06 -- Cinta?

Prince Thomas membetulkan kerah bajunya sebelum masuk ke dalam Hotel 'Sun Inn'. Namun, saat dia membuka akan membuka pintu, seorang pria memanggilnya.

"Excuse me, Sir ... Pintu hotel sudah tu-- WOW, Prince Thomas, kau datang ke sini?"

Justin yang baru saja pergi menanam Pohon Slippery Elm terlihat cukup terkejut saat mendapati seorang pangeran ada di depan pintu hotel.

"Maafkan aku karena sudah mengagetkanmu. Hari ini aku ingin berjumpa dengan kekasihku. Kau tahu di mana keberadaan Rou sekarang?" ucap Prince Thomas dengan antusias.

Justin yang semula antusias untuk segera mandi di kamar mandi hotel dan berencana untuk pulang ke rumah Rylan, perlahan kehilangan rasa itu. Diam-diam, tangan pria itu mengepal hingga senyum palsunya pun muncul.

"Maafkan saya, Prince, tapi hari ini Rou sedang sibuk. Hari ini dia sedang membantu rekannya untuk mendata persediaan barang di hotel. Jadi, ada yang bisa saya bantu?"

Wajah bahagia pangeran itu lenyap dan helaan napas pun terdengar dari mulutnya.

"Baiklah kalau begitu, kau tahu? Padahal hari ini untuk pertama kalinya aku datang menemui Rou setelah satu bulan kami menjadi sepasang kekasih. Bisakah aku meminta tolong untuk memberikan bunga dan cokelat ini?"

Prince Thomas menyerahkan buket bunga yang dia beli dari 'Magic Shop' kepada Justin, lalu pamit pergi dari hotel itu.

Justin menganga tak percaya dengan apa yang baru saja dia hadapi. "Dia memang seorang pangeran, tapi apa dia tak bisa untuk memberikan bunga ini sendiri? Bukankah tidak apa-apa jika dia masuk sebentar? Apa dia masih canggung padaku karena kejadian itu?" keluh Justin.

Pria itu berkacak pinggang, lalu masuk ke dalam hotel sambil menenteng bunga yang dititipkan padanya dan membiarkan peralatan kebun ada di depan pintu hotel.

.
.
.
.

Justin membuka pintu gudang yang ternyata tak dikunci. "Halo penghuni gudang, yuhuu, i'm come back again, apa ada yang kangen?" ucap Justin sambil bersiul-siul.

David dan Rou yang sedang sibuk memeriksa jumlah persediaan sabun, lantas menoleh bersamaan ke arah Justin sambil melotot.

"Eits, stop it, aku datang ke sini bukan untuk mengganggu kerja kalian, aku hanya ingin memberikan bunga dan cokelat untuk Rou. Ini, terimalah ... ," jelas Justin sambil memberikan buket bunga dan cokelat kepada Rou.

David menatap tak percaya pada Justin. "Sejak kapan kau menjadi romantis begini? Apa kau sedang sakit? Kau waras, 'kan? Hei, kau Justin, 'kan?"

Justin berdecak kesal saat David menanyai dia dengan sebegitu noraknya. "Aku bukan pria yang romantis dan bunga ini bukan dariku. Bunga ini pemberian dari Prince Thomas dan aku disuruh untuk memberikan ini pada Rou setelah kubilang kalo Rou sedang sibuk."

Rou melotot kaget saat mendengar penjelasan Justin. "Di mana ... Di mana pangeran sekarang?" tanya Rou panik.

"Mungkin dia pulang, tapi entah-- Oyy, Rou, kau mau pergi ke mana?!"

Rou terlihat langsung beranjak pergi dari gudang setelah mendengar jawaban Justin.

Justin menatap Rou dengan sedih, ekspresi itu memang bisa disembunyikan saat berada di hadapan orang lain. Namun, di mata David, semua hal itu terlihat begitu jelas.

"Kuharap kau akan baik-baik saja setelah ini. Justin, karena kau sudah membuat Rou pergi, sekarang kau harus bantu aku. Ayo, kita bekerja lagi!"

Justin mengangguk pelan, lantas memilih mengikuti saran dari David.

Cinta yang murni memang tidak akan menjadikan perasaan seseorang terluka. Namun, untuk dapat mencapai cinta yang murni, kadang seseorang harus terluka terlebih dahulu.

.
.
.
.

Rou mengejar Prince Thomas yang sudah berjalan menjauh dari hotel. Pangeran itu terlihat sedang berjongkok dan mengelus seekor anjing yang berada tak jauh dari hotel.

"Apa Auva melepas lagi anjing milik tetangganya? Ckck ... ."

Prince Thomas menoleh ke arah Rou, lalu tersenyum tipis pada gadis itu. "Rekanmu bilang kau sibuk hari ini, kenapa sekarang kau justru menghampiriku?"

