The Little Girl
Yamazaki menghela nafas panjang, terpanjang setelah sekian lamanya semenjak misi pertamanya dengan anak perempuan sang wakil komandan.
Si inspektur yang baru saja pulang dari misinya bersama dengan putri atasannya tersebut dan pleton devisi 1 harus mendengarkan ceramah panjang dari sang komandan.
Ceramahan tersebut berawal mula sesaat setelah Kondo melihat penampilan berantakan Tenko. Gadis remaja itu mengalami luka kilir di kaki kirinya dan luka sayatan di lehernya.
Saat ditanya Tenko menjawab semua pertanyaan Kondo dengan alasan semua luka tersebut berasal dari kecerobohannya sendiri.
Untungnya sang wakil komandan mengambil cuti sehari sebelumnya. Kondo masih mempunyai alasan untuk melarang wakilnya tersebut untuk datang ke markas dan ia berterima kasih pada Gintoki yang sakit di saat yang tepat.
"Kemarilah. Aku akan membantumu mengganti perban," ujar Yamazaki setelah selesai mendengarkan segala keluhan dari Kondo. Lelaki itu masuk ke salah satu ruangan kosong dimana Tenko sibuk melilitkan perban baru ke lehernya.
"Terima kasih," ucap Tenko sambil tersenyum kalem. Gadis itu menerima bantuan dari seniornya. Ia duduk membelakangi Yamazaki sambil menaikan rambutnya yang panjang agar perpotongan lehernya terbuka lebar.
Yamazaki tertegun sesaat, memperhatikan leher putih nan ramping di hadapannya.
Tenko adalah gadis remaja cantik berperawakan kecil dan kurus, terlihat lemah dan rapuh, yang siapapun kira dia bisa diambil keuntungan dengan mudah. Ketiga target mereka dalam misi kemarin hanyalah contoh kecil dari orang-orang kebanyakan.
"Boleh aku tahu," suara Yamazaki memecah keheningan. "Apa yang membuatmu marah sekarang?" tanyanya sambil tangannya bekerja melilitkan perban ke leher gadis remaja tersebut.
Semenjak menangkap target terakhir mereka. Tenko yang biasanya cerewet berubah menjadi pendiam. Mengetahui kepribadiannya. Jawabannya pasti tidak terletak pada luka-luka ringan yang di alaminya.
"Apa aku terlihat seperti itu?" Tenko balik bertanya. Walau tak melihat Yamazaki bisa menebak bahwa gadis itu telah memaksakan senyumannya.
"......entah apakah kau bisa memahami perasaanku. Tapi akan lebih baik kalau aku menceritakannya pada seseorang kan?" karena tidak ada jawaban dari lawan bicaranya. Tenko memutuskan untuk melanjutkan pembicaraan mereka.
"Aku tidak berbohong saat kukatakan semua luka yang kudapatkan adalah hasil dari kecerobohanku atau mungkin bisa di bilang.....kebodohanku."
OXO
Sehari sebelumnya,
Tenko terkurung di sebuah apartemen kecil yang gelap, pengap dan bau.
Gadis itu duduk di pojok ruangan dalam kondisi kedua tangannya di borgol di depan. Ia terlihat tenang, berwajah datar seraya mengamati ruangan kotor yang tak jauh berbeda dengan kandang binatang ternak.
"Bukannya dia terlalu meremehkanku?" Tenko menghela nafas pada borgol mainan yang terpasang di kedua pergelangan tangannya. "Yah. Setidaknya ini membuat pekerjaanku jadi lebih mudah," selagi membenahi posisi duduknya, matanya melirik ke arah satu-satunya pintu di ruangan tersebut.
Berlahan pintu itu terbuka, menunjukan seorang amanto separuh baya berkulit hijau. Pria alien itu merupakan target terakhirnya, sekaligus pelaku yang mengirimkan film porno ke akun pribadinya.
Dari semua target ialah yang paling terobsesi dengan idetitas gadis remaja yang akhir-akhir ini pamornya naik sebagai cosplayer yang suka berbagi fotonya di sosial media.
"Setelah dilihat dari dekat. Dia lebih menjijikan daripada yang kukira," dalam hatinya Tenko mengagumi penampilan buruk rupa sang amanto kriminal.
"Onii.....kenapa kau menahanku di sini?" gadis itu bertanya dengan suara lemah. Air mata mengalir bebas dari pupilnya yang sewarna dalamnya lautan, membasahi wajah jelita di balik riasan yang berusaha meniru karakter utama perempuan anime berseragam sailor.
