First Errand

Tenko tengah bermain ponsel pintarnya, mengotak-atik aplikasi media sosial yang sedang di gandrungi oleh anak-anak seumurannya. Ponsel berwarna mint yang manis itu adalah hadiah dari kedua orang tuanya.

Tidak ada yang normal dari kepribadian ataupun penampilan gadis remaja tersebut. Namun saat melihat bagaimana rupa ponsel kesayangannya tersebut, kau akan langsung mengetahuinya bahwa Tenko memang gadis remaja.

Yamazaki sedang melakukan investigasi khusus bersama dengan gadis tersebut. Keduanya berpura-pura menjadi kakak adik yang tinggal dalam satu unit apartemen demi memata-matai tetangga mereka yang di duga sebagai pengguna narkoba yang bersengkongkol dengan kelompok Joishi.

"Daerah ini selalu punya masalah huh...." keluh Yamazaki tanpa melepaskan pandangannya dari layar CCTV

"Jaman sekarang bahkan ada yang namanya kriminalitas dunia maya kan?" balas Tenko yang tak pernah kehabisan semangat. "Ne Zaki-kun. Shinsengumi selalu mengerjakan kasus yang itu-itu saja kan? Kenapa kalian tidak mulai mengambil pekerjaan lain?" tanyanya lalu merangkak mendekati pria yang masih duduk mengawasi CCTV

"Pekerjaan seperti apa?" tanya Yamazaki cuek. Dia tahu Tenko orangnya suka gampang bosan. Setiap ocehan gadis itu membuatnya tidak mengantuk di tengah investigasi namun terkadang dia juga butuh ketenangan.

"Akhir-akhir ini aku punya banyak pengikut di media sosial. Kenapa tidak memakai kepopuleranku?"

"..........ah," Yamazaki mulai memahami maksud gadis muda itu. "Kau mengingatkanku ada satu kasus yang akhir-akhir ini marak di sosial media."

"Amanto pedophile," sambung Yamazaki seraya menoleh ke Tenko untuk pertama kalinya setelah sekian lamanya berbicara. "Tapi aku tidak bisa membiarkanmu menangani kasus seperti itu. Wakil komandan bisa membunuhku."

"Eeeh!!?....." Tenko tidak menyembunyikan kekecewaannya.

Kenapa orang tuanya sama sekali tidak memahami dirinya? Dia tidak butuh perhatian seperti anak gadis lainnya. Dari lahir ia sudah menguasai semua seni bela diri dan mampu menggunakan semua senjata jenis apapun. Jadi biarkan dia bersenang-senang!!!

Dari raut wajah gadis tersebut. Yamazaki paham betul protes seperti apa yang ingin di lontarkan dari mulutnya. Bahkan anak jenius juga punya masalahnya sendiri huh.

"Aw ayolah Zaki. Kalau begitu bantu aku untuk meyakinkan Kondo jii-chan!" seru Tenko seraya menarik-narik lengan baju rekan kerjanya yang lebih tua tersebut.

Gadis itu selalu meminta yang paling mustahil untuk dilakukan. Tapi kalau itu komandannya yang terkenal suka memanjakan cucu perempuannya......

Ada kemungkinan besar kondo akan menuruti kemauan anak itu.

"Baiklah. Tapi aku tidak menjanjikan apapun....." Akhirnya Yamazaki mengalah. Dia tidak bisa menang dari gadis kecil yang suka bertingkah manja dan egois seperti Tenko. Walau dikatai sebagai lelaki payah sekalipun. Luka hatinya akan tertutup sesaat setelah melihat senyuman manis Tenko.

"Yey!" Tenko tiba-tiba meloncat dan menubruk Yamazaki yang lengah akan serangan tiba-tiba tersebut. Alhasil mereka berdua jatuh membentur lantai tatami yang keras. "Terima kasih Onii!" serunya lalu seenaknya saja mengecup pipi Yamazaki yang setelah itu memerah padam bak tomat segar.

"O-oi!!" Setelah menyadari betapa berbahayanya posisi mereka berdua. Wajah pria itu berubah pucat pasi dan spontan ia mendorong pelan gadis yang duduk di atas tubuhnya. "Kalau ada yang melihat kita seperti ini. Tidak hanya wakil komandan yang bisa membunuhku tapi danna dan bahkan komandan pun tidak akan melepaskan nyawaku begitu saja!!"

