The Harmony

Anak perempuan itu bersurai perak panjang diikat dua, manik matanya bagaikan batu aquamarine kelas atas, kulitmya putih seperti boneka porselin klasik.

Saat pertama kali bertatapan mata dengan anak perempuan tersebut, Hijikata langsung jatuh hati pada anak yang mirip seorang malaikat yang turun dari bumi itu.

"........aku setuju mengadopsinya," kata-kata yang tak bisa dipercayai datang dari mulut seorang Hijikata Toshiro.

Gintoki yang ikut bersamanya di buatnya melongo, ini berbeda dari perjanjian mereka sebelumnya.

Bukannya Gintoki keberatan atau sejenisnya, dia senang Hijikata bersedia membangun keluarga baru dengannya. Namun, membesarkan anak kecil bukanlah pekerjaan sepele.

Sekalipun anak itu adalah Homunculus, atau bisa di sebut sebagai menusia buatan.

Matsudaira lah yang mengundang pasangan Gintoki dan Hijikata untuk mempertimbangkan apakah mereka ingin merawat anak hasil percobaan pemerintahan tersebut.

Anak itu dilahirkan untuk menjadi tentara pengawal Shogun di masa depan. Dia adalah manusia buatan yang mendekati kesempurnaan lantaran DNA nya dibangun hanya berdasarkan dari gen terbaik dari setiap Alpha di Edo, tak terkecuali gen Gintoki dan HIjikata.

Secara tak langsung, anak itu masih anak mereka berdua.

Mulanya Hijikata ingin menolak tawaran tersebut. Dia tidak ingin terlibat proyek pemerintahan yang sepertinya berencana untuk membuat senjata biologis berbentuk manusia tersebut. Dan Gintoki bisa memahaminya. Nyawa bukanlah sekedar mainan.

Namun setelah bertemu tatap dengan anak yang dimaksud, entah kenapa Hijikata berubah pikiran.

OXO

Gadis itu di beri nama Tenko. Karena Gintoki dan Hijikata yang belum menentukan siapa kepala keluarga diantara mereka, anak tersebut menjadi memiliki dua marga.

Apalagi gadis itu tumbuh di dunia militer dengan masa depan yang sudah di tentukan. Identitasnya sebagai warga sipil tidak begitu di perlukan.

Hanya dalam waktu setahun, anak itu tumbuh sebagai gadis remaja berusia 15 tahun. Kepribadiannya yang mulanya bagaikan malaikat berubah total menjadi seekor iblis betina licik, yang entah dia dapatkan darimana.

Waktu kecil dia di latih habis-habisan di bawah pembelajaran khusus para Shinobi. Setelah itu ia di pekerjakan di Shinsengumi, tempat ayahnya bekerja. Keberadaan gadis itu bagaikan setangkai bunga yang tumbuh di tengah kumpulan kotoran kuda.

Sebagai seseorang yang dilahirkan jenius. Tenko punya banyak kesamaan dengan Sougo. Itulah kenapa orang kebanyakan tidak menyukai orang jenius kan?

"Daripada menjadi pengawal aku lebih ingin menjadi detektif," oceh Tenko di tengah menyantap makan malamnya. "kalian tahu? Author kita sekarang sangat menggemari Danganronpa dan Ace Attorney," tambahnya yang langsung mendapat jitakan keras dari Hijikata.

"Berhentilah mengungkit Author," ketus Hijikata lalu duduk kembali di tempatnya. "kenapa kau sangat mirip dengan bapak tidak bergunamu itu?"

".........kau membuat Gin-san sedih," keluh Gintoki seraya menghela nafas di balik mangkoknya.

"Mmm~ tapi menjadi pengawal itu membosankan. Shogun-sama kan? Seharian penuh dia berada di dalam istananya, orang seperti itu tidak perlu di kawal," Tenko masih sibuk mengoceh. Mengabaikan tatapan maut HIjikata. Sudah berapa kali di bilang untuk tidak berbicara saat makan?

