39 -- Harus pergi?
Setelah kastil benar-benar hancur sepenuhnya, Knight Jey membawa kedelapan rekannya untuk sementara waktu menginap di ruko miliknya.
Hanson berusaha untuk mengobati luka Archduke Eve. Luka yang dia miliki memang tak seberapa parahnya, tetapi racun yang masuk ke dalam tubuh wanita itu tidak bisa untuk Hanson remehkan begitu saja. "Ternyata gadis itu menggunakan Wolfsbane untuk berusaha melenyapkan Auva dan Eve. Jika Auva bisa selamat karena dia kembali ke asalnya, apakah Eve akan selamat dari racun ini? Satu-satunya jalan, mungkin aku harus menggunakan cara itu. Ya, sepertinya activated charcoal adalah obat yang tepat untuk aku gunakan saat ini."
Knight Jey tiba-tiba datang untuk memberikan secangkir hot chocolate kepada Hanson. "Apa kau sudah mengetahui cara untuk mengeluarkan racun itu dari tubuh archduke?"
Hanson menoleh ke arah Knight Jey dan menganggukkan kepala. "Aku akan menggunakan activated charcoal karena keadaannya darurat. Mintalah kepada Kevin dan Vernon untuk mencarinya. Kau mengerti?" Knight Jey pun mengiyakan ucapan Hanson dan segera pergi mencari kedua rekannya.
.
.
.
.
"Di mana kita akan menemukan activated charcoal untuk archduke?" tanya Knight Vernon.
Knight Kevin kemudian menghentikan langkah dan menoleh ke arah kawannya. "Ibuku menjual obat-obatan tradisional dan aku pikir dia juga menjual activated charcoal."
"Ya sudah, ayo kita berangkat ke sana!"
.
.
.
.
"Kau terlihat sangat rapuh hari ini, apa kau sudah siap untuk pergi dari tempat ini?" Rylan duduk di samping King Thomas yang sedang duduk termenung di depan ruko.
Sang raja menoleh ke arah Rylan, kemudian menarik napas dalam-dalam. "Kerajaan ini hancur karena aku yang memimpinnya. Jika banyak orang membenci kepemimpinanku, itu pantas-pantas saja. Sejak awal, aku hanyalah orang asing yang tiba-tiba datang kemari. Jika kehadiran kita hanya akan semakin membuat hancur negeri ini, untuk apa kita terus bertahan di sini?" King Thomas menghela napas panjang lantas berdiri dan menepuk pelan bahu Rylan sebelum pergi dari depan ruko.
"Tugasku sebagai tokoh antagonis memang sudah selesai, tapi aku hanya akan pergi setelah tokoh protagonis utama pergi. Thomas, tugasmu terlalu berat untuk kau pikul sendiri. Tak bisakah jika negeri ini mencari calon raja yang baru?"
.
.
.
.
"Tak ada benda apapun yang selamat dari kobaran itu bahkan ruang rahasia sekalipun. Maaf, Rei, tapi sepertinya kita takkan menemukan buku album milik kakakmu," ucap Marquis Edo hati-hati.
Knight Rei menghela napas sambil menggenggam liontin miliknya. "Maafkan aku, Ibu. Maafkan aku, Ayah. Sepertinya kali ini aku gagal untuk menjalankan tugas secara sepenuhnya. Walau aku sudah mendapatkan kebenaran yang sangat meyakinkan mengenai penyebab kematian kakak, tapi untuk kenangan terakhir miliknya, aku gagal untuk membawakannya pulang," ungkapnya dalam hati.
Knight Rei lantas tersenyum tipis, "Tolong sampaikan kepada raja dan yang lain kalau aku akan kembali ke negeriku. Sampaikan permintaan maafku karena sepertinya aku tak dapat bertahan sampai akhir bersama kalian." Pria itu kemudian melompat naik ke atas benteng perbatasan negeri dan meluncur turun dengan cepat menuju negeri tetangga.
Knight Rei yang pada awalnya datang ke Elm Island untuk memastikan penyebab dari kematian Queen Venus serta membawa pulang foto-foto terakhirnya, kini harus merelakan tujuan itu dan pulang dengan tangan kosong. Pria itu terlalu fokus untuk mengatasi kekacauan di dalam kerajaan dan lupa dengan tujuannya.
"Pada akhirnya, kehancuran tetap akan terjadi. Kerajaan ini besar karena sesuatu yang tak baik dan bagaimana mungkin hal itu akan terus bertahan?" ungkap sang marquis.