Tenko tersenyum heran, sama sekali tidak menyadari bahwa ia memiliki keluarga yang terlalu over protekstif kepadanya. "Aku tidak tahu apa yang kau ocehkan. Ngomong-ngomong barusan aku mendapatkan sebuah video singkat dari amanto yang kau maksud sebelumnya," ujarnya mengganti topik dengan cepat lalu memamerkan layar ponselnya ke depan mata Yamazaki.

"K--kau! Kenapa tidak bilang dari tadi!?" Yamazaki langsung merampas ponsel itu. Dia tidak percaya apa yang baru saja dilihatnya tapi dia lebih tidak percaya lagi akan reaksi Tenko yang biasa saja setelah mendapatkan video porno menjijikan dari orang asing.

"Aku tahu banyak orang dewasa yang suka memamerkan kemaluan mereka di depan kamera. Hobi yang aneh huh," Tenko membiarkan Yamazaki mengotak-atik ponselnya. "Setelah itu mengirimkannya ke anak di bawah umur. Apa mereka kira anak manusia lainnya memahami apa maksud tujuan mereka?"

"Kalau kau berbicara seperti itu di depan Kondo-san. Dia tidak akan membiarkanmu mengatasi kasus ini."

Yamazaki menghela nafas panjang. Semua komen Tenko terlalu tepat sasaran sampai-sampai dia tidak tahu harus bagaimana membalasnya dengan benar.

Atau mungkin lebih baik dia tetap diam. Yamazaki sedari tadi memperhatikan gadis tersebut. Di balik nada berbicaranya yang tenang dan teratur sinar matanya menyiratkan arti yang sebaliknya.

Anak yang mengerikan.

OXO

Gintoki menutup pintu lemari es dengan kasar, menciptakan suara nyaring yang tak nyaman di pendengar orang lain. Hijikata dan Shinsengumi sudah selesai menguji kesabarannya. Kabar yang baru saja di dengarnya merupakan hal terakhir yang ia ingin dengar dari mulut suaminya.

"Misi rahasia...apa?" tanyanya sambil melempar tatapan maut ke arah Hijikata yang bersedekap dada di mulut pintu. Gintoki tahu betapa tidak logisnya menyalahkan suaminya di saat seperti ini.

Namun dia binggung harus kemana ia meluapkan emosinya.

"Kondo-san bersi keras tidak mau memberitahuku," jawab Hijikata tanpa memandang ke arah lawan bicaranya.

"Tapi tenang saja. Yamazaki dan Sougo ikut bersamanya......" tambahnya yang ia yakin tidaklah cukup untuk menanangkan hati Gintoki maupun dirinya sendiri.

"Sebelumnya kau bilang dia pergi bersama Yamazaki untuk memata-matai seorang pengguna narkoba dan sekarang kau bahkan tidak tahu dia mengerjakan apa?"

".........Gintoki," Hijikata memanggilnya lirih. "Kau ingat dia bukan manusia normal kan?"

Gintoki memaksanya untuk mengatakan sesuatu yang paling ia sendiri benci.

Apa yang dirasakan suaminya di rasakan pula olehnya.

Namun pekerjaan adalah pekerjaan. Sebelum mereka menikah Gintoki mengetahui profesinya dan bagaimana cara kerjanya. Dan sekarang mereka punya anak gadis yang bekerja di bawah profesi yang sama.

Biarkan Gintoki membencinya karena ini. Tapi ia harus membuat suaminya itu bersedia memahami kenyataan di depan mereka.

"K--kau!"

Sesuai dugaan emosi pria bersurai perak itu memuncak. Di saat yang tepat. Alam bawah sadarnya mengontrol dirinya untuk mengurungkan niatnya untuk mendekati Hijikata atau dia akan menyesalinya.

"Maaf...." HIjikata langsung meminta maaf. ini pertama kalinya ia melihat Gintoki semarah itu namun sekarang hanya sekedar ucapan minta maaf saja yang bisa ia tawarkan pada pria itu.

Permintaan maaf  yang malah berefek sebaliknya.

"Aku tidak ingat siapa yang mulai mengadaposinya dan apa yang kau pikirkan terhadap anak itu," Gintoki kembali membuka pintu lemari es dan mengambil kerdus susu strawberi kesukaannya. Sebelumnya saking terbawa emosi dia tidak jadi mengeluarkan minumannya.

"Apapun yang terjadi Tenko tetap anak perempuanku," kalimat tersebut tidak pernah di sangka akan datang dari Gintoki. Dan tidak ada yang tahu betapa Hijikata menyetujuinya.

".......aku janji akan memastikannya pulang dengan selamat," balas sang wakil komandan yang merasa telah dikalahkan.