"Kau terlalu banyak menonton drama misteri Tenko-chan," Shinpachi tersenyum. Malam ini dia dan Kagura ikut makan malam bersama keluarga atasan mereka.

"Y--yah mungkin," entah kenapa raut wajah gadis itu berubah. Dia meletakan mangkoknya lalu menghela nafas panjang.

"Tapi selama aku bisa bekerja di Shinsengumi dan bekerja sama dengan Zaki-kun itu sudah lebih dari cukup bagiku. Menjadi polisi juga tidaklah terlalu buruk," setelah itu dia tersenyum riang sambil mengangguk mantap. Daripada meyakinkan orang lain, gadis itu seperti sedang meyakinkan dirinya sendiri.

Gintoki dan Hijikata saling bertukar pandang. Mereka berdua mengadopsi Tenko setelah mengetahui resikonya, tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk mengubah nasib gadis itu.

Sebaliknya di dalam lubuk hati  yang paling dalam. Mereka berniat untuk mencari jalan keluarnya, mungkin akan ada kesempatan untuk mengubah takdir anak gadis mereka.

"Nikmati waktumu di Shinsengumi," ujar Gintoki seraya mengelus puncak kepala Tenko. Hijikata tersenyum kecil melihat pemandangan tersebut, besok dia akan membicarakan masalah ini ke Kondo. Siapa tahu Tenko bisa di terima sebagai anggota tetap Shinsengumi.

OXO

Setiap pagi, setelah selesai rapat. Hijikata di tunjukan pada pemandangan Tenko yang sedang berlatih sendirian di halaman markas. Gadis itu membuat orang lain terpukau olehnya, terutama lawan jenisnya. Tidak hanya Hijikata seorang yang menonton latihannya, semua orang yang ada di sana lebih dari bersedia untuk meluangkan waktu mereka untuk menonton.

Biasanya Hijikata akan meneriaki mereka semua untuk segera kembali melanjutkan pekerjaan mereka. Untungnya bagi orang-orang itu, hari ini dia tidak punya tenaga untuk melakukannya. Ocehan Tenko kemarin malam terlalu mengusik pikirannya.

"Sebaiknya aku segera menemui Kondo-san," pikirnya lalu beranjak dari tempat. Setengah melamun, tanpa sengaja ia bertubrukan dengan seseorang.

"Oh Hijikata-san," itu Sougo berdiri di hadapannya, menyapanya dengan nada malas. "Setiap pagi kau selalu melamun memperhatikan latihan gadis itu. Kau benar-benar menganggapnya sebagai anakmu?" tatapannya membawa Hijikata kembali menoleh ke subjek yang di maksudnya.

"Kalau aku tidak menganggapnya demikian. Kenapa pula aku mengadopsinya?" Hijikata tersenyum miring. Terkadang Sougo tahu betul bagaimana membuatnya merasa tersinggung.

Dia memang baru merawat Tenko selama setahun dan anak itu sudah tumbuh besar dan kuat tanpa perlu ia dan Gintoki melakukan apapun. Namun perasaannya kepada gadis itu tidak pernah berubah, perasaan cinta yang membuatnya ingin mengadopsi anak itu.

"Tapi tidak kusangka," Sougo kembali membuka mulutnya. "Bahkan setelah setahun menikah dengan danna. Kau masih belum hamil.......kau ingat apa yang terjadi setelah bulan madu kalian?" Lalu remaja itu menghela nafas panjang seraya menoleh ke arah berlawanan dari lawan bicaranya.

"Be-berisik......." Wajah Hijikata memanas. Saat itu mereka melakukannya----seks---- sampai bau badan mereka berdua tercium sama. Bukan hanya sekedar bau sabun atau shampo yang sama, bau mereka berdua sampai tidak bisa di bedakan.