"Kau milikku Tomoko-chan....." amanto itu menjamah kerah seragam gadis yang makin terpojokan itu lalu menariknya kencang sampai merusak beberapa biji kancing.
Tangisan Tenko menjadi-jadi, sekujur tubuhnya bergetar karena takut. Dengan kedua tangannya yang masih terbogol ia memeluk tubuhnya sendiri berusaha menutupi area dadanya yang terekspos.
"Aku sudah menghabiskan banyak uang untukmu dan kau menerimanya. Bahkan hari ini kau mau bertemu denganku."
Tiba-tiba tangan besarnya mengangkat tubuh gadis kecil yang tak berdaya itu lalu melemparnya ke atas futon yang di beber berantakan di tengah ruangan.
Sebelum Tenko berhasil berguling dan mengubah posisinya.
Pria dewasa yang berbobot 10 kali lipat darinya menggagalkan rencananya dengan langsung menidihnya.
"Be-berhenti kumohon!!" teriak Tenko sekuat tenaganya.
Sebisanya ia mencoba untuk memberontak. "Hmph!!" pria itu menjejalkan sesuatu kedalam mulutnya, meredam semua teriakan keputusasaannya.
"Mmmph!!" Tenko memejamkan matanya erat, sesaat setelah menyadari kemana tangan pria tersebut menyentuhnya.
Amanto itu merobek seragam sailornya lalu meremas payudara kecilnya, bahkan ia berani menjilat leher ramping gadis remaja itu dan meninggalkan beberapa jejak di sana.
Tenko kehabisan nafas. Di balik akting buruknya, isi kepalanya masih dingin,. Gadis itu masih tenang dan dia tahu apa yang harus dilakukannya.
Ekor matanya menangkap sebuah cutter di bawah meja.
Pisau kecil itu berada dalam jangkauannya namun dia memutuskan untuk tidak menggunakannya.
Misinya adalah menangkap target bukan membunuhnya. Kalau di misi lain ia pasti sudah menancapkan cutter itu ke tengkorak lelaki brengsek yang berniat memperkosanya itu.
"Kenapa mereka lama sekali?" dalam imajinasinya ia memutar bola matanya dengan malas. Sampai kapan dia harus membiarkan amanto sialan ini menyentuh tubuhnya seenaknya?
"Tomoko-chan Tomoko-chan," amanto itu terus memanggilnya dengan nama tersebut sambil menurunkan resletingnya.
Penis yang sama di dalam video di tunjukan di depan wajahnya. Tenko menghela nafas panjang, masih di dalam hati ia melakukannya. Di luar ia tetap setia pada aktingnya.
Entah apa yang dipikirannya namun gadis itu membiarkan lelaki itu untuk bermasturbasi di depannya sebagaimana apa yang di lakukan pria itu di dalam video.
"Ukh!!" Tenko memejamkan matanya lantaran wajahnya terkena cipratan cairan putih yang berasal dari kejantanan makhluk menjijikan di depannya.
Pada saat itulah dia selesai bermain akting, ini lebih membosankan dan lebih kotor dari ekspektasinya.
Pria itu tidak sempat menyentuhnya lagi. Kaki Tenko menendang kemaluan pria itu sekuat tenaganya lalu menendangnya sekali lagi untuk membuatnya menjauh darinya.
Selagi pria itu berguling-guling kesakitan sambil memegangi selangkangannya. Tenko berdiri dan merusak rantai borgol yang membelengu kedua pergelangan tangannya.
"Tsk...." Tenko mendecih seraya melepaskan kain yang menyumpal mulutnya. "Lain kali pakailah borgol sungguhan. Kau kira plastik seperti ini bisa bertahan lama?" omelnya seraya melotot pada makhluk di bawah kakinya.
Tidak lama kemudian terdengar suara kegaduhan yang diikuti dengan jatuhnya pintu apartamen. Sekolompok pria berseragam hitam familiar langsung masuk dan menginvasi tempat ruangan tersebut.
"Kenapa kalian lama sekali? Apa kalian sengaja?" dia melemparkan seluruh kekesalannya pada Sougo dan Yamazaki yang langsung menghampirinya.
"Maaf.....apartemen ini susah di lacak," diantara anggota bala bantuan hanya Yamazaki seorang yang berani menjawab.
Sementara Sougo menyibukan dirinya dengan memerintahkan anak buahnya untuk menyeret amanto yang setengah telanjang itu kedalam mobil tahanan.
"Hmm....." Tenko tidak bereaksi lebih dan mengabaikan pandangan simpati dari orang-orang Shinsengumi atas penampilannya.
Perasaan kasihan tidak berarti apapun untuknya.
