Useless Insecure
"Gin-san singkirkan kakimu sebentar," ujar Shinpachi yang ingin menyapu bagian bawah sofa yang sedang di duduki oleh Gintoki. Pria yang sedang sibuk membaca JUMP itu ber-hmm panjang lalu mengangkat kedua kakinya sejenak.
Walau ia membolak-balik bacaannya beberapa kali, secara visual ataupun audio, Gintoki tidak bisa memasukan informasi apapun ke dalam otaknya yang saat ini kosong klontang. Shinpachi yang mengoceh tentang hari ini mereka tidak mendapatkan pelanggan pun, di abaikannya.
"Gin-san bisa kau berhenti benggong seperti itu? Wajahmu jadi terlihat lebih bodoh daripada biasanya," Shinpachi merebut majalan JUMP itu dari tangan Gintoki. "Semenjak kau pulang dari tempat Hijikata-san kau terus seperti itu. Apa kau bertengkar dengannya?"
Wajah Gintoki makin terlihat suram. Tebakan pemuda berkacamata itu tepat sasaran. Dia dan mulut embernya, kenapa kemarin ia mengatakan itu pada Hijikata?
Semenjak Hijikata mengetahui identitasnya sebagai Alpha, terlihat jelas Hijikata semakin menjauhinya. Kemarin Gintoki sengaja mendatangi markas Shinsengumi untuk membicarakan masalah itu dengan sang wakil komandan yang terkenal keras kepala. Sesuai dugaannya Hijikata tidak mau mendengarnya, melihat mukanya pun enggan. Sungguh kejam sekali.
"Jatuh cinta padamu ataupun terlahir sebagai Alpha, kau pikir aku menginginkannya?"
Gintoki paling benci saat Hijikata mengabaikannya, itu membuatnya gelisah dan fruastasi. Dia tahu hubungannya dengan Hijikata sangatlah ambigu, mereka tidak pernah kencan biasa, setiap kali bertemu yang mereka lakukan hanya pergi ke hotel cinta.
Tapi Gintoki masih berharap agar Hijikata merubah pikirannya. Jatuh cinta pada seorang Alpha atau lahir sebagai Alpha, keduanya bukanlah keinginannya, ini hanyalah hasil dari ulah dewa takdir yang terlalu mempermainkannya.
Pada akhirnya ia hanya menyakiti Hijikata dengan ocehan bodohnya. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa Hijikata yang sepertinya selalu cuek itu bertingkah seperti itu setelah mendengar perkataannya.
"kau masih punya waktu untuk membenahi dirimu sendiri."
Cinta memiliki waktu, cinta adalah emosi yang bukan abadi dan tidak pula kekal.
Pada dunia dimana lelaki pun bisa hamil. Orientasi seksual yang dulunya dianggap melenceng bukan menjadi keputusasaan seseorang lagi. Ini adalah dunia dimana kau bisa mencintai siapapun, tanpa melihat jenis kelamin mereka.
Tapi Alpha dan Alpha? Terlebih lagi mereka sesama lelaki. Kombinasi itu sangatlah rapuh. Sesama Alpha tidak bisa menandai satu sama lain, mereka masih bisa terpengaruh oleh Heat Omega lainnya. Dan ada sebuah legenda mengenai "Pasangan takdir" suatu saat nanti seorang Alpha pasti akan bertemu dengan Omega yang di takdirkannya.
Maksud Hijikata untuk membenahi dirinya sendiri adalah belum terlambat bagi Gintoki untuk mengubah perasaannya, mungkin suatu saat nanti mereka berdua bisa bertemu dengan Omega yang menjadi takdir mereka.
"Ah bisa dibilang begitu," Gintoki menjawab seraya menyisir poninya dengan jari-jarinya. Wajahnya menunjuk kata frustasi dan gelisah, tidak biasanya pria itu menunjukan emosinya begitu saja. "Aku mengatakan sesuatu yang tidak penting dan mungkin aku sedikit menyinggungnya."
