05 -- Spesial

Justin meletakkan uang yang dia bawa ke atas meja resepsionis. "Apa David sudah datang?"

Resepsionis itu mengangguk pelan. "Bukan hanya David yang datang, kita bahkan kedatangan tamu yang membawa Slippery Elm seperti kau dan juga David dulu. Dari sekian banyak orang yang datang ke hotel ini, mereka yang terpilih saja yang mendapatkan bibit pohon dari Hanson," jelas wanita itu.

Justin mendelik karena terkejut. "Boss Rylan datang? Kau baik-baik saja, Rou? Seperti apa reaksinya saat kedatangan orang baru?"

Rou terkekeh kecil ketika melihat kepanikan Justin. "Sebelum kau datang kemari, boss kita memang begitu sifatnya. Dia marah padaku karena aku memberikan kunci kamar nomor 17 pada tamu spesial kita. Pergilah cari David dan minta dia membuat cocktail untuk boss kita. Pria itu tadi mengantar tamu kita karena kau belum datang kemari."

Justin menghela napas, lalu mengangguk dan segera pergi ke gudang karena mungkin saja pria itu sedang sibuk mengambil stok sampanye milik boss mereka.

.
.
.

"Kau kenapa?"

David yang tengah mengoleskan krim pereda nyeri ke tulang keringnya, lantas mendongak dan menatap Justin dengan bingung.

"Apa boss mencariku?" ucap David balik bertanya.

Justin menggelengkan kepala. "Boss Rylan datang ke hotel. Jadi, bisakah kau membuat cocktail untuknya? Hari ini pegawai yang khusus membuatkan minuman boss kita sedang libur dan karena kau adalah kepala bartender di sini maka kau wajib menggantikannya."

David mengangguk, lalu memasukkan krim pereda nyeri miliknya ke kantong kemeja.

"Expresso Martini atau Aperol Spritz?" tanya David.

Justin diam sebentar sebelum menjawab pertanyaan David. "Dia pasti kehilangan minat untuk mengurus bisnisnya karena kehadiran tamu spesial dan aku kurang yakin kalau dia berencana untuk makan malam."

David mengangguk paham, lalu segera berdiri dan segera melepas sendal yang dipakai untuk diganti dengan sepasang sepatu khusus ketika akan pergi menemui bossnya. Terdengar ribet, tapi hal itu wajib dilakukan. Sebab Rylan tak mau melihat pegawainya berantakan saat dia datang ke hotel, lain lagi jika pria itu tak pergi berkunjung ke hotel. David saja bahkan jarang sekali memakai sepatu kalau Rylan sedang tidak ada di hotel.

"Mungkin Manhattan akan pas untuk suasana hatinya sekarang. Oh, ya, ngomong-ngomong, kau ditugaskan bos untuk menanam bibit pohon yang kita dapatkan hari ini. Tadi pagi, Boss Rylan bilang jika dia baru saja membeli bibit pohon baru," ucap David sambil menepuk bahu Justin.

Justin mengiyakan ucapan David dan menatap kepergian rekannya dengan penasaran. "Apa dia baru saja jatuh? Tak biasanya pria itu memakai krim pereda nyeri. Eh? Bukannya tamu spesial yang datang juga membawa jenis bibit yang sama? Wow, apa hari ini aku harus menanam dua bibit pohon walau hari sudah semakin gelap?"

.
.
.

Ara mengikuti Jey pergi mengantar buket bunga dan cokelat pada pelanggan dengan membonceng sepeda milik Jey sambil membawa sebuah lampu minyak agar bisa menerangi jalanan yang gelap.

"Hari ini kita akan pergi ke mana saja, Jey?" tanya Ara sambil menatap keadaan sekitar dengan mata yang berbinar.

Jey tersenyum tipis saat mendengar pertanyaan Ara. "Kita mendapatkan satu pelanggan yang luar biasa. Kau tahu? Dia adalah pelanggan toko kami yang paling disegani di wilayah Elm Island."

Ara mengernyitkan dahi karena bingung. "Siapa dia?"

Jey tak menjawab pertanyaan Ara, tapi justru menghentikan laju sepeda. "Kita sudah sampai, Ra."

Ara turun dari sepeda dan menganga lebar ketika melihat bangunan tinggi nan megah di hadapannya.

Sebuah kastil dengan dominasi warna biru muda pada tembok bangunan itu. Deretan pohon Slippery Elm tampak tinggi menjulang dan ditata rapi mengelilingi kastil. Apalagi saat obor di sekeliling kastil menyala secara bersamaan. Itu benar-benar terlihat menakjubkan.

"Apa pelanggan tokomu adalah seorang pemimpin?" tanya Ara takjub.

Jey terkekeh kecil, lantas mengacak rambut Ara yang dikepang asal-asalan hingga membuat pemilik mengeluh tak nyaman. "Pelanggan kita adalah seorang pangeran. Dia akan menjadi penerus dari King Edward. Namanya adalah Prince Thomas. Pangeran itu menjalin hubungan dengan salah satu pegawai Rylan dan sejak hari itu toko kami terus mendapatkan pesanan bunga mawar dan cokelat darinya."

Kening Ara kembali mengerut ketika mendengar ungkapan dari Jey. "Memangnya pangeran bisa menikah dengan orang biasa? Apa pihak kerajaan tidak keberatan?" tanya Ara.

Jey menghela napas, kemudian mengacak-acak rambut Ara sebelum masuk ke dalam wilayah kerajaan itu.

Ara mengikuti langkah Jey dengan rasa penasaran yang belum mereda.

Saat sampai di hadapan para prajurit penjaga gerbang, Jey menunjukkan sebuah tanda pengenal yang mirip dengan lempengan emas berbentuk bundar gepeng. Prajurit penjaga gerbang lantas mengizinkan Jey dan Ara untuk masuk ke dalam kastil.