Terlebih lagi karena barusan ia terlalu berlebihan bermain dengan targetnya.
Seharusnya dia tidak membiarkan sang target menyerangnya dan segera melumpuhkannya walaupun bantuan tak kunjung datang.
"Kuharap kalian mau membantuku menyembunyikan hal ini," ujar gadis itu seraya membungkuk dan mengosok pergelangan kaki kirinya yang sepertinya terkilir.
"Aku janji akan memastikan mereka tidak menyebarkan gosip aneh," kali ini Sougo yang membalasnya.
Tatapan tajam sang kapten devisi-1 menakuti seluruh anggotanya. Remaja itu tidak pernah meminta, apa yang keluar dari mulutnya semuanya merupakan perintah.
".....nyawaku ikut taruhannya. Mulutku tertutup rapat," tambah Yamazaki sambil tersenyum canggung.
"Hee....kalian lebih mudah di ajak kerja sama daripada yang kukira rupanya," komen Tenko lalu berjalan pincang untuk memungut cutter yang tadi di temukannya.
Semua anggota Shinsengumi yang lain sudah mengosongkan apartemen tersebut.
Hanya mereka bertiga yang tersisa.
Detik berikutnya teriakan panik Yamazaki memecahkan keheningan di ruangan kosong itu. Sementara Sougo membelalakan matanya melihat pemandangan di hadapannya.
Tenko menyayat lehernya. Dia yang pandai menggunakan berbagai jenis senjata sengaja menyayat bagian kulitnya yang ternodai oleh bekas ciuman hasil percobaan pemerkosaan yang di lakukan oleh amanto sialan sebelumnya.
Lukanya hanyalah luka goresan namun entah kenapa mengeluarkan cukup banyak darah. Seragam sailornya yang mulanya berwarna putih kini ternoda oleh cairan merah yang lengket.
"Dengan begini aku punya alasan untuk memperban bagian leherku," jelasnya santai atas tindakan gegabahnya barusan lalu mendahului keluar dari apartemen. Meninggalkan Yamazaki dan Sougo yang masih tertegun di tempat.
OXO
Apa yang terjadi padanya juga bisa terjadi pada orang lain. Menyadari hal tersebut membuatnya sangat marah dan ingin menghancurkan sekelilingnya.
Sebagai manusia buatan dengan tingkat kecerdasan tinggi. Tenko gagal memahami tindakan kotor yang dilakukan para makhluk menjijikan yang di beri nama 'pedophile' dan 'pemerkosa' oleh masyarakat.
"Kukira dengan membiarkan makhluk itu menyentuhku. Bisa jadi aku akan memahami hobi buruknya tersebut," untuk kesekian kalinya di tengah bercerita Tenko mengetuk lantai tatami dengan jari telunjuknya.
Yamazaki tersenyum hangat.
Walau tak memiliki ikatan darah gadis itu rupanya sedikit mirip dengan ayahnya yang berambut perak-----berani tapi ceroboh. Dan jangan lupakan sikap gegabahnya.
Perempuan berpunggung kecil dan rapuh itu membawa beban yang lebih berat daripada pria dewasa pada umumnya.
"Kau memang punya rasa keadilan yang tinggi huh?" komennya lalu tanpa sadar memeluk gadis itu dari belakang. Dia sudah selesai memakaikan perban untuk Tenko.
"Hmm?"
Tenko menoleh seraya memegang tangan yang melilit area perutnya.
"Apa yang kau katakan Zaki-kun? Bukannya yang seperti ini sudah kriteria dasar anggota Shinsengumi?" tanyanya kali ini dengan senyuman lebar yang mempesona.
"Sama seperti ayahmu kau juga maniak bekerja."
Mereka berdua saling bertukar canda tawa. Mau tak mau gadis itu harus mengakui bahwa seniornya tersebut berhasil memperbaiki suasana hatinya.
"Tidurlah. Besok kau harus segera pulang ke tempat danna kan? Pasti kedua orang tuamu sangat mencemaskanmu," ujar Yamazaki seraya mengelus puncak kepala Tenko yang kemudian menarik ujung lengan bajunya.
"Aww kau tidak mau tidur bersama?" tanya gadis itu dengan tatapan penuh harap.
"........sudah berapa kali kubilang? Terlalu dekat denganmu juga bisa mengancam nyawaku," jawab Yamazaki penuh kesabaran sambil menarik lengannya.
"Apalagi kau sudah cukup dewasa untuk di panggil sebagai wanita muda. Kau tahu itu?" ocehnya yang mengingatkan gadis tersebut dengan ayahnya yang berambut hitam.