"Na Gin-san," Shinpachi duduk di sebelah atasannya itu. "Sebenarnya aku heran, Dari semua orang kenapa kau memilih Hijikata-san?" tanyanya polos tanpa dosa. Pemuda itu sungguh penasaran. Gintoki dan Hijikata memang mempunyai banyak kemiripan namun kepribadian mereka bagaikan air dan minyak.
Sebenarnya bagian mana yang membuat Gintoki tertarik pada pria yang secara kepribadian sampai minatpun sangatlah bertolak belakang darinya itu?
"Setiap kali membahas Mayora kau membuat beraneka ragam reaksi yang mencurigakan," Kagura yang sedang duduk di seberang menambahkan.
"A--apa aku terlihat seperti itu?" tanya Gintoki sedikit terkejut. Selama ini dia berusaha menutupi hubungannya dengan Hijikata. Tapi kelihatannya usahanya belum bisa mengelabui orang-orang terdekatnya.
"Yah kau tipe yang kalau sudah serius kau pasti tetap akan meneruskannya kan?" Shinpachi tersenyum kecil. "Tapi Gin-san. Kelihatannya kau sedikit kesusahan menghadapi Hijikata-san kan? Apa kau akan baik-baik saja?"
"Patsuan Alpha sepertimu harusnya juga tahu," Gintoki menjeda dan menghelakan nafas panjang. "Bayangkan saja kalau kau jatuh cinta pada-- hmm....coba misalkan kalau kau menyukai si pangeran sadis. Aku tanya, apa yang akan dikatakan kakakmu nanti?"
"Oh kau rupanya juga mengkhawatirkan hal seperti itu Gin-san?" Shinpachi terkekeh kecil. Mengabaikan contoh yang buruk itu, pemuda itu sudah memahami maksudnya. "Tentu saja menyukai sesama Alpha laki-laki sangatlah merepotkan, beda cerita kalau kau menyukai Alpha perempuan kan?"
"Gin-chan!" Kagura bersuara lantang, menarik perhatian kedua laki-laki Alpha di dalam ruangan tersebut. "Asal kau tahu Mayora bukan tipe lelaki murahan yang mau-maunya melakukan biiip dan biiiip atau biiiiiip dengan orang yang tidak disukainya!"
"Kagura-chaaan!!" Shinpachi berteriak dan menutup kedua telinganya, tak tahan mendengar kata-kata semacam itu keluar dari anak gadis seumurannya. Lagipula darimana Kagura belajar hal-hal seperti itu?
"Oi oi kalian tidak akan memahami susahnya jadi orang dewasa," keluh Gintoki sambil mengorek telinganya. Cuek saja setelah mendengarkan ucapan Kagura yang terlewat vulgar. "Ini wakil komandan Tsundere yang kita bahas, kalian ingat?"
"Justru karena dia karakter Tsundere makanya kita bisa membenarkan apa yang dikatakan Kagura-chan tadi kan?" Dari pembicaraan ini, nampak Shinpachi mengingat sesuatu. Pemuda itu merogoh sakunya lalu memamerkan sesuatu kepada kedua orang di dalam ruangan tersebut.
"Mau mencoba memainkannya? Mungkin saja bisa dapat ide," tawar si Otaku dengan bangganya ia mengacungkan kaset game simulasi kencan dalam ruangan tersebut.
"Eeeh?" Gintoki menatap risih kaset itu. "Yang beginian bisa memecahkan masalahku?" tanyanya lalu mengambil barang tersebut dari tangan Shinpachi.
Hari ini Yorozuya tidak mendapatkan pelanggan barang seorang pun. Demi menghabiskan waktu senggang, akhirnya mereka bertiga mengikuti ide konyol Shinpachi.
OXO
Seharian penuh Hijikata mengurung diri di dalam ruangannya. Pria itu duduk di depan meja yang tertutup tumpukan dokumen, asbak di sebelah kanannya di penuhi sampah puntung rokok. Menghiraukan abunya yang kemana-mana, ia terus berkutat dengan pekerjaannya.