Gerbang kastil lalu dibuka lebar dan benar-benar sukses membuat mata Ara melotot lucu. Kastil biru muda yang indah terlihat dari luar gerbang, kini tampak terlihat lebih menakjubkan jika dilihat dari dekat.

Taman bunga tampak seperti menyambut kedatangan mereka berdua dan kilauan puncak kastil terlihat begitu menyilaukan mata Ara.

"Apa yang ada di puncak kastil itu adalah emas asli?" celetuk Ara reflek.

Jey terkekeh kecil saat melihat Ara yang terlihat begitu takjub dengan keadaan istana. "Puncak kastil dibuat dari emas murni 24 karat. Tembok kastil juga dilapisi dengan marmer biru muda asli. King Edward secara khusus membuatkan taman bunga ini untuk mendiang istrinya. Sudah, ayo masuk ... ."

Jey menggenggam tangan Ara dan membawa gadis itu masuk ke dalam kastil. Keduanya tak melewati pintu depan, tapi mereka pergi ke kastil lewat pintu yang biasa digunakan keluar-masuk oleh para pelayan. Mereka bertemu dengan pelayan pribadi dari pangeran yang kini sudah menanti bunga yang Jey bawa.

"Tumben kau membawa kekasihmu ke sini, Jey. Kau tahu? Kekasihmu terlihat sangat cocok denganmu. Oh, iya, terima kasih untuk bunga dan cokelat. Bagaimana dengan kabar Auva?" ucap wanita itu ramah.

Jey menoleh sekilas ke arah Ara sebentar, kemudian terkekeh pelan. "Dia temanku, nanny. Hari ini Auva pergi ke daerah sekitar Nobes Montem untuk mencari bunga karena malam ini banyak yang bermekaran di sana."

Ara terlihat termenung ketika mendengar Nobes Montem disebut oleh Jey. Daerah sekitar bukit itu memang indah, apalagi jika mereka berhasil sampai di atas bukit. Sayangnya, bukit itu terlalu sulit untuk didaki oleh orang-orang Elm Island.

Tak banyak orang yang bisa naik ke puncak bukit dengan selamat. Ada mitos dari warga setempat yang mengatakan bahwa para pendaki yang melamun dan punya niat yang kurang baik, mereka takkan mampu sampai ke atas bukit dengan selamat. Waktu itu Ara ingin kabur dari rumah karena tak tahan dengan omelan ibunya yang terdengar sama setiap gadis itu bangun terlambat dengan mengajak Lauren yang sedang ditinggal orang tuanya pergi ke luar kota. Mereka pergi disaat gerhana matahari cincin terjadi dan sekarang mereka harus berpisah karena telah mengabaikan mitos itu.

Ara ingin naik lagi ke Nobes Montem, tapi Jey dan Auva tak mengizinkannya pergi karena selama ini belum ada warga Elm Island yang sampai di atas bukit. Banyak dari mereka yang ingin mencoba, namun berakhir dengan jatuh dari lereng bukit dan mati secara mengenaskan.

Jey saja masih kurang percaya dengan ucapan Ara yang mengatakan bahwa gadis itu sudah pernah berhasil naik ke tempat itu bersama sahabatnya.

"Ada banyak bunga yang tumbuh di sana. Kalian juga akan menemukan tanaman indah jika pergi ke puncak bukit," celetuk Ara reflek.

Pelayan pangeran lantas menoleh takjub ke arah Ara. "Kau sudah pernah berhasil naik ke bukit itu?" tanyanya takjub.

"Nanny, ada banyak tempat yang indah dibalik bukit Nobes Montem. Aku sendiri bukan orang asli Elm Island, asalku dari hmmpph-- ... ."

Jey tersenyum canggung sambil menutup mulut Ara secara tiba-tiba.

"Nanny, kami pamit pulang dulu. Sampai jumpa lagi ... ," pamit Jey buru-buru.

Jey menyeret pelan Ara untuk keluar dari kastil. Saat sudah sampai di luar gerbang, Jey menyingkirkan tangannya dari mulut Ara.

"Ra, kau tak boleh sembarangan mengungkapkan jati dirimu di Elm Island. Kota Terra Nubibus, tempat asalmu adalah tempat yang terdengar tak nyata jika di dengar orang-orang kerajaan ini. Aku mungkin kurang percaya denganmu, tapi Auva dan kedua berandal itu juga berasal dari Terra Nubibus. Aku tak mau kau ditangkap pihak kerajaan dan dijadikan alat untuk memudahkan mereka naik ke bukit itu. Nanti aku akan menjelaskan alasan apa yang sampai membuatku melarangmu membantu mereka naik ke bukit. Untuk saat ini, biarkan aku dan kelompok Rylan saja yang tahu hal ini. Kau paham dengan ucapanku, 'kan?" jelas Jey sambil menggenggam tangan Ara dengan penuh harap.

Wajah Ara bersemu merah ketika mendengarkan penjelasan Jey. Gadis itu kemudian mengangguk pelan dan membuat senyum lebar muncul di wajah Jey.

"Jey ... ."

Jey menghentikan tawanya dan menatap Ara dengan bingung.

"Bisakah kau menghentikan tawamu? Terus terang, senyummu saja sudah membuat hatiku tak nyaman," ucap Ara lirih.

Jey mengerutkan dahi dan memasang ekspresi yang terlihat kebingungan.

"Sudahlah, ayo kita pulang sekarang ... ."

Ara menarik Jey agar menghampiri sepedanya dan meminta pria itu untuk mengayuh sepeda.

"Kenapa hatinya tak nyaman saat melihat senyumku?" tanya Jey dalam hati.

*****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top