Tenko mencibir. "Kalau pakai umur manusia aku hanya balita berusia setahun," protesnya sambil bersedekap dada.
"Ukh....kenapa semua anggota Shinsengumi harus laki-laki?"
".......apa kau mau menyelinap ke kamar komandan? Setidaknya hanya dia seorang yang tidak mungkin diamuk oleh wakil komandan."
"Papa bisa membunuhnya," koreksi Tenko dengan santai. Mungkin Hijikata akan membiarkannya tapi Gintoki tidak akan diam saja apabila putrinya tidur bersama gorila pria stalker.
"Oh kau benar," Yamazaki langsung menyetujuinya.
Setidaknya gadis itu cukup paham bagaimana sifat kedua orang tuanya.
"J-jangan mengoceh tidak karuan lagi, yang lebih penting sekarang kau harus istirahat!" tegur yang lebih tua sambil menunjuk ke arah futon yang sudah di gelar dengan rapi.
"Besok aku akan mengantarmu pulang."
"Eh!? Aku bisa pulang sendiri....." protes Tenko seraya mengembungkan kedua pipinya kekanakan.
"Dengan kakimu yang seperti itu? Jangan bercanda!"
Yamazaki menghabiskan waktunya dengan berdebat dengan gadis remaja tersebut. Dia harus menemaninya sampai anak itu tertidur karena kelelahan.
OXO
Keesokan harinya Yamazaki menepati janjinya untuk mengantar Tenko pulang ke rumah.
Di tengah perjalanan, mobil mereka melewati toko bunga yang masih memakai nuansa merah muda bekas perayaan hari kasih sayang yang terkenal itu.
"Ah.....aku benar-benar melupakannya," komen Tenko sambil menepuk jidatnya yang Yamazaki kira mungkin gadis tersebut ingin memberikan sesuatu pada kedua orang tuanya namun lupa lantaran di hari itu mereka masih menjalankan misi.
Mobil patroli mereka berhenti tepat di depan toko nenek Otose.
"Hmm...bisa tunggu aku sebentar? Aku tidak yakin apakah hari ini aku bisa pulang," minta Tenko sebelum turun dari mobil. Matanya melihat ke arah lantai dua----dimana rumahnya berada dengan tatapan enggan.
"Ha? Kau takut pada orang tuamu? Mereka tidak mungkin memarahimu karena luka-luka mu."
"Eh? Oh aku sedang mencemaskan hal lainnya," jawab Tenko lalu kembali melihat ke arah lantai dua.
"Jadi tunggu sebentar. Jangan kemana-mana!" lalu ia pergi meninggalkan Yamazaki kebingungan di dalam mobil.
Dengan susah payah Tenko menaiki tangga. Setelah di depan pintu rumahnya ia langsung menggesernya sambil berseru "Aku pulang papa, Tou-chan!"
Dan apa yang di temukannya?
Kedua orang tuanya sedang tidur bersama di atas sofa dalam keadaan telanjang bulat hanya tertutup sehelai selimut. Daripada menyambut putrinya, mereka berdua malah bertengkar menyalahkan satu sama lain tentang tentang siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas ternodanya mata putri mereka.
"Hahaha...." Tenko tertawa ringan.
Setelah mengingat hari apa kemarin dia sudah bisa menebaknya.
"Karena kelihatannya kalian masih sibuk. Aku akan menginap di rumah Shinpachi-kun," serunya memberitahu lalu menutup pintu di depannya.
"Jangan lupa kunci pintunya! Dan aku maunya adik laki-laki!" teriaknya yang mendapat jawaban samar dari dalam rumah.
Entah apa yang akan di katakan para tetangga mereka setelah ini. Dan itu semua salah Tenko yang meneriakkan sesuatu seperti itu di depan rumahnya.
"Kau tidak di usir dari rumah atau sejenisnya kan?" tanya Yamazaki hanya untuk memastikan.
Yamazaki yang menunggunya di dalam mobil menyambutnya dengan tatapan aneh terutama setelah Tenko bilang dia ingin menginap di kediaman Shimura.
"Anggap saja begitu," jawab Tenko sambil menggaruk belakang kepalanya dengan canggung.
Dia tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya.
Apa dia harus menjawabnya secara terang-terangan kalau dia baru saja menyaksikan orangtuanya bermesra-mesraan?
Melihat reaksinya Yamazaki jadi tidak ada keinginan untuk menggali informasi lebih dalam.
"......aku tidak tahu apa yang terjadi tapi aku cukup mengantarmu ke rumah Shimura kan?" tanyanya agar pekerjaannya cepat selesai.
"Yah..."
To be Continue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top