04 -- Slippery Elm

Lauren berlari menjauhi David yang sepertinya sedang berusaha untuk mengejar gadis itu. Dia masuk ke dalam belantara hutan yang sudah mulai terlihat gelap.

"Sial sekali hidupku hari ini. Pria itu memang tampan, tapi tidak dengan perilakunya. Hhh ... Di mana aku sekarang?"

Lauren menyeka keringat yang menetes di sekitar keningnya dengan wajah yang terlihat kebingungan. Gadis itu kemudian berjalan pelan menyusuri hutan, ia berharap setidaknya ada sebuah rumah kecil di tengah-tengah hutan yang mau menampungnya malam ini.

Lauren menyibak Daun Pakis yang menghalangi pandangan dengan penasaran setelah mendengar banyak suara manusia di depannya.

"Wow ... Tempat apa ini?" ucap Lauren takjub.

Gadis itu melangkah dengan mantap dan berniat untuk mencari penginapan.

"Tempat ini terlihat begitu ramai dan nampak seperti pasar yang besar. Aku bahkan baru tahu kalo ada tempat yang seperti ini di dekat Nobes Montem."

"Excuse me, bisakah anda memberi tahu saya di mana penginapan di sekitar sini?" tanya Lauren pada salah satu wanita penjual bunga.

Wanita dengan rambut yang berwarna maroon itu adalah Jia.

Jia menoleh ke arah Lauren dengan wajah yang kusut. "Kau tak lihat wajahku yang sedang kesal? Nona, tanyakan saja hal itu pada orang lain," keluhnya.

Lauren berdeham canggung, lalu tersenyum tipis dan buru-buru pergi dari hadapan Jia. Gadis itu kemudian menepuk bahu seorang pria yang tengah membeli roti.

Pria berambut hitam itu lantas menoleh dan menatap Lauren dengan bingung. "Ada apa, Nona?" tanya pria itu.

"Maafkan saya, Tuan, saya hanya ingin sekedar bertanya. Apa anda tahu di mana letak penginapan di sini? Saya ingin menginap untuk beberapa hari," Jawab Lauren.

Pria itu mengangguk kecil. "Kau bisa mencari hotel yang bernama 'Sun Inn' di dekat toko cokelat 'Magic Shop'. Masuk saja ke dalam gang yang ada di dekat parkiran sepeda itu. Apa kau paham?" ucapnya sambil menunjuk ke arah parkiran sepeda.

Lauren menatap ke arah yang pria itu tunjukkan padanya. Gadis itu tersenyum lebar dan menggumamkan terima kasih.

"Kalau kau tak punya uang, kau bisa menggunakan bibit Pohon Slippery Elm untuk membayar uang sewa. Sepertinya kau bukan berasal dari wilayah ini. Nona, ambil bibit pohon ini."

Lauren menerima bibit pohon itu, lalu mengucapkan ucapan terima kasih lagi. Pria itu hanya mengangguk datar, kemudian pergi setelah selesai membeli roti yang dia inginkan.

Lauren menatap bibit Pohon Slippery Elm yang dia terima dengan bingung. "Bagaimana bisa pria itu tahu kalau aku tidak berasal dari wilayah ini? Hmm ... Wajah pria itu memang terlihat sedikit sangar, tapi lebih baik daripada wanita penjual bunga yang berwajah cantik. Hhh, sudahlah ... Untuk apa aku memikirkan mereka? Ckck ... Ngomong-ngomong, aku baru tahu kalau ada hotel yang bisa dibayar dengan bibit pohon. Aneh sekali ... ."

Gadis itu menggedikan bahu, lalu melangkah ke arah yang sesuai dengan tempat yang pria asing itu beritahukan.

.
.
.

Ara duduk di dekat Jey dengan Auva yang ada di hadapannya. Mereka bertiga makan malam dengan pasta bolognese yang dibuat oleh Auva.

"Pasta ini benar-benar terasa begitu enak," pekik Ara pelan.

Wajah Ara terlihat bersemu merah karena terlalu bahagia dengan rasa pasta yang Auva ciptakan.

Jey terkekeh ketika melihat kelakuan Ara. "Kau terlihat begitu bahagia, ya?"

Ara menoleh ke arah Jey, lalu mengangguk dengan antusias.

Sementara itu, Auva memakan pasta yang dia buat dengan ekspresi wajah yang masih saja datar.

"Aku sudah selesai," ucap Auva tiba-tiba.

Auva beranjak dari kursi dan segera pergi menuju dapur untuk mencuci piring yang dia gunakan.

"Apa Auva memang seperti itu, Jey?" tanya Ara.

