25 -- Terang
Penobatan dan pernikahan adalah hal awal yang harus dilakukan oleh seorang calon raja dari Elm Island. Tak terkecuali dengan Prince Thomas.
"Apa kau baik-baik saja hari ini?" tanya Prince Thomas.
Lauren menoleh ke arah calon suaminya dan tersenyum tipis. "Bohong jika aku mengatakan padamu kalau aku baik-baik saja. Kau sendiri bagaimana?"
Sang pangeran menggelengkan kepala, "Sama sepertimu, aku memang tidak baik-baik saja, tapi aku harap acara ini akan berjalan dengan lancar." Lauren menyetujui ucapan Prince Thomas dan menganggukkan kepala.
Keduanya terlihat sedang menunggu kedatangan sang nenek penjaga asrama.
"Prince, aku ingin bertanya mengapa pada setiap pernikahan calon raja, hal itu harus dilakukan oleh nenek itu. Bukankah seharusnya pekerjaan ini dilakukan oleh pendeta? Apa hal ini karena ramalan mengerikan itu?"
Prince Thomas menoleh ke arah Lauren, "Nenek penjaga asrama hanya menikahkan ketiga pasangan dari hasil ramalan itu. Hari ini adalah tugas darinya dan setelah itu mungkin dia akan segera mati. Umurnya bahkan jauh lebih tua daripada Emperor Theo," jawabnya.
Lauren mengangguk paham, tapi terlihat masih penasaran. "Ah, iya, kemarin dia datang kemari. Tumben sekali ...."
"Dia memintaku agar menjagamu dengan baik. Lagipula selama ini kau mengenal juga mantan penguasa itu," ujar sang pangeran sambil tersenyum tipis.
Lauren tiba-tiba beranjak dari kursi, kemudian sedikit membungkukkan badan untuk memberi hormat. Hal itu tentunya membuat sang pangeran mengerutkan dahi karena heran. Apalagi saat melihat tingkah langka dari gadis itu.
"Nenek itu sudah datang, kita terlalu sibuk mengobrol sampai tak melihat kedatangannya. Kau lihat seseorang yang sedang berdiri di depan singgasana?" bisik Lauren.
Sang pangeran reflek berdiri dan membalas penghormatan dari Lauren.
"Prince Thomas, aku persilakan kau untuk maju terlebih dahulu agar pernikahan bisa segera dimulai," tegur Count Levie.
Prince Thomas mengangguk hormat, lalu melangkahkan kaki menuju depan singgasana. Sementara Lauren yang dibantu oleh Nanny Eve, ia beranjak pergi ke arah pintu masuk kastil untuk menghampiri King Edward yang sedang menantikannya.
"Maafkan aku karena sudah membuat kalian menunggu lama," ujar Lauren begitu melihat sang raja.
King Edward menganggukkan kepala, lantas menyodorkan tangan kanannya. "Hari ini kau akan menikah dan aku memaafkanmu."
Lauren tersenyum kemudian meletakkan tangan kirinya di atas telapak tangan sang raja. Keduamya lantas melangkah dengan yakin menuju ke arah Prince Thomas dan nenek penjaga asrama. Nanny Eve yang membantu membawakan sebagian dari gaun Lauren juga ikut terlihat cantik dalam balutan dress pink.
Prince Thomas menerima uluran tangan Lauren dari ayahnya dan membawa gadis itu ke depan sang nenek.
Ritual pernikahan yang sederhana, lantas dimulai dengan khidmat. Suasana ramai di dalam kastil pun tiba-tiba menjadi senyap ketika ritual itu dimulai. Mereka bahkan tak menyadari jika lampu kristal yang tergantung itu tiba-tiba berkedip-kedip aneh karena terlalu terpaku saat melihat pedang yang dipegang oleh sang pangeran dan Lauren ketika mengucap sumpah pernikahan tampak bersinar terang.
King Edward yang sadar akan bahaya lantas berteriak keras. "Kalian semua yang ada di bawah lampu, cepat menyingkir!!"
Semua orang lantas tersentak kaget, kemudian menatap ke arah lampu secara bersamaan.
Nanny Eve yang tiba-tiba tersandung karpet, lantas menatap ke arah lampu dengan panik. Hal itu tentunya menjadikan King Edward kesal. Pria itu lalu menghampiri pelayan itu untuk membantu pergi.
Tepat saat pernikahan itu disahkan, lampu yang tergantung di tengah kastil meluncur bebas dan menimpa apapun yang ada di bawahnya.
Pernikahan memang berhasil dilaksanakan, tetapi kekacauan itu tetap saja terlaksana juga.
.
.
.
.