Sementara itu, di bangunan yang sama. Tepatnya di ruang tengah dimana kantor Yorozuya masih beroperasi.

Shinpachi tidak tahan untuk tetap berada di rumah tersebut. Rumah itu kecil dan berdinding tipis. Mau tak mau dia harus mendengarkan pertikaian sepasang suami-suami mengenai anak perempuan mereka yang pergi dari rumah tanpa alasan yang jelas.

Siapa yang tidak risih? Selain Kagura yang sepertinya tidak memperdulikan apapun selain asinan rumput lautnya.

Remaja itu tidak pernah menyangka pasangan alpha tersebut akan berkembang menjadi orang tua yang over protektif terhadap anak perempuan mereka.

"Ah benar juga. Mereka tidak sempat bertemu Tenko-chan sebelum dia berangkat bersama Okita-san kan?" gumam Shinpachi bersamaan dengan suara pintu lemari es yang di banting untuk kedua kalinya.

"Kalau mereka berdua melihat betapa senangnya Tenko-chan berangkat menginvestigasi. Kurasa mereka tidak akan bertengkar seperti ini......"

Kagura menelan asinannya. Gadis itu berbaring di atas sofa sambil menatap lurus langit-langit rumah. "Orang tua selalu merasa mereka lah yang paling mengerti anaknya tanpa menyadari yang mana kebahagian asli untuk si anak," ocehnya sebelum kembali memakan cemilannya.

"Hahaha......" Shinpachi tertawa hambar. Mungkin yang dikatakan gadis amanto itu benar. Gintoki dan Hijikata tidak menyadari betapa senangnya Tenko saat melibatkan diri ke dalam masalah serius .

"Masalahnya gadis itu punya hobi yang aneh," lalu remaja berkacamata itu tersenyum masam. "Setidaknya....dia punya rasa keadilan yang tinggi seperti kedua orangtuanya huh."

Tak lama kemudian suara beberapa langkah kaki memasuki ruangan tersebut.

"Mau kemana Mayora?" tanya Kagura sesaat tatapannya bertemu dengan Hijikata yang baru saja keluar dari dapur bersama Gintoki di belakangnya.

"Kembali ke markas," jawabnya singkat lalu bergegas meninggalkan rumah.

"Kau yakin Gin-san?" tanya Shinpachi pada Gintoki yang kemudian sudah duduk di kursi berputarnya. Tidak ada tanda-tanda atasannya itu akan mengejar suaminya.

"Biarkan saja. Kita sama-sama butuh mendinginkan kepala," jawabnya seraya meletakan kotak susu di atas meja.

OXO

Hijikata baru bisa bernafas lega setelah melihat sosok putrinya berdiri di depan gerbang markas bersama beberapa anak buahnya, termasuk Yamazaki dan Sougo. Dia bersyukur bisa menemui Tenko sebelum anak itu berangkat melakukan misi rahasia yang sepertinya sangat berbahaya itu.

"Tenko!" Sang wakil komandan berlari kecil menghampiri gadis muda yang berdadan lebih dari biasanya.

Tenko tidak memakai seragamnya melainkan sebuah gaun berwarna pastel tanpa lengan dengan panjang rok selutut. Rambut peraknya yang biasanya dibiarkan terurai kini dikuncir dua sebagaimana gaya rambutnya sewaktu kecil.

Ia memakai sedikit riasan seperti pelembab bibir dan perona pipi, tidak lupa memakai aksesoris berwarna seperti anting permata biru yang senada dengan bola matanya dan kalung berantai perak.

"Mmm...." Hijikata terpukau oleh penampilan putrinya. Namun ada yang lebih mengusiknya daripada itu. Ia jadi semakin ingin tahu pekerjaan macam apa yang membuat putrinya di haruskan berdadan secantik itu.

"Misi rahasia macam apa ini?" tanyanya.

"Dalam misi ini Zaki-kun akan menjadi ayah tunggal yang merawat dua anaknya yaitu aku dan Sougo nii-chan," jelas Tenko yang jelas-jelas ingin menghindari pokok permasalahan.

"Eh? Sejak kapan ceritanya seperti itu?" tanya Yamazaki memasang wajah enggan. Seharusnya dia dan Sougo cuma menjadi pengawal untuk Tenko.

"Apa Zaki terlihat cukup umur untuk menjadi seorang bapak yang memiliki dua anak remaja?" Sougo menaikan satu alisnya. Matanya meneliti ujung kepala sampai ujung kaki rekan kerjanya yang katanya sudah memasuki kepala tiga.

