"Seventeen"
"Tuanku yakin biarkan Putera dan Puteri untuk pergi kat Planet tu? Terutama Putera Amirul dan Putera Amato." Zihan berdiri dari kursinya dan mendekat ke arah jendelauntuk melihat kepergian anak, menantu, dan keponakannya.
"Kalaupun diorang tak kembali dalam kondisi macam diorang pergi, ini dah ketentuan yang bangsa Han kehendaki. Kita hanya dapat menunggu." pesawat angkasa melakukan lepas landas dan Zihan kembali ke kesibukannya sebelum keenamnya datang.
Sementara itu di pesawat angkasa, keenam orang itu sibuk dengan kesibukan mereka masing-masing. Tidak membuka pembicaraan sedikitpun, hanya keheningan yang menemani mereka hingga mereka hampir sampai di planet yang menjadi tujuan mereka.
"Kita dah nak mendarat. Airin, cari koordinat yang sesuai untuk mendarat." kata Amirul memimpin pasukannya.
Airin yang mengendalikan pesawat angkasa itu pun melakukan apa yang diperintahkan oleh Amirul dengan cekatan sebelum mereka mendarat.
Mereka mendarat di sebuah lapangan rumput yang terhampar luas. Keenamnya turun dengan tatapan kagum, tidak percaya jika planet yang dirumorkan seram itu memilki tempat seindah lapangan tesebut.
"Wah.., cantiknya tempat ni." seru para wanita ketika mereka turun dari pesawat angkasa. Para pria hanya tesenyum ketika melihat pemandangan di depan mereka dan mereka sejenak melepas lelah di lapangan rumput itu.
"Abang, kenapa termenung je?" pertanyaan Amato membuat lamunan Amirul buyar.
"Hm? Oh takde ape. Korang main lah kat sini jap, Abang nak siasat tempat ni." jawab Amirul tersenyum tanpa adanya masalah satupun.
Tapi bukan Amato namanya jika dia tidak peka dengan sang kakak, dia memutuskan untuk mengikuti sang kakak untuk memeriksa daerah tersebut.
'Apesal pula kena ikut ni, Amato? Bila kau kena sekali macam mana? Hah..., kena lindungi Amato.' pikir Amirul dalam diam agar tidak di curigai sang adik.
Kedua kakak-beradik itu menelusuri kawasan itu sekalian mencari di mana 3 power shpera yang ada di planet tersebut. 3 jam mereka berputar dan mereka kembali ke tempat awal. Nampak keempat orang lainnya sudah beristirahat di pintu masuk pesawat angkasa dengan minuman dan camilan yangb terlihat.
"Kitorang balik." ucap Amirul dan Amato bersamaan.
"Macam mana? Jumpa apa-apa tak?" tanya Orion berdiri dari tempatnya dan menghampiri kakak-beradik itu kemudian memberikan masing-masing air mineral.
"Tiada apapun, agaknya kita kena cari lain tempat. Kat sini hanya padang rumput je, tiada benda lain." jawab Amato setelah menghabiskan satu botol air mineral.
"Biar betul tak de apapun kat padang ni?" tanya Airin memastikan dan dijawab anggukan oleh kakak adik itu.
"Dah tu, baik rehat. Esok kita sambung pencarian dan siasatan kat planet ni." sesuai dengan kata Mara, mereka istirahat dan keesokan harinya mereka kembali mencari di lokasi lain.
1 minggu berlalu dan mereka tiba di titik terakhir ekspedisi mereka yakni sebuah lembah yang dalam dan gelap. Awalnya mereka tidak yakin untuk melanjutkan pencarian karena lokasi tersebut tdak mungkin dijamah siapapun termasuk power shpera.
Namun hal itu terpatahkan oleh sinyal 3 powr shpera dan juga sebuah sinyal asing yang muncul diradar. Pesawat angkasa mendarat di tebing dekat lembah dan keenam orang itu keluar dengan siaga penuh.