Hanya dengan cahaya lampu meja. Ruangan itu tertutup rapat dengan asap rokok memenuhi ruangan tersebut. Dalam kondisi seperti itu, Hijikata masih bisa fokus membaca dan mengisi setiap dokumen penting di hadapannya.
Capek. Mengantuk. Haus. Lapar. Hijikata akhirnya sudah sampai pada batas kesabarannya. "Yama---" mau saja ia meneriakan nama bawahannya.
"Di sini wakil komandan!"
".......zaki."
Si empunya nama sudah membuka pintu ruangan tersebut dan menjawab panggilannya. Sang inspektur berwajah culun itu menatap ngeri kondisi ruangan tersebut.
"Woah apa yang terjadi disini?"
Yamazaki mengibaskan tangannya, gumpalan asap rokok yang terjebak lama di dalam ruangan itu seperti mencekiknya. Bagaimana bisa Hijikata bekerja di dalam kekacauan itu?
"Selagi aku pergi mandi bereskan ruangan ini," titah Hijikata seraya melepaskan dasinya. "Semua dokumen yang harus di kumpulkan hari ini sudah selesai," tambahnya sebelum meninggalkan ruangan, menyisakan Yamazaki yang meratapi nasibnya menjadi tukang bersih-bersih hasil kekacauan atasannya.
Dalam perjalanan menuju ke pemandian. Di koridor ia berpapasan dengan seorang remaja berambut coklat yang hobinya berjalan sambil memakai earphone dan mengunyah permen karet.
"Otsukaresama desu," ucap Sougo menyapanya.
"Hmm...." Hijikata yang terlalu lelah hanya mengangguk malas. Kalau dia berkata lebih, ia ragu kalau Sougo akan membiarkannya lewat begitu saja.
"Hijikata-san apa yang terjadi setelah kau mengambalikan payung ke Danna?"
Kenapa pula Sougo membahas kejadian seminggu yang lalu. Bahkan ketika Hijikata mencoba menghiraukan keberadaannya sekalipun, Sougo masih tidak membiarkannya lewat begitu saja.
"Kenapa kau tahu itu punyanya?" Hijikata melirik risih. Dia sama sekali tidak ingat membawa-bawa nama si pemilik Yorozuya saat bilang mau pergi mengembalikan payung.
Sougo tersenyum miring. "Hanya menebak," jawabnya santai. "Apalagi aku hanya merasa aneh. Tempo hari Yorozuya no danna terlihat terburu-buru ingin menemuimu."
Rupanya Sougo yang membiarkan Gintoki masuk ke dalam markas. Sebenarnya apa yang dilakukan para penjaga pintu gerbang? Apa mereka mau gaji mereka dipotong? Batin Hijikata sewot, terlalu lelah untuk mengungkapkan kekesalannya.
"Bukan urusanmu," ketus Hijikata lalu berjalan melewati remaja yang kelewat cerewet itu. "Hmm...oh!" namun ia kembali berbalik. Hijikata baru saja mengingat sesuatu. "Oi Sougo. Apa kau tahu dia Alpha?" tanyanya.
"Sekali lihat juga tahu kan?" jawab Sougo memandangnya aneh. "Mana mungkin laki-laki seperti itu Beta atau Omega," tambahnya sambil bersedekap dada.
"Dia bilang dia Beta," Hijikata memukul jidatnya. "Kukira tidak ada yang mencurigainya, jadi kutelan saja perkataannya."
"Kalau si culun berkacamata itu saja Alpha. Mana mungkin orang seperti Danna Beta kan? Apa kau mau pensiun?"
Ocehan terakhir Sougo sangat menusuk. Instingnya sebagai polisi tidaklah setumpul itu, Hijikata hanya ingin mempercayai Gintoki, itu saja.
"Lagipula mau dia Beta atau Alpha memang apa bedanya?"
Hijikata dikejutkan oleh pertanyaan tersebut. Selama Gintoki atau dia bukanlah Omega semuanya hanya omong kosong, begitu maksudnya kan? Karena mereka berdua sesama laki-laki.