"Daripada itu," Tenko mengalihkan pembicaraan. Gadis itu berjinjit untuk meraih wajah ayahnya yang sepertinya sedang muram dan lesu lebih daripada biasanya---itu karena Hijikata selalu memasang wajah jutek yang menakuti orang-orang sekelilingnya.

"Apa Tou-chan bertengkar dengan papa?" tanyanya. "Tenko janji akan segera pulang dan menampar papa tidak berguna itu," sambungnya diikuti dengan senyuman manis bak malaikat---apabila kau mengabaikan apa yang baru saja gadis itu katakan.

"Hahaha....mungkin dia lebih mencemaskanmu daripada aku," Hijikata mengusap puncak kepala gadis tersebut. "Si bodoh itu lebih berguna daripada yang kukira."

"Hmm.....kalau begitu aku tidak jadi menamparnya." Senyumannya semakin bercahaya. Setelah setahun lebih tinggal bersama pasangan Ginhiji membuatnya yang paling tahu bagaimana pola hubungan mereka berdua.

"Ini bukan pertama kalinya aku menjalankan misi," tambahnya lalu mundur beberapa langkah dan menarik tangan Sougo dan Yamazaki untuk mengikutinya masuk kedalam mobil patroli.

"Aku berangkat!" serunya dari dalam mobil seraya melambaikan tangannya dari balik jendela yang terbuka lebar.

"...........dasar anak itu," gumam Hijikata seraya membalas lambaian tangan putrinya yang semakin menjauh.

Entah sejak kapan Kondo berada di sebelah Hijikata. Pria bertubuh bongsor itu tersenyum lebar memperhatikan sikap bawahannya yang berubah total dari seorang berandalan yang suka berkelahi menjadi seorang ayah penyayang.

"Maaf Toshi aku tidak bisa memberitahumu misi seperti apa yang di kerjakannya. Tenko-chan bilang dia tidak mau kau dan Gintoki melarangnya pergi," keberadaan Kondo memang mengejutkan Hijikata. Namun apa yang dikatakan pria itu lebih mengejutkannya.

"Apa berbahaya?" tanyanya.

Ini Tenko yang mereka bicarakan. Semenjak gadis itu resmi menjadi anggota Shinsengumi. Keahlian dan penampilannya sangat dibutuhkan untuk menjalankan beberapa misi yang selama ini berada di luar kemampuan Shinsengumi.

"Aku tidak bilang kalau ini lebih aman daripada tugas yang sebelum-sebelumnya. Tapi baru kali ini anak itu menawarkan diri untuk memecahkan sebuah kasus," jawab Kondo seraya menggaruk belakang kepalanya dengan canggung. Perasaan bersalah masih membebani pria tersebut.

"Seharusnya kau memintaku untuk menjadi rekan misinya," oceh Hijikata dalam mode auto. Dia sama sekali tidak menyadari betapa mustahil bagi Kondo mengirimnya kedalam misi rahasia. Wajahnya sebagai wakil komandan lebih dari kata familiar di kalangan para kriminal.

Kondo berusaha menghiburnya dengan menepuk pelan pundak bawahannya yang masih terlihat gelisah. "Hahaha anggap saja ini sebagai tugas putrimu berbelanja sendiri di pasar."

Hijikata menghela nafas panjang, kedua pundaknya turun dan terasa lemas. "Andai semudah yang kau katakan Kondo-san," ujarnya lirih sambil memaksakan senyuman.

"Gadis itu baru berusia setahun. Dunia yang dia ketahui hanyalah sebatas data dan memori....."

OXO

"Akihabara huh......"

Ini pertama kalinya Tenko menginjakan kaki di daerah tersebut. Lokasi yang di sebut-sebut sebagai surga para otaku yang menjijikan. "Pantas saja ada seorang pedophile yang bersembunyi di tempat semacam ini," komen Tenko yang keceplosan mengutarakan isi hatinya.

"Kasus semacam ini sangatlah populer dan menyebar bagaikan virus di dunia maya."

Sougo mengeluarkan salah satu ponsel cadangan yang akan mereka pakai untuk memancing para kriminal. Mereka memecah akun pribadi Tenko menjadi beberapa akun palsu sebagai umpan.

"Kita punya tiga target. Jadikan pastikan kalian mengawasi gerak-gerik mereka di sosial media dan tunggu sampai mereka mengajak Tenko bertemu dengan mereka," jelasnya lalu mematikan layar ponselnya.

