Chapter 3
Tidak terasa, beberapa jam berlalu, membuat Cynthia merasa bosan sampai-sampai terkantuk-kantuk karena udara dingin dalam kabin pesawat ditambah dengan kebosanannya. Perutnya menjadi sedikit lapar karena makan siangnya disajikan pada jam dua belas. Maka, gadis Kazhie itu memutuskan untuk tidur.
Suara mikrofon membuat Cynthia terbangun dan pengumuman dari seorang pramugari terdengar untuk mengumumkan kepada para penumpang bahwa pesawat akan mendarat di Bandara Internasional Adamson serta ucapan terima kasih atas penerbangan bersama dengan Virginian Air.
"Akhirnya!" seru Cynthia dalam hati sambil merenggangkan anggota tubuhnya setelah berjam-jam duduk di kursi pesawat dalam kebosanan yang lebih mendominasi.
Pada akhirnya, pesawat Virginian Air tersebut telah berhenti di tempat pendaratan dan beberapa orang berdiri untuk membuka bagasi kabin untuk mengambil koper kecil mereka atau ransel mereka sedangkan yang lainnya tetap duduk di tempat mereka mengingat lorong yang sempit yang hanya satu (mengingat pesawat ini tipenya narrow body). Untuk keluarga Smithson, Anna dan Ron mengambil dua ransel mereka sedangkan Danny dan Cynthia tetap duduk di tempat mereka karena posisi tempat duduk mereka menurut tiket.
Tempat duduk wanita empat puluhan tersebut sudah kosong mengingat wanita tersebut sudah mengambil koper kecilnya dari bagasi kabin lalu bergabung dengan antrian di lorong tesebut, maka Danny dan Cynthia bangkit dari tempat duduk mereka sambil membawa tas selempang mereka lalu bergabung dengan antrian penumpang lainnya, berjalan menyusuri lorong dan disambut dengan ucapan terima kasih dari dua pramugari dekat pintu keluar lalu menyusuri penghubung pintu keluar pesawat ke bagian dalam Bandara Internasional Adamson, tepatnya di area kedatangan domestik.
Mengingat mereka hanya di Virginia selama beberapa hari, maka pergi ke area tempat pengambilan bagasi tidak diperlukan karena tidak membawa koper. Jadilah keluar bandara untuk pergi ke hotel yang mereka sudah dipesan jauh-jauh hari, Hotel Roosevelt.
Di daerah tempat penjemputan untuk pengguna Uber, Danny memesan Uber sedangkan Anna, Ron, dan Cynthia duduk di tempat penungguan yang telah tersedia. Di situ terdapat juga tiga stopkontak yang terdapat juga lubang colokan langsung untuk kabel tanpa harus menyambungkan kepalanya untuk mengecas. Maka, mereka bertiga memutuskan mengecas gawai mereka sambil menunggu supir Uber yang dipesan Danny datang.
Seherin, yang telah muncul dari pocket dimension lalu muncul lagi dalam mode tidak terlihat berada di sebelah Kaede.
"Besok ada pemakaman nenek kami," kata Cynthia kepada pendampingnya secara telepati.
Seherin terkejut, lalu berkata, "Nenekmu? Anne-Marie 'kan, namanya?"
"Iya. Rencananya sih, setelah pemakamannya nanti kita menjelajahi isi rumahnya."
"Terus, aku merasa bahwa kamu merasa aneh di dalam dirimu. Pasti firasat mengenai bahaya lagi, 'kan?"
"Kemungkinan, sih. Tapi bisa juga," kata Cynthia sambil menopang kepalanya dengan tangan kirinya yang bertengger di pembatas bangku tempat menunggu penjemputan tersebut. Diperiksanya baterai iPad-nya, sekitar tujuh sembilan persen.
Tidak lama kemudian, tepat saat gadis Kazhie itu mencabut kabel charger-nya dari stopkontak dan iPad-nya, sebuah mobil berwarna biru tua berhenti di tempat penjemputan tersebut. Danny, yang telah melihat nomor platnya sesuai dengan yang tertera di handphone-nya, lalu berkata yang lain, "Uber-nya udah datang."
Maka, Ron dan Anna segera mencabut kabel charger masing-masing dari stopkontak dan gawai mereka, lalu memasukkan kembali ke tas mereka. Mereka berempat masuk setelah ransel mereka dimasukkan ke bagasi mobil dibantu oleh supirnya yang bernama Frederick Arthur Tremblay sesuai dengan yang tertulis di aplikasi Uber. Danny dan Frederick kemudian masuk dan mengecangkan sabuk pengaman masing-masing. Mobil biru tua tersebut meluncur dari tempat penjemputan ke jalan raya.
"Oke, ke Hotel Roosevelt, ya?" tanya Frederick.
"Ya, pak," jawab Danny.
Anna melihat Cynthia yang dari luar tampak tenang, namun di matanya terdapat rasa tegang yang terpancar. Hal ini membuatnya khawatir.