Kekacauan yang dimulai saat pernikahan Prince Thomas dan Lauren tersebar ke segala penjuru Elm Island.
Rou menghela napas ketika mendengar nasib kedua orang yang berharga baginya.
"Apa kehidupan memang selalu seperti ini? Satu masalah belum selesai dan datang lagi masalah yang baru," ucap Rou bermonolog.
Rou mengacak-acak rambutnya, kemudian merebahkan tubuh di sofa dan kembali berbicara sendiri.
Rylan yang tengah sibuk mengecek laporan keuangan di depan Rou, lantas mendesis kesal dan menjitak kepala si wanita mungil itu.
"Berhentilah melakukan hal yang tak penting begitu. Di ruang tamu, Justin sibuk merutuki diri sendiri dan di sini kau sibuk dengan pikiranmu. Sementara David yang baru kembali, dia terlihat begitu down. Lebih baik kau pergi ke kamar anak itu. Temui dia dan ajak jalan kalau perlu. Kalian bertiga benar-benar ...."
Rou mendesis lantas beranjak dari sofa untuk pergi menemui David.
"Ajak Justin juga!" tambah Rylan sebelum Rou benar-benar pergi dari ruang tengah.
Rou mengiyakan perintah Rylan dan pergi menghilang dari mata Rylan.
.
.
.
.
"Kenapa kau mengajakku ke toko ini? Kau tak tahu kalau pemilik toko ini galak?" tanya Justin sambil bergidik ngeri.
Rou menampol kepala Justin, lalu menoleh sebentar ke arah David. "Justin yang pemberani, bukankah hampir setiap hari kau datang kemari untuk menagih uang? Dan wanita itu juga mantan kekasih David. Sudah! Ayo masuk!"
Justin menahan Rou, lalu menggelengkan kepala. "Bukan Jia yang kutakutkan, tapi Ara yang kumaksudkan. Aku pernah menagih uang di jam-jam ini dan bertemu dengan Ara yang sedang melakukan shift. Anak itu bahkan lebih galak ketimbang Jia."
Rou kemudian tersenyum miring dan reflek menarik Justin untuk ikut masuk. David menepuk dahi, lantas tersenyum tipis ketika melihat tingkah keduanya.
David membuka pintu toko, lantas berdecak kagum ketika melihat interior ruangan.
"Ruko ini sudah banyak berubah sejak aku pergi meninggalkan tempat ini," ucap David lirih.
.
.
.
.
"Apa King Edward baik-baik saja, Grandma?" tanya Nanny Eve khawatir.
Nenek penjaga asrama lantas tersenyum tipis. "Dia baik-baik saja, pria ini pingsan setelah menyelamatkanmu karena terlalu shock. Luka yang ada di tubuhnya karena pecahan kristal lampu pun sudah kututup dengan ramuan obat."
Nanny Eve benar-benar tak menyangka jika hal buruk akan terjadi di hari pernikahan pangeran.
"Eve, apa kau sudah melihat kemana perginya suamimu? Sejak kecelakaan ini, aku tak lagi melihatnya."
Nanny Eve menggelengkan kepala dengan wajah yang terlihat sendu. "Aku tak tahu kemana perginya pria itu. Padahal sebelum acara ini dimulai, ia ingin bertemu denganmu setelah acara pernikahan selesai."
Nanny Eve lantas menghela napas, "Aku mendengar pembicaraan king dan duke ketika aku ingin mengantarkan kue. Karena pembahasan mereka, aku jadi kembali mengingat nama seseorang. Grandma, bagaimana kau memutuskan Venus sebagai seseorang yang pantas untuk king? Kenapa kau tak menyatukan dia dengan duke?"
Nenek penjaga asrama itu lantas menutup pintu kamar sang duke. Mereka membicarakan hal yang berkaitan dengan King Edward dan itu membuat mereka lebih memilih untuk berbicara di luar kamar.
"Kau pernah tahu kisah cinta dari Emperor Theo? Hmm, atau bisa kita sebut dia sebagai Hanson?" Nanny Eve menggelengkan kepala.
"Dulu, sebelum Hanson mempelajari ilmu sihir, tak ada slippery elm yang tumbuh di pulau ini. Artic, istri dari Hanson sangat menyukai pohon itu dan menginginkan Hanson untuk membawa pohon itu dari negeri yang berada di seberang Nobes Montem. Hal itu sangat mustahil kecuali jika Hanson mempelajari sihir." Wanita tua itu berjalan ke arah pelayan yang sedang berdiri di pintu dan lalu mengambil kain kering untuk menyeka keringatnya. Dia kembali berjalan menuju balkon dengan Nanny Eve yang mengikutinya di belakang.