"Jadi, kita kena pegi ke dalam sana?" tanya Bella ragu ketika melihat ke lembah tersebut.
"Nak macam mana lagi. Sinyal power shpera tu ada kat dalam sana, sebagai anggota Tapops, kita kena selamatkan power shpera kat manapun." jawab Orion mempersiapkan diri dengan setelan misinya.
"Tapi kat sana ada sesuatu yang asing. Takutnya bila tu musuh kuat, macam mana bila betul?" kata Mara gugup dan tiba-tiba mereka dikejutkan oleh Amirul yang berjalan ke tepi tebing dan beberapa saat kemudian dirinya melompat turun tanpa parasut atau alat keamanan lain.
"Abang!" seru kelima orang lainnya ketika Amirul melompat turun. Amato sontak ingin terjun menyususl sang kakak, tapi tertahan oleh satu tangan.
"Korang tak payah lompat, ada jalan kat bawah dan kat sana tak gelap. Kat sana jalannya." mereka terkejut ketika Amirul sudah kembali ke tebing tanpa terluka dan dia menunjukkan jalan yang ada di dekt mereka.
"Sejak bila Abang balik naik ni?" tanya Amato yang di tarik naik oleh Amirul.
"Fungsi kau ada sihir tu apa? Mana kau pun ada Mechabot kan?" tanya Amirul heran kepada sang adik kemudian berjalan terlebihi dulu sebelum di susul kelima orang lainnya.
Mereka menyusuri jalan menuju ke dasar lembah dan mereka terkejut bukan main ketika mereka sudah tiba di dasar.
Pemandangan di sana bukan seperti yang mereka bayangkan, gelap, suram, banyak monster aneh, aura yang tidak mengenakkan, dan prespektif lain yang negatif.
Justru yang menyapa meka di dalam lembah itu adalah sebuah deretan kristal yang bersinar dalam kegelapan dan menjadi sumber cahaya di dalam lembah, lalu mereka bukan bertemu dengan monster aneh yang besar dan mengerikan melainkan makhluk mirip kupu-kupu yang bersinar sama seperti kristal yang ada dan juga bunga yang bersinar.
Aura di lembah itu pun tidaklah suram, dan dari bawah itu mereka bisa melihat aliran sungai bawah tanah yang jernih nan indah. Tentu saja mereka tidak percaya dengan apa yang mereka lihat karena berbeda jauh dari apa yang Zihan dan Amirul katakan.
"Sejak bila ada tempat secantik ini?" tanya para wanita bersamaan dengan mata berbinar kagum. Para wanita memang cepat takjub dengan sesuatu yang indah dan menawan, itulah yang para lelaki pikirkan.
"Amato, jaga diorang. Abang akan keliling jap." bisik Amirul berjalan tanpa suara ke dalam lembah. Amato ingin mengikutinya, namun entah kenapa dirinya hanya diam tidak bergerak.
"Eh? korang, tengok ni. Sinyal power shpera tu dekat sini lah. Jom ikuti." kelima orang itu berjalan ke arah yang berlawanan arah dengan Amirul tanpa menyadari jika mereka hanyalah berlima.
Sedangkan di sisi Amirul, dirinya berjalan bukan untuk mencari power shpera namun mencari sumber sinyal asing lainnya. Semakin lama dirinya berjalan, semakin gelap sekitarnya karena jauh dari sumber cahaya dan juga suasananya perlahan suram.
2 jam dirinya berjalan, kegelapan semakin menyapanya dan dirinya terpaksa mengaktifkan lampu yang ada di jam tangannya. Dirinya juga sempat memeriksa sinyal dan dia menghela nafas lelah.
"Tiada sinyal, diorang agaknya risau bila tahu aku hilang. Maaf korang, aku kena cari tahu sinyal asing tu." gumam Amirul sebelum melanjutkan perjalanannya yang cukup panjang.