Jey mengusap mulutnya dengan tisu setelah selesai makan, lalu mengangguk pelan. "Auva memang begitu jika ada orang baru di sekitarnya. Bersabarlah, Ra, karena aku yakin kalau dia sudah mulai mengenalmu, dia tidak akan sedingin itu."

Ara mengiyakan ucapan Jey, lalu menghela napas panjang.

.
.
.

Lauren sudah sampai di Sun Inn dalam waktu 15 menit. Gadis itu masuk ke dalam hotel itu dan segera menemui resepsionis.

"Aku ingin menggunakan Slippery Elm untuk pembayaran," terang Lauren.

Resepsionis itu mengangguk, lalu menerima bibit pohon yang Lauren bawa.

"Kau bisa menginap seminggu dengan bibit ini, Nona. Ini kunci kamarmu ... ," jelas resepsionis itu sambil menyerahkan kunci nomor 17 kepada Lauren.

Lauren menerima kunci kamar, lalu pergi mengikuti Room service yang akan menunjukkan di mana ruangannya.

Saat berada di lorong hotel, Room service itu membalikkan tubuh dan membuka kacamata yang dia gunakan.

"Nona arogan, kita bertemu lagi ... ."

Lauren mendelik saat mendapati David ada di hadapannya.

"Kau mengikutiku?!" tanya Lauren kesal.

David menunjukkan smirk, lalu mendorong Lauren sampai menabrak ke tembok.

"Katakan apa sebenarnya tujuanmu, Nona. Bagaimana bisa kau membawa Slippery Elm ke sini? Apa kau benar-benar mencoba untuk mendekati bos kami?" tanya David sambil menatap tajam Lauren.

Lauren terkekeh kecil, lalu menginjak kembali kaki David persis dengan yang dia lakukan saat ada di pinggir sungai.

"Untuk apa aku mendekati bosmu? Kau jangan bercanda, Tuan. Aku bahkan mendapatkan bibit pohon itu dari pria yang aku tanyai tentang arah menuju ke penginapan. Aku datang bukan untuk membuat masalah karena aku datang kemari demi mencari sahabatku."

Lauren menendang tulang kering David hingga pria itu mengaduh kesakitan sebelum masuk ke dalam kamarnya.

"Gadis itu memang benar-benar arogan, ngomong-ngomong apa tadi dia sudah bertemu dengan Hanson?" keluh David sambil mengelus tulang keringnya yang terasa ngilu.

Sementara David sedang mengeluhkan kelakuan Lauren di depan kamar gadis itu, seseorang datang ke hotel dan langsung pergi menghampiri resepsionis Sun Inn di mejanya.

"Berikan bibit pohon ini pada Justin dan suruh dia tanam bibit pohon di taman belakang. Terakhir, mana kunci kamarku?" ucap pria itu sambil meletakkan bibit Pohon Slippery Elm yang dia bawa di atas meja.

Pria itu memperlihatkan wajahnya yang terlihat pucat dan memiliki garis bekas sayatan memanjang pada sebelah wajah kanannya kepada resepsionis.

Resepsionis itu melongo saat melihat pemilik hotel ada di hadapannya. Wajah wanita itu langsung memucat karena ketakutan.

"M-maafkan aku, Tuan. Kamar yang biasanya anda pakai kini sedang dipakai oleh seorang tamu. B-baru saja dia menggunakan Slippery Elm untuk alat transaksi," ucap sang resepsionis takut-takut.

Rylan -- nama pria itu, lantas mendesis karena kesal dan langsung menggebrak meja resepsionis. "Kenapa kau memberikan kunci kamar yang biasa aku gunakan? Bukankah masih ada kamar yang lain? Berikan padaku kamar nomor 19, SEKARANG!!"

Resepsionis itu tersentak kaget ketika mendengar suara Rylan yang tiba-tiba meninggi. Wanita itu kemudian buru-buru memberikan kunci yang Rylan inginkan.

Rylan mendengkus, lantas melangkah cepat menuju lift. Ia memencet tombol lift itu dan masuk dengan wajah yang terlihat kesal.

"Pengurus hotel ini benar-benar membuat kepalaku panas ... Aissh," keluh Rylan sambil melangkah ke luar setelah lift itu sudah membawanya ke lantai dua.

Pria itu pergi menuju kamar nomor 19 dan sempat menoleh secara sekilas ke arah kamar nomor 17.

"Bibit pohon itu pasti diberikan oleh Hanson. Setelah kedua bocah yang bukan dari kerajaan ini datang kemari karena dia yang menunjukkan tempat ini, apa sekarang dia juga bertemu dengan orang yang bernasib sama dengan kedua bocah itu? Untuk apa dia mengirimkan orang lagi kepadaku?" keluh Rylan.

Rylan menghela napas panjang, lalu memilih untuk masuk ke kamar hotel yang sudah dia pesan.

*****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top