"Sihir hitam yang dia pelajari membuat pria itu harus menyediakan korban. Kau tahu? Karena dia meminta sesuatu dari tempat di luar Elm Island, maka pria itu juga harus membawa orang yang bersangkutan dengan tempat di mana asal slippery elm ke pulau ini."
Nanny Eve mengerutkan dahi karena bingung. " Aku tak paham dengan maksudmu, Grandma." Wanita tua itu lantas tersenyum tipis. "Hubungan antara pohon slippery elm dan penduduk asli dari asal pohon itu berkaitan dengan ilmu sihir yang Hanson pelajari. Pohon itu takkan bisa hidup tanpa ada orang dari asal pohon itu yang merawatnya.
Semakin lama kedua hal yang berkaitan itu hidup di tempat yang salah, maka bencana pun akhirnya datang. Bencana ini sulit dicegah saat keduanya sudah 'tertancap' lama di pulau ini.
Sementara orang dari Elm Island pun takkan mampu mencabut akar dari masalah yang sudah sejak lama 'tumbuh' di tempat ini.
Agar semuanya dapat kembali ke asalnya, orang yang telah merawat pohon itu harus punya kesadaran kalau tempat ini bukanlah tempat mereka. Jika mereka berusaha lepas, maka bencana yang terus datang ini akan segera hilang."
Nanny Eve menutup mulutnya dengan mata yang melotot karena shock.
"Edward, Rylan, Thomas, Justin, Auva, Rou, Jia, David, Ara, dan Lauren. 10 penduduk asing ini harus menyadari kekeliruan yang membuat mereka datang ke tempat ini. Kegelapan yang membuat hawa sihir Hanson tertarik kepada mereka, harus segera dihilangkan. Jika tidak, mungkin kekacauan yang besar akan terjadi."
Napas Nanny Eve tercekat ketika mendengar semua keterangan dari nenek penjaga asrama. Wanita itu lantas tersenyum lebar.
"Jika mereka semua sadar dengan hal buruk yang membuat mereka datang kemari, semuanya akan kembali normal. Artic dan Venus yang dijadikan korban dalam sihir ini mungkin akan kembali hidup. Cinta dari duke mungkin akan terbalaskan dan kau akan terbebas dari jeratan keposesifan pria itu."
Mata Nanny Eve terlihat mengembun dan senyum lebar perlahan muncul.
"Jadi, semua hal tak lazim di tempat ini akan segera menghilang? Apa mungkin jika ramalan mengerikan itu bisa dihancurkan? Bagaimana dengan orang-orang yang terkena efek ajaib dari pohon elm keabadian?"
Nenek penjaga asrama itu terkekeh kecil. "Ramalan itu memang bisa dihilangkan, tapi elm keabadian yang memiliki tiga macam warna dalam setiap helai daunnya, itu adalah alasan kenapa pulau ini disebut sebagai Elm Island."
Senyum lebar Nanny Eve berubah menjadi tangis haru. Wanita cantik itu lantas memeluk erat sang nenek sambil menggumamkan ucapan terima kasih.
.
.
.
.
Justin, David, Rou, dan Ara menganga lebar ketika melihat tubuh Jia yang perlahan menghilang.
"Kalian tak perlu terkejut dengan hal ini, aku akan baik-baik saja setelah kembali. Katakan pada Jey jika aku sudah berhasil untuk pulang. Katakan padanya juga untuk hidup dengan bahagia. Teman-teman, ketika perasaan kalian sudah merasakan lega saat berusaha untuk melepaskan sesuatu, maka bersiap-siaplah untuk ke kembali ke kota asal kita. Good bye ...."
"Jia!!"
Keempat manusia itu lantas mematung begitu melihat kepergian Jia yang mendadak.
"Baru saja dia menegur Justin dan Ara, lantas tiba-tiba saja dia menghilang?" Ungkapan David yang terdengar begitu kalut disetujui oleh Rou. Sementara duo manusia rusuh yang membuat Jia menegur mereka, lantas jatuh terduduk di sofa.
David menatap kedua manusia rusuh itu sambil memikirkan jawaban dari pertanyaan di dalam pikirannya. Kenapa hal ini terjadi tiba-tiba?
"Sepertinya kita semua harus kembali ke kastil. Kita harus bertemu dengan nenek penjaga asrama yang selalu dikaitkan dengan ramalan dan keajaiban di dalam pulau ini. Ayo kita pergi temui dia sekarang!"
"Menemui wanita itu di kastil?!" tanya ketiga 'kawan seperjuangan' David secara bersamaan.
David mengangguk, lantas mengulurkan tangan ke arah Justin dan Ara. Keduanya menerima uluran tangan David sambil mengangguk dengan yakin.
"Ayo kita pergi!"
*****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top