Rou menatap sedih kekasihnya, lalu reflek memeluk tubuh pangeran itu. "Kenapa kau tak masuk saja, Thom? Lagipula hotel juga sudah tutup, 'kan?"

Prince Thomas melepas pelukan Rou, lalu mengelus rambut gadis itu dengan pelan. "Rekanmu sepertinya kurang suka saat aku menanyakan keberadaanmu. Dia terlihat menyukai kekasihku ini dan aku tak mau menyakiti hatinya lebih dalam. Aku seorang pria dan aku tahu bagaimana perasaan pria itu."

Mata Rou berkaca-kaca saat mendengar ucapan Prince Thomas. Gadis itu memeluk kembali kekasihnya yang memiliki hati selembut kapas.

"Kenapa kau terlalu memikirkan perasaan orang lain yang bahkan tak menyukaimu, Thom? Kau itu kekasihku dan kau berhak untuk menemuiku. Tadi aku hanya sedang membantu David mendata persediaan sabun di hotel."

Prince Thomas terkekeh kecil, lalu membalas pelukan Rou. Pria itu terlihat begitu tertekan dan membuat kekasihnya khawatir.

Rou melepas pelukan, lalu menangkup pipi Prince Thomas dengan sedikit berjinjit. Gadis itu mengecup pelan hidung kekasihnya yang mancung.

"Kau terlihat sedang banyak masalah sekarang. Jadi, bisakah kau beritahu hal apa yang membuatmu begini?" ucap Rou pelan.

Prince Thomas menundukkan kepala dan membuat Rou bingung.

"Rou, ayo kita berpisah ... ," ucap Prince Thomas tiba-tiba.

Tubuh Rou menegang saat mendengar kata 'pisah' muncul dari mulut Prince Thomas. "K-kau bercanda?"

Prince Thomas menggelengkan kepala sambil tersenyum iba. Pria itu memundurkan tubuh agar sedikit jauh dari Rou.

"Ayahku mengetahui hubungan kita dan dia memintaku berpisah denganmu. Aku mendapatkan izin agar bertemu kau sebelum nanti kita takkan bertemu lagi dalam jarak yang dekat. Maafkan aku, Rou ... ."

Prince Thomas membalikkan badan, kemudian berniat untuk pergi. Pria itu lari dan meninggalkan Rou yang menatap kepergiannya dengan shock.

"Ke-kenapa?" ucap Rou kalut.

Rou menundukkan kepala dan mendapati anjing besar yang biasanya dilepas oleh Auva kini sedang menatapnya lamat.

"Kembalilah ke rumahmu, Lucky. Aku yakin majikanmu sedang bingung karena kau tak ada di tempatnya. Pulanglah ... ," ucap Rou lirih.

Lucky, si anjing jenis Bullmastiff  itu menatap Rou sebentar sebelum kembali ke rumah majikannya.

"Thomas, kau memang seorang pangeran, tapi sikapmu bahkan jauh lebih buruk daripada Lucky yang justru terbuka dengan banyak orang yang dia kenal. Haruskah aku bahagia karena berpisah denganmu?"

Rou mengepalkan kedua tangannya dan beranjak kembali ke hotel.

Gadis mungil itu bahkan tidak menyadari kehadiran Auva yang sudah dari tadi berdiri di depan tokonya melihat semua kejadian itu.

"Apakah yang baru saja aku lihat, bisa ku sebut dengan cinta? Hanya karena orang lain, cinta harus dikorbankan. Mereka berdua sama-sama terluka dan justru sekarang tumbuh rasa kebencian di dalam hati Rou. Wah, apa baru saja aku melihat pertunjukan drama gratis? Ckck ... ."

Auva membalikkan badan, lalu kembali masuk ke dalam toko.

.
.
.
.

"Wow, kau kenapa Rou? Masaklah dengan hati-hati kalau tidak mau terkena minyak panas," tegur Justin pada Rou.

Malam sudah terlalu larut dan Rou tak berniat untuk pulang ke rumah. Hari ini dia mengajak Justin dan David untuk tetap berada di hotel. Gadis itu masih kesal jika mengingat nasib cintanya dan memilih untuk melampiaskannya dengan memasak banyak makanan di dapur hotel.

Justin dan David tentu senang-senang saja karena itu artinya mereka berdua bisa memakan masakan Rou sebanyak mungkin. Toh, hari ini Rylan juga bermalam di hotel.

Rou mematikan kompor minyak yang dia pakai, lalu menatap kedua rekannya dengan wajah yang masam.

"Aku sudah berpisah dengan Thomas dan aku kesal pada pangeran itu karena memutuskan hubungan secara tiba-tiba. Pria itu bilang kalau ayahnya meminta hubungan kita berakhir."

Justin dan David reflek menatap Rou, lalu melotot ke arah gadis itu secara bersamaan.

"Apa katamu?! Kau serius?!!"

*****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top