"Kondo-san mencemaskanmu," intonasi berbicara Sougo melembut. "Ah tapi dia juga mencemaskan danna. Itu karena kau punya kebiasaan untuk mengatakan sesuatu yang tidak perlu dan membuat orang yang kau cintai tersakiti," ujarnya lalu menepuk pelan pundak Hijikata.
Setelah itu Sougo meninggalkannya berdiam diri sendirian di tengah koridor. "Orang yang kucintai huh," gumam Hijikata lirih seraya mengelus pundaknya yang di tepuk barusan.
Dulu sekali, saat Hijikata masih berlatih di bawah naungan Dojo milik keluarga Kondo. Seorang gadis jatuh cinta padanya dan memintanya untuk mencoba menjadi kekasihnya. Perempuan itu cantik dan berperangkai lembut, sangatlah berbeda dengan adik laki-lakinya.
Okita Mitsuba, nama gadis itu. Hijikata menyukainya dan mencintainya, namun ia tak mampu untuk mencintai gadis itu selain mencintainya sebagai keluarga. Bayang-bayang Kondo-san lebih berpengaruh di dalam hidupnya. Dan dia mulai berpikir: andai dia seorang wanita atau Omega ia ingin menjadi istri Kondo-san. Perasaannya saat itu bagaikan seorang anak perempuan yang berkata ingin menikahi ayahnya di masa depan.
Hijikata hanya bisa meminta maaf pada Mtsuba, berkata "Aku tidak bisa mencintaimu layaknya seorang pria mencintai seorang wanita."
Mau bagaimana pun ia mengutarakan isi hatinya. Pada akhirnya ia hanya menyakiti gadis itu. Seperti yang dikatakan Sougo, dia hanya bisa menyakiti orang yang di kasihinya.
"Na Hijikata. Setiap hari aku ingin makan sup miso buatanmu," ucapan bodoh Gintoki terus terngiang di kepalanya. Setiap kali mengingatnya Hijikata tersenyum kecil, merasa sedikit bahagia mendapatkan lamaran konyol yang tak sesuai tempatnya.
"Mungkin yang harus di benahi itu adalah isi kepalaku," bisik Hijikata kepada dirinya sendiri.
OXO
Semua lampu sudah dipadamkan. Kagura sudah masuk kedalam lemari sementara Gintoki sudah lama ngorok di kamarnya. Sadaharu tidur di bawah kursi ruang tengah. Anjing berbulu putih raksasa itu di bangunkan oleh suara lirih dari langkah kaki seseorang yang berasal dari luar.
Tak lama kemudian ada suara ketukan dari pintu depan, Sadaharu langsung menggong-gong sekali untuk membangunkan majikannya. Ukuran anjing sepertinya bisa langsung membuat kegaduhan hanya dengan sekali bersuara. Kagura yang sudah lelap tak mungkin untuk di bangunkan, yang tersisa hanya Gintoki.
Sang pemilik rumah keluar dari kamarnya. Penampilan pria bersurai perak itu lebih dari kata acak-acakan. Rambutnya berantakan, wajahnya kusut, matanya menyipit setengah tertidur. Ia berjalan terhuyung mendekati pintu depan.
"Bentar oi! Siapa sih malam-malam begini datang bertamu. Mengganggu tidur orang saja," omelnya yang 100 persen tidak mungkin terdengar oleh orang di luar sana.
"Ano ne Kalau kau punya permintaan pekerjaan kau bisa datang besok pagi," ujarnya tanpa melihat siapa di balik pintu tersebut. Tak mendapatkan balasan apapun. Gintoki mengadahkan kepalanya sedikit, mau melemparkan unek-uneknya.
Tak jadi mengumpat. Kedua matanya membulat sempurna. Itu sang wakil komandan Hijikata Toshiro, orangnya sendiri yang datang mengunjungi rumahnya. Ini pertama kalinya Hijikata mendatangi Yorozuya, semenak pria berponi V itu kesurupan pedang terkutuk yang membuatnya menjadi Otaku pengecut.
"Apa aku masih di dalam mimpi?" Gintoki mencubit pipinya sendiri. Jujur saja setelah kejadian kemarin, dia tak yakin akan secepat ini bertemu lagi dengan Hijikata.