Daripada mendengarkan penjelasan Sougo yang sudah lama ia pahami. Tenko sibuk mengagumi penampilan sang kapten devisi-1 hari ini.

Pemuda itu tidak mengenakan hakama kasualnya melainkan jaket hijau tentara dan kaos putih polos, dengan bawahan celana jeans panjang berwarna hitam. Dia bahkan memakai sepasang sepatu sneaker putih dan topi baseball berwarna senada. Membuatnya terlihat sangat stylist dan menjadi pusat perhatian kaum hawa.

"Bukannya kau terlalu mencolok?" tanya Tenko dan Yamazaki bersamaan. Mereka berdua menggunakan nada berbicara yang berbeda. Tenko bertanya dengan nada riang khasnya sambil tersenyum lebar, sementara Yamazaki sungguhan bertanya bahkan dia penasaran apa tujuan Sougo berpenampilan mencolok seperti itu.

"Onii mungkin kau tidak menyadarinya tapi kau selalu terlihat berpakaian rapi meskipun kepribadianmu seperti preman."

"Apa itu dimaksudkan sebagai pujian?" Sougo menatap datar gadis itu.

Tenko mengangguk mantap. "Pakaian tradisional memang cocok untukmu tapi pakaian baratmu membuatmu semakin tampan," ujarnya berterus terang tanpa ada sedikitpun rasa malu.

Gadis itu memang tidak merasa malu maupun canggung. Yamazaki yang malah merasakan kedua hal tersebut. Kepribadian Tenko yang satu ini sangatlah bertolak belakang dengan ke tsundere an kedua orang tuanya.

"Jadi daripada berpura-pura menjadi kakakku bagaimana kalau jadi pacarku?"

"Te--tenko....kumohon hentikan...." minta Yamazaki yang sudah menjadi kurus kering kelontang.

"Kalau berpacaran denganmu bisa membuat Hijikata-san kesal padaku dan mungkin akan ada kesempatan danna menantangku duel.........hmm......kurasa aku akan menerimamu," Sougo sibuk komat-kamit sendirian, memperhitungkan kelebihan dan kekurangan memacari Tenko.

"Oh kau mau menerima ku? Yey!!" seru Tenko seraya menaikan kedua tangannya penuh rasa kemenangan.

"Tidak! tidak! tidak! Sebagai orang yang paling tua disini aku melarang kalian untuk mempermasalahkan hal terkutuk ini. Karena nyawaku taruhannya!!"

"Apalagi hal seperti ini harus di perimbangkan lebih lama lagi. Sedari tadi kulihat sama sekali tidak ada perasaan cinta diantara kalian berdua!!"

Yamazaki berdiri sebagai penengah kedua remaja tersebut. Mengabaikan sorotan orang-orang pejalan kaki di sekitar mereka. Berkat kehebohan yang di buatnya, mereka menjadi lebih mencolok daripada sebelumnya.

"Tapi zaki/zaki-kun~" Keduanya kompak melakukan protes.

"Kita butuh skenario untuk memancing rasa cemburu mereka," sambung mereka berdua bersamaan. Dan saat itulah Yamazaki menyadari kalau dia sudah kena prank.

"Kau terlalu serius. Mana mungkin tertarik dengan bocah nakal seperti ini. Sekalipun aku ingin mencari gara-gara dengan orang tuanya."

"Aku suka sisi seriusmu. Daripada si pangeran sadis tipe sepertimu adalah idaman para wanita dewasa yang menginginkan pria jujur kan?"

Yamazaki menundukan kepalanya. Bersama dengan kedua remaja bengal itu merupakan neraka baginya. "Berhenti mengoceh kalian...." dia menghela nafas panjang lalu mulai melangkah duluan untuk menunjukan dimana apartemen tempat tinggal sementara mereka.

"Aku tidak akan terpancing oleh kalian lagi......" gumamnya lebih untuk dirinya sendiri.

"Hahaha....." Tenko tertawa kecil. Padahal sedari tadi dia hanya mengucapkan kebenaran. Sougo dan Yamazaki adalah pria yang mengagumkan, setidaknya begitulah menurutnya.

Namun di dunia ini ada sejuta lebih tipe pria, antara yang buruk atau lebih baik.

Contohnya kedua orang tuanya dan juga Kondo, mereka masuk kedalam kategori lebih baik.

Sementara para kriminal yang mereka incar adalah contoh terburuk yang pernah ada.

"Alangkah baiknya apabila manusia-manusia seperti di hapuskan dari muka bumi ini kan?"

To be continue 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top