada diambang pintu.

"Bunda sama Gempa mau kemana?" tanya Hali begitu mendapati Bundanya dan Gempa didepan pintu sambil menenteng tas untuk belanja. Taufan mengekor dibelakang Hali.

"Mau ke supermarket sebentar. Gempa ikut jadi Hali jagain Taufan ya," tutur Bunda. Hali hanya mengangguk patuh.

"Kalau hujan tidak usah disusul ya, bunda bisa pulang sendiri," imbuhnya.

"Baik, Bunda,"

"Gempa jalan dulu ya, Kak Hali, Kak Ufan!"

"Hati hati Gempa!" Taufan dengan girang memperingatkan adiknya itu.

"Yuk Gempa,"

Gempa dan Bunda sudah keluar rumah. Sekali lagi tersisa Halilintar dan adiknya si Overaktif, Taufan. Mereka kini sedang berada di ruang tamu. Halilintar yang membaca novel dan Taufan yang sedang bingung mau melakukan apa untuk melawan kebosanan.

"Kak, main yuk," Taufan mengelurakan puppy eyes no jutsu andalannya.

Halilintar tidak hanya diam tak bergeming.

"Kak Hali kok gitu? Kenapa ga mau main sama ufan?" Raut wajah sedih yang dibuat buat Taufan tunjukan kepada kakaknya.

"Kau bisa bermain sendiri kan? kau tidak perlu ku jaga sampai kau jatuh karna kau sudah bisa berjalan kan? bukan anak kecil lagi." sahut Halilintar ketus.

Halilintar. Pemuda itu memang tempramental, kesendirian adalah ketenangannya. Tak ayal jika ia langsung tersulut emosi saat menghadapi bocah overaktif satu ini.

"Kak Hali nggak seharusnya bilang gitu kan ke Ufan?" Taufan tak percaya, kata kata yang terlontar dari mulut Halilintar terasa sesak didadanya.

"Bermainlah sendiri Taufan." kata Halilintar singkat, lalu ia pergi ke kamarnya yang berada di lantai dua.

Tinggallah Taufan seorang di ruang tamu ini, ia bingung harus berbuat apa agar rasa bosan ini enyah dari benaknya.

"Kak Hali kok gitu sih," lirihnya.

Sedangkan Hali yang berada di kamarnya tersentak kaget saat melihat gulungan air dari luar jendela kamarnya. Mata nya terbuka begitu menyadari betapa kotor nya air itu, dan ada beberapa benda seperti rumah, kayu, ranting pohon, dan lain sebagaiannya.

Ia kemudian menutup rapat jendela tersebut dengan lemari, Halilintar gemar berolahraga. Mendorong lemari bukan lah hal sulit.

Setelah memastikan air itu akan terhalang sebentar oleh lemari, ia pergi ke bawah untuk menyelamatkan adiknya. Taufan.

Halilintar menuruni tangga dengan tergesa gesa, ia berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan adiknya.

"Taufan!!! Pergilah!!!"

Taufan yang mendengar teriakan kakaknya pun ikut kaget saat gulungan air itu tepat berada dibelakang Halilintar.

"Kak Hali!!!" Taufan panik berusaha menyelamatkan kakaknya.

Nahas. Semesta menyanyangi Halilintar. Ia menginginkan Halilintar kembali pada-Nya. Bukan kepada Taufan.

Sebelum Halilintar benar benar tenggelam tadi, ia sempat mencoba menyelamatkan Taufan. Dengan melemparkannya ke atas lemari, berharap Taufan bisa berpegangan pada atap dan berada di atas sana, lalu menunggu pertolongan datang.

Tapi, Halilintar tidak bisa menyelamatkan dirinya. Ia tak punya pegangan saat itu. Hanya ada satu pegangan yaitu ujung tangga, itupun sudah lenyap tepat setelah ia melempar Taufan.

"KAK HALI!!!"

Halilintar hanyut karena arus banjir yang begitu deras. Tenaga nya tak cukup kuat untuk melawan kehendak sang Maha Kuasa. Sempat dilihatnya Taufan yang berhasil berpegangan kuat pada usuk plafon. Selangkah lagi Taufan bisa menuju atap.

Halilintar. Kini hanya tinggal nama dan kenangan, adiknya menangis berharap sang kakak dapat kembali.

"Hiks... Kak Hali...."

Banjir dengan arus yang cukup deras melanda pemukiman yang ditempati keluarga Taufan. Banjir ini diakibatkan oleh hujan yang sudah 3 hari ini mengguyur daerah tersebut.

Taufan. Kau sendiri. Kakakmu sudah dipanggil ke rumahnya yang sebenarnya. Kamu tidak bisa melakukan apa apa lagi. Berdoalah Taufan, semoga kakakmu bahagia di alam sana.

"KAK HALI!!!"

Netra Heterochromia Biru dan Coklat itu mengeluarkan liquid bening yang disebut air mata.

Tbc...
Vote and comentnya yak!
See you next chapter :>

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top