Chapter 7
Acara pemakaman Nenek Anne-Marie berlangsung dengan sangat baik. Seorang wanita yang merupakan rekannya Anna-Marie memberikan eulogi di depan yang lain, termasuk keluarga Smithson. Cynthia hanya bisa mengangguk kecil mendengar eulogi tersebut.
Beberapa saat kemudian, penguburan akan dimulai. Empat orang pria yang merupakan anggota keluarga dari pemilik rumah duka tersebut mengangkut peti mati yang berisi jenazah Anna-Marie keluar dan di belakang mereka adalah semua orang yang ikut pada acara pemakaman tersebut.
Peti mati tersebut diletakkan di dalam makam yang sudah digali dan terdapat nisan makam berwarna kelabu dengan tulisan berwarna hitam. Di nisan makam itu tertulis:
Anna-Marie Smithson
26 Januari 1936 - 4 Maret 2018
"How old is she..." pikir Cynthia saat melihat sebentar nisan tersebut. "Rata-rata umur manusia batasnya 70-an, tapi ada juga yang melebihi itu sampai umur lebih dari satu abad."
Setelah seorang pendeta melakukan doa, makam tersebut akhirnya ditutupi kembali dengan gundukan tanah bekas galian makam tadi. Pada akhirnya, pemakaman Anna-Marie Smithson sudah selesai.
Ada beberapa orang di acara tersebut berbisik kepada lain sambil melihat Ron dan Cynthia dengan tatapan yang menurut Cynthia nyaris cocok dengan tatapan seorang pelayan di Fournier's Feast. Cynthia menjadi tidak enak, namun tetap memasang wajah tanpa ekspresi untuk menutupinya.
"Daripada kalian pesan lagi, mending aku yang bawa kalian ke rumah peninggalan nenek kalian," kata Michael kepada Danny dan Anna setelah mereka berdua berencana untuk menjelajahi isi rumah Anna-Marie karena di dalam surat wasiatnya, rumah itu akan diwariskan kepada Anna sedangkan Danny akan mewarisi rumah kabin yang ukurannya hampir sebesar rumah peninggalan tersebut.
"Serius ini, pak? Bukan canda?" tanya Anna dengan perasaan tidak percaya terlihat dari nadanya.
"Serius! Saya tidak bercanda," jawab Michael. Maka, sebagai bukti bahwa dia tidak bercanda, dia memberi keluarga Smithson tumpangan ke mobil jeepnya yang berwarna hitam untuk membawa mereka ke rumah tersebut.
Michael memarkirkan mobil tersebut di sebelah rumah peninggalan Anna-Marie. Rumah tersebut berwarna hijau muda dan putih dan memiliki dua lantai. Cat dindingnya masih terawat dengan baik. Ron mengagumi bagian eksterior rumah tersebut.
"Rumah ini masih terawat dengan baik," kata Ron.
"Iya, masih terawat dengan baik," timpal Michael. "Semasa hidupnya, nenekmu selalu merawat rumah ini untuk mengisi hari-hari pensiunnya. Sekalian olahraga."
Mereka berempat turun dari mobil tersebut setelah mengucapkan sampai jumpa kepada Michael. Setelah mobil tersebut pergi, keluarga Smithson berjalan menuju rumah tersebut dan di beranda rumah tersebut, terdapat seorang pria paruh baya yang mengenakan setelan jas duduk di salah satu bangku di beranda tersebut. Begitu melihat keluarga Smithson, dia berdiri dan menemui mereka.
"Selamat pagi, nama saya Samuel Jackson. Saya adalah pengacara nenekmu. Sesuai dengan isi surat wasiatnya, rumah ini diwariskan kepada salah satu cucunya, Anna Smithson," kata pria tersebut yang bernama Samuel sambil memperkenalkan dirinya. Dia mengulurkan tangannya kepada Anna, lalu dia dan Anna berjabat tangan.
"Terima kasih. Saya Anna Smithson," kata Anna dengan wajah menyunggingkan senyum, namun di dalam dirinya dia merasa aneh saat melihat tatapan matanya, hampir mirip dengan yang dirasakan Cynthia.
"Ini kunci rumahnya," kata Samuel sambil menyerahkan kunci rumah Anna-Marie kepada Anna.
"Terima kasih, Pak Jackson."
"Sama-sama, Anna."
Setelah Samuel meninggalkan mereka dan rumah itu, Anna membuka kunci pintu rumah tersebut, lalu memegang gagang pintunya untuk membuka pintu tersebut. Begitu mereka masuk, isi rumah tersebut nyaris tidak berubah.
Cynthia tampak begitu kagum dengan interior rumah Anna-Marie. Sepasang mata berwarna merahnya memindai seluruh benda yang berada di tiap mebel. Di tempat lain, Ron sedang mengamati foto-foto Anna-Marie dan suaminya waktu mereka masih muda. Dari warnanya saja, tampak jelas bahwa foto ini sangat jadul.
"Kak Danny, siapa nama suaminya?" tanya Ron sambil mengalihkan pandangan sebentar dari foto tersebut untuk memanggil Danny.
Danny, yang sedang mengamati hiasan dua loh yang berukir Sepuluh Perintah Allah dalam Bahasa Inggris yang terletak di meja kecil, membalikkan badannya, lalu melihat foto yang dilihat oleh Ron. Dia berkata, "Namanya Nathan Smithson."
Cynthia, mendengar omongan Ron dan Danny, bertanya kepada Danny juga, "Jadi sebetulnya Nenek Anna-Marie bukan anggota keluarga Smithson dari lahir?"
"Iya, marga lahirnya adalah Volant."
Mata Ron membelalak, lalu bertanya, "Dia udah lama meninggal?"