Pria itu diam-diam menggenggam sebuah kertas yang sudah sangat lusuh. Kertas itu adalah potongan terakhir dari isi ramalan yang selama ini dia sembunyikan tanpa sepengetahuan orang lain.
'Para knight yang terpilih akan mendapatkan banyak hambatan dalam menjalankan tugas. Beberapa dari mereka pergi, beberapa dari mereka menyerah, dan hanya beberapa saja yang benar-benar terpilih. Pada saat kebenaran itu terungkap, satu-persatu kejayaan yang dibangun dengan akar yang buruk, akan segera hancur dan hanya menyisakan sebuah kebenaran yang sudah rusak oleh keadaan.'
.
.
.
.
Archduke Eve akhirnya selamat setelah mendapatkan perawatan dari Hanson.
Cepat atau lambat, sesuatu yang seharusnya bukan milik kita, akan segera kembali dengan cara yang bahkan tidak bisa untuk kita bayangkan. Pada akhirnya, kita hanya akan menerima sesuatu yang memang sudah ditakdirkan untuk kita.
Archduke Eve baru saja kembali dari hotel milik Rylan. Ia langsung duduk di samping Hansin yang tengah sibuk merangkai karangan bunga.
"Penutupan seluruh usaha milik Rylan baru saja selesai dilakukan. Kenapa kau justru merangkai bunga edelweis begini?" tanya sang archduke heran.
Hanson lantas tersenyum tipis, "Aku ingin memberikan karangan bunga ini kepada raja kita agar dia dapat bertemu kembali dengan Queen Lauren setelah kembali ke Terra Nubibus," jawabnya.
Sang archduke pun mengerutkan dahi, "Bukankah menurut mitos di kerajaan ini, seseorang yang keluar dari Elm Island akan memiliki dua konsekuensi? Mereka akan melupakan apa yang terjadi di tempat ini dan mungkin menganggap semua pengalamannya sebagai mimpi atau pergi dengan tetap mengingat semuanya secara nyata, tapi benar-benar pergi ke alam lain."
Hanson menganggukkan kepala, "Karena mitos yang memang adalah fakta itu, aku sengaja membuat karangan bunga ini. Kau tahu kenapa? Itu karena aku ingin bunga abadi menyatukan kembali kedua insan itu. Di tempat ini, sebenarnya ada banyak pasangan yang harus saling terpisah karena kutukan dari roh itu. Mereka mungkin mati dan menghilang dari tempat ini, tapi sebenarnya mereka hanyalah sedang berpindah tempat saja."
.
.
.
.
Marquis Edo yang diam-diam menyimpan potongan terakhir dari ramalan Elm Island, memutuskan untuk mengembalikan kertas itu kepada Archduke Eve.
"Inikah salah satu alasan mengapa kau berusaha menjauh dari saudara tirimu, Marquis? Karena kau sudah tahu akhir dari kisah ini?" tanya Archduke Eve sambil menatap pria di hadapannya dengan kecewa.
Marquis Edo kemudian menatap sang archduke dengan senyum sendu. "Perpisahan akan jauh lebih menyakitkan ketika perasaan ikut andil di dalamnya. Bukankah kau juga sudah merasakan perpisahan seperti itu? Archduke, maaf jika selama ini aku telah menyembunyikan potongan itu dan membuat kalian tidak siap dengan kekacauan ini. Ketimbang menjadi ramalan, aku lebih menganggapnya sebagai sebuah kutukan. I'm so sorry ...."
Archduke Eve menatap potongan kertas ramalan dan Marquis Edo secara bergantian. "Kerajaan sudah hancur dan kita masih harus mencari pengganti King Thomas. Alangkah buruknya diriku jika di dalam keadaan yang seperti ini aku masih ingin mencercamu lebih lanjut. Hhh ... Pergilah, lalu bantu Hanson dan rekan-rekanmu untuk mempersiapkan ritual pengembalian itu."
Marquis Edo mengiyakan ucapan Archduke Eve, kemudian pamit pergi dan meninggalkan wanita itu sendirian di depan pohon slippery elm milik Rylan yang daunnya sudah mulai gugur.
"Pohon ini memang terlihat begitu indah hingga sang empress menginginkan pohon ini tumbuh di tempat keberadaan elm yang lain. Sama seperti tahta kerajaan, dua pohon maskot dalam satu tempat pun tetap akan menimbulkan kekacauan. Ya, pada akhirnya, sebanyak apapun calon center, hanya satu saja yang akan menjadi center. Entah itu ada di Elm Island ataupun di tempat lain."
*****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top