32 -- Kacau
King Thomas, Queen Lauren, Rei, dan Jey menatap tak percaya ke arah Rylan, Rou, Ara, dan Justin yang kini memandang mereka dengan beringas.
"Kalaupun mereka memang tak menyukai kehadiran kita, mereka hanya perlu untuk mengusir kita semua. Namun, kenapa mereka sampai harus menyerang kita? Sssshh ... Apa mereka adalah pemilik tato sialan itu juga?"
King Thomas lantas menyobek jubah putihnya untuk menutupi luka akibat goresan pedang Justin.
Rei dan Jey mengambil ancang-ancang untuk membalas serangan Rylan dan Ara, tapi karena mereka terlalu fokus pada pria itu, mereka sampai tak sadar jika Rou sudah menahan Lauren dengan pisau dapur yang ia arahkan ke leher sang ratu.
"Rou, k-kenapa kau begini? Buang pisau itu dan mari kita bicarakan baik-baik permasalahan kita," ucap Lauren sambil menatap ngeri pada pisau yang ada di depan lehernya.
Rou tersenyum miring, kemudian mengalihkan pandangan ke arah Justin yang kini tengah mencoba untuk menyerang King Thomas lagi.
"Kalian berdua terlalu naif, bahkan mertuamu yang sudah menghilang itu telah menimbulkan kekacauan besar. Kau tak berhak menyakiti hatiku hanya demi kepentingan orang-orang yang tak berguna itu! Kau bilang kalau kau adalah sahabatku, tapi apa yang sekarang kau lakukan padaku! Kau tahu? Aku sangat membencimu!!"
Rou menatap Lauren lagi, lantas menempelkan pisau itu ke kulit leher Lauren, King Thomas pun datang dan langsung menampik pisau itu.
"Apa-apaan kau!" Sang raja lalu menarik Queen Lauren dan membawanya dalam pelukan. Pria itu menatap tajam Rou, kemudian mengalihkan pandangan dan mengarahkan kode melalui ke arah Rei dan Jey untuk segera pergi.
Keempat orang itu pun lalu pergi meninggalkan Rylan beserta ketiga rekannya dengan langkah yang cepat.
"Ya, setidaknya aku berhasil untuk mengulur waktu agar Duke William bisa menjalankan semua rencananya. Larilah kalian secepat mungkin dan mari kita lihat bagaimana kekacauan yang terjadi di dalam kastil kalian."
Rylan tersenyum miring, lantas membalikkan badan dan masuk ke dalam rumah. Sementara Rou, Ara, dan Justin masih berusaha untuk menarik napas dalam-dalam. Mereka bertiga terlihat begitu kacau setelah efek tato di tangan mereka menghilang untuk sementara waktu.
"A-apa yang sudah kita lakukan?" tanya Justin bingung. Pria itu heran saat melihat tangannya yang sudah berlumuran darah. Ara juga memberi reaksi yang sama persis dengan Justin, gadis itu juga sama-sama tak sadar dengan apa yang sudah mereka lakukan.
"Untuk beberapa hal di dunia ini, kadang seseorang perlu memikirkan diri mereka sendiri ketimbang memikirkan orang lain. Sebab, saat seseorang terluka karena orang lain, takkan ada yang memikirkan perasaan mereka selain diri sendiri."
.
.
.
.
"Kau akan baik-baik saja, Queen. Sebentar lagi lukamu sembuh," ucap Jey sambil membubuhkan ramuan obat yang baru saja dia buat.
King Thomas kini berada di pinggir sungai tempat Jey menemukan Ara untuk kali pertama.
Untung saja pisau itu tak sampai menyentuh pembuluh yang ada di lehernya. Leher sang ratu mendapatkan luka goresan yang harusnya mengenai leher, tapi justru meleset dan mengenai pundaknya.
"King, menurut Anda, kita harus kembali ke kastil atau kembali melanjutkan langkah kita untuk mencari David?" tanya Rei tiba-tiba.
"Kita pulang dulu untuk mengecek kerja Kevin dan Vernon. Kuharap mereka berdua tidak terkena pengaruh tato itu. Entahlah, tiba-tiba perasaanku tidak enak begini."
King Thomas lalu menoleh ke arah Lauren yang terlihat begitu murung. Gadis itu mungkin merasa shock saat melihat rekan-rekannya berbalik memusuhinya.
.
.
.
.
Kevin dan Vernon tampak terengah-engah saat berusaha untuk menghampiri Nanny Eve dan nenek penjaga asrama gaib.
"Nanny, Grandma, hhhh hhhh ... Kita harus segera pergi dari kastil sekarang juga. Baron Jhon yang kami kira tidak memiliki tato itu, kini justru berbalik menyerang kami. Hhhh ... Ayo ...," ucap Kevin dengan susah payah.
Kevin kemudian langsung jatuh terduduk, ia lantas merebahkan diri di sembarang tempat sambil mengambil napas dalam-dalam.
Nanny Eve menoleh ke arah kedua knight itu dan langsung terkejut begitu melihat kehadiran Kevin dan Vernon.
"Apa kau bilang?!"
Nenek penjaga asrama gaib menatap sekilas kedua knight. Wanita itu lantas berhenti mengarahkan sinar ke arah kerajaan.
"Pada akhirnya, aku pun takkan sanggup untuk menghentikan hal buruk ini. Sepertinya kita harus pergi dan cepat-cepat menemui raja."
