🥀 Satu 🥀
Seorang gadis kurang lebih berumur delapan belas tahunan, tengah berdiri sembari berkacak pinggang setelah merapihkan gudang bunga milik keluarganya. Ia harus melakukannya, supaya gudang tersebut nampak selalu bersih, rapi, dan terawat.
"Azura," teriak seorang wanita yang tak lain adalah ibunya.
"Iya, Ma. Ada apa?" tanya Azura sembari menghampiri ibunya yang tengah merancang bunga ke dalam vas bunga berbahan kaca.
"Tolong gantikan Mama di depan dulu sebentar. Mama harus merancang bunga ini secepatnya, karena permintaan teman mama yang mendadak." Mama Azura nampak fokus pada pekerjaannya tanpa melirik Azura sedikitpun.
Azura mengangguk kemudian pergi menuju toko bunga milik keluarganya yang terletak di depan rumah mereka. Keluarga Azura begitu menyukai bunga. Kecintaan terhadap bunga ini sudah turun temurun dari nenek moyang mereka. Hingga tak heran jika keluarganya adalah seorang perancang bunga yang begitu mahir dan hebat.
Tiap harinya banyak sekali pelanggan yang selalu datang pada toko mereka, baik dari orang tua, remaja, dewasa, bahkan anak-anak juga sering datang pada toko mereka.
Permintaan dari mereka itu sungguh unik. Jika hadiah untuk orang sakit, ulang tahun, menembak pacar, sudah tidak asing, maka terkadang mereka membeli buket bunga hanya menginginkan mawarnya saja, menginginkan kertasnya, menginginkan pitanya saja hanya untuk pajangan kamar, rumah, hingga untuk jimat pribadi.
Kala itu para pekerja di "Flower Ken" tengah sibuk menerima begitu banyak pelanggan yang tiba-tiba membludak entah dari mana. Azura memeriksa sekelilingnya barangkali menemukan seseorang yang belum terlayani. Dan benar saja, ada seorang anak kecil yang didampingi kakaknya tengah berdiri di dekat pintu sembari melihat-lihat. Azura tersenyum kemudian menghampiri kedua anak kecil itu.
"Ada yang bisa kami bantu?" tanya Azura ramah pada kedua anak kecil itu.
"Kakak, kami menginginkan bunga untuk ulang tahun ibu kami. Tetapi, kami hanya memiliki uang sedikit." Mereka memperlihatkan celengan boneka beserta uang recehan di tangannya.
Azura mengelus rambut kedua anak tersebut. "Kalian bisa mendapatkan buket yang kalian inginkan. Mari ikut kakak untuk menghitung uang kalian."
Kedua anak itu saling menatap. Mereka tersenyum kemudian mengikuti Azura untuk duduk di sofa yang sudah disediakan oleh toko mereka. Setelah mereka duduk, Azura mengambil celengan boneka tersebut dan membukanya. Mereka bertiga sibuk menghitung uang recehan di dalamnya. Tak lama menghabiskan waktu, akhirnya mereka selesai menghitung uang.
"Jumlahnya ada tigapuluh ribu rupiah. Kalian tentu saja bisa mendapatkan buket sesuai keinginan kalian."
"Woah! Aku bersyukur uang yang selama ini kami kumpulkan ternyata cukup untuk membeli hadiah untuk ibu kami."
"Jadi, kenapa kalian memilih bunga untuk dijadikan hadiah untuk ibu kalian?"
Mereka berdua menunduk.
"Kami memberikannya karena akhir-akhir ini ibu kami terlihat lelah bekerja dan jarang menghabiskan waktu untuk kami. Jadi, kami ingin memberikan kehangatan dan rasa rindu pada ibu kami lewat bunga."
"Ide yang bagus. Kalau begitu ayo lihat aku membuat buketnya." Mereka bertiga berdiri dari posisi duduknya kemudian mulai bersiap-siap untuk merancang bunga.
Pertama, Azura memotong batang bunga mawar berwarna peach untuk disejajarkan. Lalu, ia mengambil bunga tulip berwarna putih dan ia rangkai dengan bunga mawar peach. Ia juga memberikan bunga-bunga warna lainnya untuk mempercantik bunga. Yang dominan dari buket tersebut adalah bunga mawar peach dan tulip berwarna putih. Hal ini dikarenakan,
Mawar berwarna peach : melambangkan kehangatan. Kedua anak kecil tadi, menginginkan kasih sayang dan kehangatan yang ingin mereka dapatkan lagi dari ibunya.
Tulip putih : permohonan maaf dan kepedulian. Hal ini dikarenakan, kedua anak kecil itu ingin meminta maaf karena telah merepotkan ibunya. Dan untuk kepedulian, mereka ingin ibunya peduli lagi pada mereka dan bermain bersama dengan mereka lagi.