".....apa yang kau harapkan dari Alpha?" Hijikata bersedekap dada. Berapa persen kemungkinan seorang Alpha laki-laki melahirkan? 3% tidak lebih. Siapa yang akan berharap banyak pada angka segitu?

"Apa? Apa? Apa yang sedang kalian bicarakan?" Tiba-tiba Tenko muncul di antara mereka berdua. Matanya bersinar penuh harap agar dua orang laki-laki yang lebih tua darinya itu menjawab pertanyaannya.

"Sougo jii-chan apa kau mengganggu tou-chan lagi?" tanyanya lagi karena tidak mendapatkan jawaban dari siapapun.

"Ano sa......umur kita tidak berbeda jauh. Berhentilah memanggilku Jii-chan," Sougo memegangi kepalanya. Tenko adalah orang pertama yang bisa menjahili si pangeran sadis.

"Hehehe......" Tenko tersenyum. "Kalau aku manusia biasa pasti umur kita berbeda jauh," ujarnya sambil menyentuh bibirnya sendiri. Cahaya matanya bersinar jenaka dan kekanakan. Dia suka sekali iseng terhadap orang sekitarnya.

"Hari ini kau mau menemaniku patroli kan Sougo nii-chan?"

Semenjak Tenko menjadi teman patroli Sougo. Pekerjaan Hijikata sedikit berkurang, setidaknya setiap hari dia tidak perlu mondar-mandir mencari bocah tukang bolos tersebut.

Kalau bersama Tenko, kecil kemungkinan Sougo bisa kabur. Gadis itu akan selalu menempel pada rekan kerjanya, mau dengan siapapun itu.

Meskipun kebiasaan tersebut membuat Gintoki mencemaskannya setengah mati.

Setidaknya kebiasaan tersebut membantu banyak bagi Hijikata, jadi dia tidak pernah memarahi anak itu.

Terutama karena Tenko lebih kuat dan cerdik daripada laki-laki kebanyakan.

"Sana cepat pergi patroli. Aku mau ke tempat Kondo-san dulu," Hijikata melambaikan tangan mengusir keduanya lalu mulai berjalan menuju ke ruangan atasannya.     

OXO

"Jadi apa yang barusan kalian bicarakan?" tanya Tenko seketika mereka berdua masuk kedalam mobil patroli. Mengesampingkan nada bermainnya, Sougo yakin kali ini gadis itu serius bertanya.

"Tidak ada yang spesial," jawab Sougo seraya menghela nafas di depan setir.

"Kau tahu kedua orang tuamu Alpha kan? Aku cuma iseng bertanya bagaimana bisa si brengsek Hijikata masih belum mengandung anak danna," jelasnya agar Tenko lebih puas.

"Ooh......" hilang sudah ketertarikan Tenko terhadap masalah tersebut.

"Kuharap mereka berdua cukup bahagia merawatku," ia kembali tersenyum. "Kalau tidak mereka harus menungguku mati. Tapi tenang saja umur homunculus sepertiku tidak sebanding dengan kalian manusia," ocehnya seraya mengosok dagunya.

"Kalau kau berani bilang di depan orang tuamu. Mungkin mereka berdua bisa menangis tahu," Sougo mengacak surai perak gadis tersebut.

Ekpresinya masih datar dan pandangannya masih fokus menuju jalanan. Namun sentuhannya terasa hangat dan ramah, sesuatu yang tidak begitu Tenko pahami.

"Onii.....tolong jangan memperlakukanku seperti anak kecil," Tenko mengembungkan pipinya. Ia menjauhkan kepalanya dari tangan Sougo lalu merapikan kembali rambutnya.

Sama seperti waktu kecil, ia suka membiarkan rambut peraknya tumbuh panjang sampai sepunggung. Semakin tumbuh dewasa, ia memutuskan untuk mengurai rambutnya, hanya bagian depan rambutnya saja yang diikat rendah oleh pita biru kesukaannya.

Secara fisik dan mental ia lebih dewasa daripada anak seumurannya. Segala dalam dirinya perkembang lebih cepat ketimbang manusia pada umumnya.