"Pasti karena ada firasat yang membuat dia menjadi khawatir akan keselamatan kita," kata Anna dalam hati. "Sudah lama sekali menghadapi beragam keanehan yang terjadi di rumah dan ternyata mengarah ke asal-usulnya yang sebelumnya masih misteri. Namun, akan lebih baik jika ada suatu momen dimana firasatnya terjawab sudah, meski harus menghadapi bahaya lagi, baik yang gaib maupun non-gaib."
Beberapa menit kemudian, Hotel Roosevelt sudah dekat. Frederick menghentikan mobilnya di depan pintu kaca hotel tersebut, lalu keluar dan membuka pintu bagasi mobilnya serta membantu Danny untuk mengeluarkan dua ransel. Setelah para Smithson masuk ke hotel, Danny segera menuju ke meja resepsionis untuk mengkonfirmasi pesanannya sedangkan Anna, Ron, dan Cynthia duduk di ruang tunggu dan menjaga dua ransel mereka sambil menunggu Danny.
Tidak lama kemudian, mereka berempat segera masuk ke lift setelah mengambil dua ransel dan barang pribadi mereka di tas mereka. Danny berkata, "Oke, nanti kamar kalian adalah nomor 532, punya kami nomor 531. Dekat-dekatan meski tidak ada pintu penghubungnya."
"Oke, Kak Danny," jawab Ron sedangkan Cynthia mengangguk.
Setelah mereka sampai di lantai lima, dilewatinya lorong sebelah kanan setelah melihat angka 526-540. Pertama, Danny harus membuka kunci otomatis kamar nomor 532 yang merupakan kamar yang akan ditempati oleh Ron dan Cynthia. Setelah mereka menyelesaikan beberapa hal, lalu mereka masuk ke kamar nomor 531 yang akan ditempati oleh Danny dan Anna.
"Di tempat kartu ini ada username dan password wifi hotel ini. Kartunya jangan hilang, ya," kata Anna.
"Oke, Kak Anna," kata Ron dan Cynthia bersama.
Maka, Ron dan Cynthia masuk ke kamar 532 dan bersantai di tempat tidur masing-masing setelah melepaskan sepatu mereka. Di tengah kedua tempat tidur tersebut terdapat sebuah meja, lampu, dan dua stopkontak. Kedua stopkontak tersebut dipakai laki-laki manusia dan gadis Kazhie untuk mengecas gawai mereka.
Cynthia duduk di tempat tidur dengan satu bantal di punggungnya sebagai sandarannya dan satunya lagi di pahanya sebagai semacam pengganjal untuk iPad yang sekarang dipakai dalam keadaan dicas. Apple Pencil-nya dicas di meja belajar karena baterai-nya nyaris habis dipakai buat menggambar. Ron sedang melanjutkan bermain game favoritnya sambil mengecas handphone-nya.
Di iPad-nya terpampang sebuah cover novel yaoi yang sudah status 'complete' yang berjudul 'Tensions and Temptations' lengkap dengan sinopsisnya. Novel tersebut adalah fanfiction (fiksi penggemar) yang menggambarkan hubungan mesra antara Lord Shen dan Jindiao dari waralaba Kung Fu Panda. Novel tersebut memiliki delapan belas chapter.
Langit telah menunjukkan warna biru tua, menandakan malam telah dekat. Ron, yang melayangkan pandangannya sebentar ke arah jendela, lalu beralih ke Cynthia.
"Cynthia?" panggil Ron.
"Ya?"
"Kamu tahu ndak restoran atau kafe yang berada di sekitaran Hotel Roosevelt?"
Gadis Kazhie itu mau melontarkan jawabannya, tapi tidak bisa lantaran terdengar bunyi telepon meja hotel. Maka, dia langsung mengangkatnya tanpa rasa ragu.
"Halo?" kata Cynthia.
"Oh, Cynthia," kata Anna lewat telepon. "Kita akan cari makan malam di sebuah restoran yang bagus dan dekat dengan hotel. Tolong kumpul di kamar kami, ya."
"Oke, Kak Anna."
"Oke, Cynthia."
Maka, ditutupnya telepon tersebut.
"Cynthia, makan malam?"
"Iya iyalah, mau apalagi."
Mereka berduapun segera memasukkan gawai mereka ke tas mereka masing-masing dan mengenakan kembali sepatu mereka.
Ron keluar dari kamar mereka lalu pergi ke kamar Danny dan Anna. Sementara itu, Cynthia berdiri di depan kartu kamar hotel yang ditaruh di pengaktif peralatan listrik kamar. Lagi-lagi dia merasa aneh lagi, namun perasaan tersebut dia buang jauh-jauh.
"Perasaan aneh itu lagi, whatever!" gerutu Cynthia sambil mengambil kartu dari pengaktif tersebut, dimasukkannya ke tempat tersembunyi di tasnya, lalu keluar dari kamar tersebut.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top