35 -- Bangkit
Grandma menoleh ke arah Empress Artic dan menatapnya dengan sedih.
"Jika itu bisa membuat kekacauan yang kau buat terhenti, maka aku akan rela mengorbankan diri untuk kerajaan ini," ucap sang empress yakin. Wanita itu lantas mendekati pohon itu.
"Kau yakin dengan pilihanmu, Artic? Kau tahu 'kan kalau kau memilih pilihan ini, kau akan mati?" tanya grandma memastikan.
Empress Artic pun lantas menganggukkan kepala dan memeluk sang grandma. "Aku sudah sangat yakin dengan pilihanku, Grandma. Jika Edward, Jia, dan sebagian besar knight bisa melakukan hal itu, kenapa aku tidak?"
Grandma tersenyum lembut, lalu menoleh ke arah sang roh hitam. "Kami sudah siap, Honey."
Empress Artic melepas pelukannya dan mulai mendekati sang pohon. Ketika kedua tangannya menyentuh batang pohon, secara ajaib ukuran pohon itu kembali mengecil.
Sang empress mencabut pohon itu dengan hati-hati dan terlihat pula kalau roh hitam itu mulai menghilang. Tubuh grandma perlahan ikut menghilang ketika pohon kecil itu sudah tercabut.
Tepat saat roh hitam dan grandma menghilang, sang empress langsung ambruk. King Thomas dan Jey buru-buru menghampiri wanita itu.
"T-Thomas, Jey, t-tolong sampaikan pada suamiku kalau aku pergi dengan tenang. Aakkhh ... Kembalikan keadaan pulau ini ke dalam keadaan semula. Aakkkkhh ... Jagalah pulau ini sampai waktu kalian untuk pergi tiba dan jangan biarkan para pemberontak itu mengacau lagi. Sssshh ... Aku titipkan tahta ini kepada kalian berdua. Selamat tinggal ...."
Tubuh sang empress lantas menghilang dari pandangan dengan cepat, meninggalkan sang raja dan knight dalam tugas yang mungkin akan terasa lebih berat.
.
.
.
.
Tato hitam di pergelangan orang-orang pun perlahan menghilang. Para mayat yang berserakan di setiap penjuru kerajaan ikut menghilang dan menyisakan reruntuhan bangunan yang kosong.
Auva dan Sean perlahan sadar ketika tato di pergelangan tangannya menghilang. Viscount Edo yang tengah diobati Nanny Eve, lantas menghela napas lega begitu melihat cahaya matahari yang perlahan menyinari Elm Island.
Perlahan-lahan pohon slippery elm yang tertanam pun ikut lenyap dan itu artinya mau tak mau, penanam pohon itu harus lenyap dari pandangan dan kembali ke asal mereka.
Queen Lauren yang tengah sibuk berbincang dengan Hanson kini cepat menghilang dari pandangan.
Hanson mendelik begitu melihat mahkota Queen Lauren jatuh karena pemiliknya menghilang.
"D-dia menghilang?!"
.
.
.
.
Di waktu yang bersamaan, Justin dan Rou yang sedang menikmati sarapan juga menghilang dengan cepat setelah tato di tangan mereka menghilang.
"K-kenapa mereka berdua menghilang?!" pekik Ara kaget.
Rylan menatap ke arah pergelangan tangan Ara, lalu tersenyum miring. "Mereka yang telah menanam pohon slippery elm pemberian Hanson akan menghilang. Dalam kasus ini ada lima orang yang sudah menanam pohon itu. Mereka adalah Lauren, David, Justin, Rou, dan aku."
Ara menatap Rylan tak percaya, gadis itu beranjak dari kursi. "Tapi kenapa kau tak menghilang?! Bukankah ini tak adil karena aku sendiri bahkan belum berbaikan dengan Lauren setelah penyerangan ini! Kenapa tidak semua orang asing di tempat ini menghilang juga?!" teriak Ara kalut.
Rylan beranjak dari kursi, lalu mendekati Ara dan mendudukkan kembali gadis itu di kursi. "Aku mendapatkan satu goresan panjang di atas wajah dari Edward ketika kami berkelahi. Hal itu membuatku secara tidak langsung berubah menjadi seorang pengkhianat di dalam pulau ini. Aku hanya akan kembali jika aku mati saat dalam penyerangan melawan para petinggi kerajaan.
Waktu itu akan segera tiba dan aku bisa mati kalau aku kalah dalam penyerangan."
Rylan kemudian beranjak pergi dari ruang makan dan meninggalkan Ara sendiri di sana.
"A-apa?! Masih ada penyerangan lagi?!"
.
.
.
.
Orang-orang yang berusaha masuk ke kastil karena pengaruh sihir tato kini sadar setelah efek sihir menghilang.
David yang menghilang tiba-tiba, berhasil membuat Rei, Kevin, dan Vernon kaget.
"David menghilang?! Tunggu dulu, kenapa dia bisa menghilang dengan tiba-tiba?" ungkap Kevin tak percaya. Rei dan Vernon menggelengkan kepala karena mereka berdua sebenarnya juga heran mengapa para mayat yang berserakan menghilang dari tempat mereka?
.
.
.
.
Hilangnya Queen Lauren dan David, berhasil membuat mood King Thomas memburuk. Raja itu masih tak percaya jika dia akan kehilangan orang-orang yang berharga baginya dengan cepat.