Dengan kondisi fisiknya saat ini seharusnya ia sudah bisa langsung bekerja di bawah kawasan keluarga kerajaan. Namun menurut pemimpin proyek masih ada kemungkinan error dalam mental anak tersebut.

Keberadaannya di Shinsengumi sebenarnya adalah memerintahkan Kondo dan Hijikata untuk menyelidiki mental Tenko lebih lanjut. Itu juga salah satu alasan kenapa Matsudaira menawari Hijikata dan Gintoki untuk merawat anak tersebut.

Makhluk hidup yang menyedihkan, batin Sougo.

OXO

"Aku pulang," seru Hijikata begitu masuk kedalam rumahnya. Ia berhenti di ruang tengah dimana Gintoki duduk di sofa sambil membalasnya "Oh selamat datang...."

Hijikata melepaskan jaket hitamnya lalu menggantungnya ke sandaran sofa. Hari ini gilirannya memasak makan malam, tanpa banyak berbicara ia langsung pergi ke dapur.

"Tsk," begitu membuka lemari es Hijikata berjalan cepat kembali ke ruang tengah. "Oi kenapa lemari esnya kosong?" tanyanya kesal sambil setengah membungkuk dari belakang sofa.

"Eh?" Gintoki mengernyitkan dahinya. "Jelas saja kosong. Kenapa kau tidak beli bahan di perjalanan pulang?" tanyanya balik seraya menutup JUMP nya.

"Kemarin kau yang masak kan? Mana kutahu kalau bahannya habis," Hijikata mencubit pipi Gintoki dengan kesal. Mengabaikan keluhan suami tak bergunanya ia langsung ganti baju dan memakai kimono hitam kasualnya.

Hijikata ingin segera keluar rumah, semakin dia cepat pergi belanja semakin cepat dia bisa memasak. Sebentar lagi Tenko pulang, mana mungkin ia membiarkan anak gadisnya kelaparan.

"Hei Toshiro tunggu," cegah Gintoki seraya memakai sepatu bootnya. "Biarkan aku ikut denganmu," katanya lalu menyusul Hijikata yang sudah bersiap menuruni tangga.

"Cepatlah bodoh," Hijikata tersenyum lalu bersama-sama mereka menuruni tangga.

"Hehehe...." Gintoki cengengesan sendiri, sudah lama dia tidak berduaan saja dengan suaminya.

Wajah senangnya itu membuat Hijikata mencurigainya, jangan bilang dia memang sengaja 'lupa' belanja agar mereka bisa berangkat bersama.

Yang manapun itu, Hijikata tidak mempermasalahkannya. Keduanya berjalan bersandingan melewati jalanan malam yang mulai sepi. Mereka berdua mendatangi swalayan terdekat dan mulai mencari-cari bahan makanan yang kiranya sesuai selera makan malam hari ini.

"Hmm.....tuna hari ini murah," komen Hijikata seraya memasukan satu kotak daging ikan kedalam keranjang belanjaan.

Sementara Gintoki, rak pertama yang di datanginya adalah rak minuman kotak. Tanpa memilih ia memasukan dua kotak susu strawberi bermerek sama kedalam keranjang.

Hijikata menatap jengah pria penggila susu strawberi itu namun tak mengatakan apapun. Mereka berdua sudah berjanji untuk tidak saling mencela makanan/minuman favorit mereka.

"Jadi? Malam ini kau mau makan apa?" tanya Hijikata ketus dengan tangan bersedekap dada. Bahkan setelah menikah pun gaya bicaranya masih tetap sama, seperti preman malak di pinggir jalan.

"Hmm~ Toshi-kun kau mau memasak makanan kesukaanku?" tanya Gintoki bernada alay. Dia tidak tahan dengan ke tsundere an Hijikata yang tetap mengemaskan sampai kapanpun itu. Dia tidak tahan untuk tidak menggodanya.