.
.
.
.
"Lepas semua orang yang sudah dikurung! Bebaskan mereka!"
Duke William lalu menatap ke arah tato di pergelangan tangan dengan wajah yang serius. "Daripada menghindari kejahatan di depan mata, bukankah seharusnya mereka datang menghadapi kami? Tch, hanya karena ulah kedua orangtuaku, apa mereka juga harus menatapku dengan remeh? Oke, kalau itu mau mereka ...," ucapnya dalam hati.
"Lord, apa yang harus kami lakukan sekarang? Para pemilik tato sepertinya sudah mulai kehilangan kendali diri. Apa kita harus membiarkan mereka untuk saling menyerang?" tanya Marquis Leo.
Duke William tersenyum miring, kemudian ia menganggukkan kepala begitu melihat Auva dan Sean yang yang terlihat sudah kehilangan kendali diri.
Semua orang kastil terlihat saling menyerang satu sama lain begitu Baron Jhon melepaskan semua orang yang sudah diselamatkan Kevin dan Vernon.
"Biarkan saja mereka saling menyerang satu sama lain. Semua ini adalah salah mereka sendiri. Jika saja dulu mereka tak meremehkanku, mungkin saja aku dapat membantu untuk menghentikan kekacauan ini. Sudahlah, kita tinggalkan saja mereka di sini."
Marquis Leo kemudian sedikit membungkukkan badan saat melihat kepergian sang duke.
"Tato ini membuat banyak orang buta dan tuli, membuat orang-orang kehilangan kendali, dan menghancurkan apa yang sudah dibangun selama ini oleh King Edward," ucap sang marquis dalam hati.
.
.
.
.
King Thomas, Queen Lauren, Rei, dan Jey sudah sampai di kastil. Mereka cukup terkejut ketika melihat kekacauan yang telah terjadi di seluruh penjuru kastil.
Saat mereka baru membuka pintu gerbang, mereka sudah melihat para penjaga yang mati terkapar dengan banyak goresan pedang. Taman bunga yang Edward buat pun terlihat hancur berserakan. Pohon Slippery Elm juga terlihat tumbuh semakin subur hingga sampai menutupi sekeliling kastil.
"Sepertinya kita datang terlambat," komentar Queen Lauren sambil menatap ngeri kekacauan yang sudah dia lihat.
Napas mereka seperti tercekat begitu mereka melihat lebih banyak kekacauan di dalam kastil. Seluruh bagian ruangan istana terlihat begitu awut-awutan. Percikan darah mengotori tembok-tembok kastil dan tubuh para penghuni kastil terlihat berserakan di mana-mana.
King Thomas kemudian buru-buru pergi ke perpustakaan untuk melihat orang-orang yang mungkin saja berhasil untuk diselamatkan. Istri dan kedua knight juga mengikuti langkahnya.
Pria itu buru-buru membuka pintu dan langsung melototkan mata ketika melihat Viscount Edo dan Sean yang sedang berkelahi. Ia juga melihat dengan jelas ketika Count Levie menghunuskan pedang ke arah Auva yang terlihat menggila.
Teriakan histeris terdengar juga dari balik pintu yang kini sedang digunakan Duke William untuk bersandar.
"Kalian terlalu lambat untuk sampai di tempat ini. Kalian tahu? Hal itu sangat memalukan!" ejek sang duke.
King Thomas mengepalkan kedua tangannya dan menatap saudara angkatnya dengan tajam.
"Keparat!!"
Sang raja mengayunkan pukul ke arah pipi saudaranya dan hal itu memicu pertengkaran di antara mereka berdua.
"Kenapa kau membiarkan kerajaan ini hancur, hah?! Apa kau memang sudah tak punya hati nurani?!" teriak King Thomas dengan tangan yang berkali-kali menonjok wajah lawannya.
Duke William mendesis kesal dan tiba-tiba membalikkan tubuh untuk giliran memukul sang raja.
"Kau dan orang-orang itu tak seharusnya datang kemari! Kenapa juga kalian menerima saat ditawari menjadi raja, hah?! Ramalan bodoh itu membuat kalian semakin bodoh, tapi kalian masih saja mengikuti perintah dari ramalan itu! Kenapa kalian menghancurkan kehidupan cinta dari banyak orang hanya demi para warga yang hanya bisa mengeluh?!"
Queen Lauren yang tak tahan saat melihat perkelahian terpampang jelas, lantas mengambil buku-buku tebal yang berserakan dan melemparkannya kepada para pria yang masih terlihat saling melukai.
Para pria itu kemudian menoleh ke arah Lauren dengan beringas. Mereka menghentikan perkelahian dan berniat untuk menyerang sang ratu.
Duo Knight tak tinggal diam, mereka berdua lantas menyembunyikan tubuh Lauren di belakang merah, lalu mengambil ancang-ancang untuk menyerang.
Namun, ketika hal itu akan terjadi, sebuah sihir tiba-tiba datang dan menyerang semua pria itu terkecuali Rei dan Jey.
"Grandma?!" pekik Queen lauren kaget. Rupanya Nanny Eve dan Grandma penjaga asrama gaib yang datang secara tiba-tiba.
Rei dan Jey cukup terkejut dengan kedatangan kedua orang itu, walau begitu, sebenarnya mereka punya satu pertanyaan yang sangat ingin mereka sampaikan.
Ke mana perginya Kevin dan Vernon sekarang?
*****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top