Setelah menyatukan bunga dengan kawat, Azura mengambil beberapa kertas bunga yang telah dipotong. Lalu mengambil sebuah pita untuk mengikatnya.
"Sudah jadi." Azura memberikan buket tersebut pada kedua anak kecil itu.
Kedua anak itu terdiam kagum dengan keindahan buket yang dirancang oleh Azura. "Terima kasih, kakak," ucap mereka kompak kemudian pergi meninggalkan Azura. Azura tersenyum, kemudian kembali menuju toko.
🍃🍃🍃
Sore itu, seorang pria berjalan di trotoar dengan santai sembari bersiul. Sesekali dia melirik jam tangannya untuk menampakan peta lokasi yang harus ia tuju setelah ditekan. Saat ada pertigaan jalan, ia kemudian belok kanan lalu lurus dan berlari kilat sejauh satu kilo meter. Dalam beberapa menit ia sampai pada sebuah toko bunga yang nampak sudah agak sepi. Pria itu mencari-cari keberadaan rumah yang terdapat bel-nya, dan ia menemukan sebuah pintu rumah di samping toko. Dengan sigap, ia berjalan ke sana lalu menekan bel tersebut.
Ting nong... suara bel berbunyi.
Azura yang kala itu tengah membersihkan dapur bekas memasak, langsung saja menghampiri pintu rumahnya. Dia membuka pintu tersebut dan melonjak kaget. Ia menatap pria berjaket tersebut dari ujung kaki hingga kepala secara teliti kemudian menatapnya heran.
Perasaan aku tidak memesan apapun, mamaku juga tidak, tetapi kenapa ada kurir datang? Apa dia salah alamat?
"Nona Azura, benar bukan?" tanya seorang kurir tersebut.
"Iya dengan saya pribadi."
"Tolong tanda tangani di sini." Kurir itu memberikan sebuah kotak yang di atasnya terdapat kertas.
Tanpa ada rasa curiga, Azura patuh kemudian menandatangani paket tersebut. Setelah selesai, pria itu berterima kasih kemudian pamit kepada Azura.
Azura melihat-lihat sekeliling kotak tersebut, lalu pergi menuju kamarnya untuk membuka isi dari paket tersebut. Setelah menutup pintu kamar, ia menyimpan kotak tersebut di atas mejanya lalu mulai membuka kotak tersebut.
"Pena?" gumamnya heran.
Ia melihat-lihat sekeliling pena tersebut. Ia juga sudah mencoba menulis pada kertas menggunakan pena itu. Hanya ada salah satu tombol yang belum ia tekan yaitu tombol bertuliskan on dan off. Tanpa rasa takut sedikitpun, ia mengalihkan tombol dari off menjadi on. Pena yang tadinya sejengkal kini telah berbuah memanjang sekitar satu meter.
"Selamat sore, bertemu lagi denganku Purpella. Siapa namamu?" Mendengar hal itu, membuat Azura melemparkan pena yang memanjang tersebut. Dengan kaki yang bergetar disertai bola mata yang membulat, ia menjauh dari pena misterius itu perlahan-lahan hingga dirinya menempel pada dinding.
"Kenapa kau melemparkanku? Dasar majikan bodoh!" Kemudian, pena yang memanjang seperti tongkat tadi berubah menjadi suatu karakter unik seperti peri dalam film Tinkerbell. Ia terbang mendekati Azura yang terdiam gugup tak berkedip.
Peri itu berambut ungu dikepang, baju dress biru, mata ungu, dan tubuh yang mungil.
"Bukankah kau yang memintaku datang? Kenapa kau meleparkanku, hah!" teriaknya pada Azura. Langsung saja, Azura mengambil sapu yang kebetulan terletak di sampingnya. Tanpa aba-aba ia melayangkan pukulan pada Purpella telak dengan batang sapu plastik. Karena serangan dadakan, Purpella tak bisa menghindar dan terjatuh ke lantai di hadapan Azura. Jika digambarkan disekeliling kepala Purpella sepertinya sudah banyak sekali bintang dan burung yang mengelilinginya.
"Aww...." Azura tersenyum miris.
Purpella terlihat linglung karena terkena pukulan yang begitu keras. Bahkan saking linglungnya, ia tidak mampu terbang seperti tadi. Karena tidak tega, Azura kembali mengambil Purpella dengan kedua tangannya lembut meskipun dengan rasa takut yang begitu tinggi. Di tangannya Purpella menatap manik mata Azura dengan tatapan polos.
"Azura, namaku Azura," kata Azura sembari menatap mata Purpella lembut.
🍃🍃🍃
Tbc
Hallo... Hallo semuanya>< author bikin cerita fantasi sekarang hehe... biasanya bikin cerita romance dan humor, kali ini author coba mau bikin cerita fantasi.
Semoga suka ya:)
Sabtu,23 maret 2019 oleh Mikurinrin_
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top