"Iya, dia udah lama meninggal, jauh sebelum kami bertemu dengan kalian berdua, makanya kalian tidak tahu soal dia."
Cynthia bertanya, "Apakah dia punya kerabat lain dalam keluarga Volant?"
Anna menggeleng kepalanya. "Dia yatim piatu, sejak remaja."
"Astaga. Mirip dengan aku."
Dilanjutkannya acara menjelajahi isi rumah Anna-Marie. Danny dan Ron menyusuri tangga ke lantai dua, Anna pergi ke ruang makan dan dapur. Kalau Cynthia? Dia malah pergi ke bagian lain di rumah tersebut, tepatnya ke suatu ruangan lain dan dia melihat sebuah pintu yang tertutup.
"Tampaknya bukan kamar mandi, deh," pikir gadis Kazhie itu. Dia merasakan ada yang aneh begitu dia berdiri di depan pintu tersebut. Dibukanya tas selempangnya untuk memeriksa apakah pedang lasernya masih ada bersamanya. Untungnya, pedang tersebut masih ada di dalam tasnya. Hal itu membuat Cynthia dan Seherin, yang sekarang tidak dalam mode tidak kelihatan dan mengambang dekatnya, lega.
Dengan hati-hati, dibukanya pintu meski perasaan aneh itu mulai meronta dalam dirinya. Ruangan tersebut gelap. Namun, terdapat sedikit cahaya yang tampaknya berasal dari sumber lain yang mengarah kepada sepasang mata yang melekat di sebuah wajah yang sulit dideteksi, meski terkesan lukisan baginya. Perasaan aneh itu semakin terasa oleh gadis Kazhie itu.
"Perasaan anehmu meronta lagi? Makin kuat?" tanya Seherin dengan khawatir.
"Iya, makin kuat," jawab Cynthia. Dicarinya sakelar dan dengan sedikit keberuntungan, sakelar itu ditemukan dan ditekannya sehingga lampu menerangi ruangan tersebut. Sepasang mata tersebut ternyata berasal dari sebuah potret presiden pertama Amerika Serikat, George Washington. Potret tersebut terletak di atas sebuah semacam kursi roda.
"Oh, my. George Washington. The man in one-dollar bill," kata Cynthia dengan pelan, namun masih bisa didengar oleh Seherin. "Tampaknya potret ini adalah salinan dan mirip dengan salah satu potret di sebuah institut kalau ndak salah."
"Hmm, sebuah potret, ya. Oh, ya. Di sini banyak barang antik. Tampaknya Anna-Marie juga suka mengoleksi barang antik," kata Seherin sambil mengambang kesana-kemari dekat sejumlah barang antik.
Cynthia melihat sebuah kipas lipat yang ukurannya hampir sama dengan kipas lipat Jepang yang tersimpan di sebuah bingkai dan ditutupi oleh kaca. Dari bahannya, dia yakin kipas itu dimiliki dan dipakai oleh orang-orang kelas atas, seperti keluarga pemilik perkebunan di negara-negara bagian di daerah selatan seperti keluarga Washington, keluarga Jefferson, keluarga Madison, dan keluarga Dandridge.
Seherin melihat-lihat juga isi ruangan tersebut, berharap mungkin ada yang menarik juga selain dari koleksi barang antik tersebut. Lalu, sebuah tentakelnya tanpa sengaja menyenggol potret tersebut, menyebabkan potret tersebut jatuh dengan posisi gambarnya telungkup dan disertai suara keras.
"Seherin!" seru Cynthia dengan nada marah yang membuat Seherin ketakutan dan di saat yang sama, yang lainnya mendengar suara tersebut, lalu segera menuju ke sumber suara.
Cynthia dan Seherin meletakkan potret tersebut di posisi lantai dan terdapat sebuah sobekan di sudut atas bagian kanan. Di dalam sobekan tersebut terdapat sebuah gulungan kertas. Dengan cepat, gadis Kazhie mengambil gulungan tersebut dan memasukkannya ke sakunya.
"Cynthia! Seherin! Kalian berdua ndak papa?" seru Anna yang sudah berada di ambang pintu ruang koleksi barang antik.
"Kami ndak papa!" jawab Cynthia. Gulungan kertas itu sudah berada di saku dress-nya. Mata Danny, Anna, Ron terbelalak melihat isi ruangan tersebut, melupakan sebentar mereka berdua yang mengembalikan potret tersebut ke tempat semula.
"Nenek suka mengoleksi barang antik," kata Anna sambil mengambil sebuah kiseru (pipa rokok Jepang) dari sebuah tempat display-nya. Ron dan Danny melihat-lihat koleksi tersebut, mengabaikan Seherin dan Cynthia serta potret George Washington. Seherin mendekati Cynthia yang penasaran sekaligus merasa aneh dengan gulungan kertas tersebut yang sudah dikeluarkan dari sakunya.
Gadis Kazhie itu dan pendampingnya keluar dengan diam-diam dari ruang tersebut, lalu berdiri di posisi tidak terlalu jauh di sebelah pintu ruang itu. Sebuah garpu kecil keluar dari gulungan tersebut, membuat mereka berdua penasaran sekaligus merasa aneh bahwa mereka yakin bahwa presiden pertama AS itu memiliki suatu hal yang disembunyikan.
Perasaan aneh itu semakin kuat saat gulungan kertas itu dibuka setelah ikatan pita berwarna merah yang sudah agak memudar warnanya dilepaskan. Akhirnya, isi kertas itu tertulis di hadapan mereka. Melihat isi tulisan itu dan garpu tersebut, sepasang mata Cynthia membelalak terkejut sekaligus ketakutan dan pendampingnya menjadi tegang...
"Perasaan anehku ini benar apa adanya! George Washington punya suatu hal yang disembunyikan olehnya!" serunya dalam hati.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top