"Oi berhenti mengoceh tidak karuan," tanpa belas kasihan Hijikata menyentil keras jidat pria yang masih setengah tidur itu. "Biarkan aku menginap," sambungnya yang langsung membuat si pemilik rumah terbangun dari rasa kantuk beratnya.
"K--kau gila!?" Gintoki menahan teriakannya, sebagai gantinya ia menarik kerah kimono Hijikata dan berbicara tepat di telinganya. "Kagura ada di dalam tahu!!" serunya seraya menguncang tubuh lelaki yang sepertinya tidak tahu bagaimana situasi di kediamannya. Kalau lupa, saat ini dia sedang merawat 2 orang remaja, meski yang satunya selalu tidur di rumahnya sendiri.
".......kau mau memakannya kan?" Suara Hijikata sangatlah lirih, tapi sedikit sampai ke telinga Gintoki. "Sup miso. Katanya kau mau makan buatanku," saat mengulangi perkataannya. Kali ini pandangan keduanya bertemu, Hijikata menyeringai puas setelah melihat reaksi Gintoki yang gelagapan karenanya.
"Tsk kau...." Gintoki mendadak lemas. Ia berjongkok sambil menutupi wajahnya yang memerah padam. "Kenapa kau selalu susah di tebak sih," keluhnya.
Keesokan paginya kediaman Yorozuya di penuhi wangi semerbak sarapan buatan Hijikata. Kagura merasakan dejavu, rasanya kediaman mereka pernah mengalami hal yang sama. Seseorang yang entah darimana memaksa gadis itu untuk keluar dari dalam lemari dan memaksanya untuk cuci muka dan sikat gigi sebelum makan. Hanya saja kali ini yang melakukannya tak lain dan tak bukan adalah sang wakil komandan kesayangan si pemilik rumah.
Gintoki tak bisa menahan senyumannya. Bagaikan mimpi menjadi nyata. Pagi ini Hijikata dengan kimono kasualnya sedang duduk bersama mereka, mengambilkan jatah nasi untuk Kagura dan dirinya.
"kau mau makan atau tidur? Buka matamu dan kunyah makananmu dengan benar," oceh Hijikata pada Kagura seraya beranjak dari tempat duduknya.
Setelah selesai dengan pekerjaannya, Hijikata sama sekali tak menyentuh masakannya sendiri. Lebih tepatnya, dia tidak menyiapkan jatah untuk dirinya sendiri.
"Eh!? Kau tidak makan bersama kami?" tanya Gintoki yang baru menyadari setelah pria itu menyelipkan pedangnya ke sisi kiri sabuk obinya.
"Biasanya aku tidak sarapan," jawab Hijikata lalu membenahi posisi kerah kimononya. "Apalagi setelah ini aku harus mendatangi rapat penting."
Mau tak mau Gintoki membiarkannya pergi. Saat pintu depan tertutup, Gintoki langsung meluapkan segenap perasaannya. *DUAAK!! Pria bersurai perak itu membanting kepalanya ke meja dengan keras, hanya sekali tapi cukup untuk membocorkan kepalanya.
Kagura menatap datar kesintingan Gintoki dan terus melahap sarapannya. Meski ini pertama kalinya ia melihat pria pemalas itu sesenang ini.
"Gin-san tadi aku berpapasan dengan Hiji---" Shinpachi yang baru saja datang tertegun melihat kondisi Gintoki. "A--apa yang terjadi?" tanyanya pada kagura.
Gadis itu terus mengunyah, menjawab hanya mengacungkan semangkok miso panas. Hanya dengan melihat gestur tersebut Shinpachi mampu memahaminya, "Apa Hijikata-san yang membuatnya?" tanyanya cuma ingin lebih meyakinkan.
Kagura mengangguk. "Untung saja dia tidak memberi kita makanan anjing. Ya kan Gin-chan?" ujarnya sedikit jahil kepada pria yang nampaknya sudah mampus tertekan kebahagian yang tak terduga.
To be Continue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top