"Ah....kurasa kau mau makan nasi Hijikata's spesial huh," ujarnya datar seraya memasukan tiga botol besar mayones.

"Be-berhenti kumohon....apapun jangan itu!" teriak Gintoki yang langsung panik. "Ba-bagaimana kalau hamburger..... hamburger?" sambungnya yang menarik lengan kimono Hijikata dengan pasrah.

"Hamburger?" Hijikata kembali tersenyum. Dari semua makanan Gintoki meminta menu yang cukup kekanakan, tipikal dari si pemilik Yorozuya dan kekonyolannya.

"Oh Tenko kemarin bilang juga ingin makan itu kan?" Walau tidak bilang setuju namun ia memasukan satu kotak daging sapi giling kedalam keranjangnya.

"Fiuh...." Gintoki menghela nafas lega. Sebenarnya dia tidak peduli Hijikata mau masak apa, asalkan itu masakannya apapun akan dimakannya.

Untung suaminya itu pintar masak dan cukup mau bertoleransi karena tidak menuangkan segunung mayones ke piring orang lain.

"kecap asin, tepung roti, telur, daun bawang...lalu apa lagi yang kita butuhkan?" Hijikata bergumam sendirian di depan rak toko.

"Es krim!" tiba-tiba, entah muncul darimana Tenko memasukan sekotak es krim cokelat kedalam keranjang.

Gadis itu tidak memakai seragam Shinsenguminya, melainkan kaos putih yang sedikit kelonggaran dan celana jeans pendek yang panjangnya di balap oleh kaosnya.

Mau berapa kalipun Gintoki atau Hijikata memperingatkan nya untuk tidak keluar rumah berpenampilan seperti itu, gadis itu tetap melakukannya.

Mungkin ini yang dinamakan krisis orang tua.

"Di rumah tidak ada orang dan lemari es kosong. Ternyata benar kalian berdua ada disini~" Tenko langsung menempel pada Gintoki, memeluk lengan kekar ayahnya yang masih di buat kebingungan akan kedatangannya yang terlalu tiba-tiba.

"Bukannya kau capek menemani si sialan Sougo seharian?" Hijikata mengelus puncak kepala gadis itu. "Akan lebih baik kalau kau istirahat di rumah," dia terdengar seperti seorang bapak/ibu(?) yang memanjakan anak perempuannya.

"Hahaha...." Gintoki tertawa. Di dalam rumah tangganya, Hijikata lah yang bersikap lebih keibuan, sampai dia ingin Tenko memanggilnya dengan sebutan kaa-chan daripada tou-chan.

Tapi Lebih baik ia menutup rapat mulutnya atau Hijikata akan membunuhnya dengan mencekokinya Hijikata's special.

Mereka bertiga pulang berjalan kaki. Tenko berjalan di sisi tengah, diapit oleh kedua ayahnya. Sepanjang jalan gadis itu bersenandung kecil dengan senyuman menghiasi wajah cantiknya.

"Ngomong-ngomong," tiba-tiba ia berhenti. Telunjuknya menyentuh bibirnya sambil menoleh ke belakang dimana Gintoki dan Hijikata sama-sama berhenti karena ulahnya.

"Seberapa kecil kemungkinan Alpha mengandung anak?" tanyanya entah darimana.

Wajah kedua ayahnya memerah padam. Tanpa mendengar penjelasan apapun Hijikata langsung menjitak kepala Gintoki, berasumsi kalau dialah yang mengajari anak mereka hal yang tidak-tidak.

"Bu-bukan aku tahu!" seru Gintoki merasa tak terima sambil memegangi belakang kepalanya yang kena pukul.

"Hahaha......" Tenko hanya tertawa memperhatikan pertikaian kecil orang tuanya. Dia sudah terbiasa melihatnya dan dia suka melihatnya, maka karna itu dia sengaja menggoda.

Andai seumur hidup dia bisa tinggal bersama mereka berdua.......

To be Continue

 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top