"Thomas, pada akhirnya semua orang akan pergi menghilang setelah tugas mereka selesai. Jangan sampai kau down dan tak bangkit lagi. Kini kau punya tanggung jawab besar dan kau harus menjalankannya dengan sepenuh hati. Ketika kau kembali ke asalmu, mungkin kau akan bertemu lagi dengan rekan-rekanmu. Bersabarlah, Thomas," ucap Hanson panjang lebar.
King Thomas menoleh ke arah Hanson dengan tatapan yang sendu. "Apa kau baik-baik saja setelah kehilangan orang yang berharga di hidupmu?"
Hanson menghela napas sembari mengetuk-ngetukkan ujung kayu mangga yang dia ambil dari bekas tebangan ke tanah yang sekarang sedang dia pijak.
"Tentu saja aku tidak baik-baik saja, tapi mendengar kalau ketiga orang yang berharga dalam hidupku pergi dalam keadaan tenang, aku harus terus hidup dan meneruskan tugas mereka yang belum selesai," jawab Hanson dengan santai.
Hanson menepuk bahu sang raja dan pergi ke dalam kastil untuk membantu orang-orang menata kembali kerajaan.
.
.
.
.
"Tolong ... Tolong ... Tolong ...."
Baron Jhon yang terkena reruntuhan bangunan berusaha meminta tolong begitu dirinya tersadar dari pingsan.
Kevin dan Vernon yang tengah sibuk mengangkut membantu menyingkirkan reruntuhan di wilayah luar kastil, lantas mendekati arah suara.
"Wow, ternyata suara itu adalah suaramu, Baron. Kemarin kau turut andil dalam pembunuhan massal itu, tapi sekarang kau berusaha untuk keluar dari sini dengan cara berteriak tolong? Wah! Kau benar-benar sangat naif! Kau tahu itu?" ejek Kevin.
Baron Jhon menatap Kevin dan Vernon dengan memelas. Pria itu yang biasanya terlihat gagah saat tengah dulu memarahi keduanya di lapangan, kini tampak terlihat begitu kacau.
"Vin, lepaskan saja orang ini. Kita bisa serahkan dia kepada raja. Lagipula jumlah orang di pulau ini yang masih hidup pun tinggal sedikit," ungkap Vernon datar.
"Kau yakin?" tanya Kevin memastikan.
Vernon menganggukkan kepala dan hal itu refleks membuat Kevin menghela napas.
"Karena jumlah manusia di tempat ini berkurang sangat banyak dan karena kau juga yang membuat kami dapat menjadi seorang knight, kami akan membebaskanmu."
Kevin dan Vernon lantas menyingkirkan satu persatu bebatuan yang menimpa tubuh Baron Jhon.
Setelah semua batu itu sudah disingkirkan, mereka kemudian membawa sang Baron ke dalam kastil agar bisa diobati.
.
.
.
.
King Thomas mendatangi Baron Jhon yang tengah diobati oleh salah satu tabib yang masih hidup. Pria itu menatap tajam sang baron dan membuat yang ditatap menundukkan kepala karena takut. Sang tabib kemudian pergi untuk membiarkan sang raja dan baron nya berbicara berdua.
"Di luar pengaruh tato itu, apa kau juga bersekongkol dengan William untuk menggulingkan kekuasaan raja?" tanya sang raja sambil menatap tajam Baron Jhon.
Sang baron menata napasnya yang tiba-tiba tak beraturan, pria itu secara perlahan mendongakkan kepala dan menatap King Thomas dengan takut.
"Sebelum saya merasakan efek dari tato itu, saya hanya disuruh untuk menjalankan berbagai perintah dari Count Levie. Di bawah perintahnya, saya dipaksa untuk membuat para knight mundur.
Walau begitu, dari sekian banyak orang, kami mendapatkan sebelas orang untuk calon knight. Hanya saja nasib buruk menimpa hampir separuh dari knight. Empat dari sebelas calon knight, mati di tangan duke. Satu di antara tujuh knight yang resmi, mati di tangan mereka knight yang lain di bawah pengaruh sihir.
Saya benar-benar meminta maaf, King. Saya telah gagal menjalankan tugas sesuai dengan jabatan saya dan karena itu saya ingin mengundurkan diri dari jabatan saya."
King Thomas lantas tersenyum tipis, "Karena para pengkhianat itu sudah pergi dari kastil, aku membutuhkan orang baru untuk menduduki jabatan yang kosong. Jhon, kau akan turun dari jabatanmu, tapi kau mungkin pantas untuk menduduki jabatan yang lain."
"Jabatan yang lain?" tanya Baron Jhon memastikan.
Sang raja lantas berdiri dan tersenyum lebar. "Pengaruh sihir kejujuran yang disebarkan grandma masih ada dalam dirimu. Kau tahu? Kedua iris mata dari orang-orang yang terkena sihir itu, akan berubah menjadi biru. Kau telah jujur padaku dan karena itu aku akan mempercayakan sebuah jabatan untukmu."
King Thomas kemudian menepuk bahu Baron Jhon sebelum keluar dari kamar pria itu.
"Karena pengaruh sihir, aku tak bisa berbohong sama sekali kepada raja itu. Kukira dia akan melenyapkanku begitu mendengar semua ucapanku, tapi ternyata anggapanku salah. Namun, apakah pantas jika orang sepertiku mendapatkan jabatan yang lebih tinggi?" Baron Jhon bermonolog.
Kejujuran adalah sebuah hal baik yang mungkin mulai sulit ditemukan dan sudah sepantasnya jika seseorang yang jujur mendapatkan posisi yang tepat untuk mereka dapatkan.
*****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top