3 jam berlalu dan dirinya mulai semakin dekat dengan sinyal asing dan dirinya juga semakin jauh dari permukaan. 1 jam kemudian, tiba-tiba saja angin kencang menyapanya dan dirinya tidak sadarkan diri.
Mara merasakan hal yang aneh pada saat itu juga dan dia baru menyadari jika suaminya tidak berada di dekatnya.
Bella menyadari tingkah aneh kakak iparnya yang sedang mencari sesuatu dan dai bertanya, "Cari apa Akak?" dan itu mengundng perhatian 3 orang lainnya.
"Kita dah berjalan berapa jam?" Mara tidak menjawab pertanyaan Bella namun malah menanyakan hal lain.
"6 jam kot. Kenapa ni?" jawab Orion melihat ke jam tangannya.
"Abang Mirul tak de dengan kita." pelan namun terdengar jels di telinga mereka dan benar, mereka tidak menemukan Amirul di sekitar mereka.
"Amato, mana abang kau?" tanya Airin yang berada di dekat Amato.Amato awalnya hanya diam, namun kali ini dirinya harus memberitahukan kemana sang kakak pergi.
"Dia pergi kat arah lain sejak 6 jam lepas. Maaf tak bagi tau sebab ada perkara lain yang aku risaukan selepas Abang pergi." mereka diam hingga sebuah tamparan terdengar nyaring di telinga mereka.
"Apesal kau tak cegah atau bagi tahu kitorang awal lagi hah! Kalau macam ni, macam mana bila dia terluka atau kenapa!" Mara termakan marahnya sendiri dan hampir saja kembali memukul Amato jika tidak di hentikan oleh Orion dan Bella, sedangkan Airin membantu Amato berdiri.
"Apesal hah! Kau ada dendam ke dengan kitorang dan suka sangat abang kau menderita! Kau tak tahu ke bila dia buat semua hal mustahak tu demi siapa! Demi kau! Demi adik tersayang dia!" Mara benar-benar termakan amarahnya sendiri dan tak lama kemudian dirinya menangis.
Mara terlalu emosional ketika hamil dan cukup repot jika tidak di tangani dengan baik, apalagi dengan usia kandungannya yang hampir menginjak 8 bulan.
"Bukannya saya tak nak bagi tahu, akak. tapi saya tak sanggup cakap sebab-" belum juga selesai berbicara, angin kencang menerpa mereka dan mereka pun tidak sadarkan diri.
Amirul membuka matanya dan hal yang pertama kali ia lihat bukanlah kegelapan, namun sebuah tempat putih dengan kristal seukuran 3 meter dedngan berbagai warna.
"Kristal apa ni?" Amirul berdiri dan mendekati salah satu kristal terdekanya yang berwarna biru.
Ketika dirinya menyentuh kristal itu, ada sebuah bayangan seorang remaja laki-laki dengan baju biru muda dengan memakai topi dengan bentuk aneh berwarna senada dengan bajunya sedang mengendarai sebuah papan terbang.
Amirul melihat wajah dari bayangan remaja itu. Dirinya merasa sedikit familiar dengan wajah tersebut dan dia beralih ke kristal yang bersebelahan namun dengan warna yang berbeda yaitu merah.
Betapa terkejutnya Amirul ketika melihat ada remaja yang sama dengan yang ada di kristal biru namun dengan baju dan topi yang berbeda warna.
Amirul memtuskan untuk melihat 5 batu lain yang ada di sebelahnya dan dirinya melihat bayangan anak yang sama hanya saja memiliki gaya baju dan warna yang berbeda.
"Apa maksud semua ni?" gumam Amirul dan dia pun melihat ke batu kristal yang berwarna orange dan pink ruby yang terletak berdempetan.
"Akak Ail!/Boy!" Amirul mendengar suara di dua kristal itu an ternyata bayangan di kristal itu saling terhubung.
"Akak, Boy risau tau. Kenapa Akak tetiba hilang ni?"
"Maafkan Akak ye, Boy. Jom balik, Mak ngan Ayah pasti risau bila kita lama menghilang."
Kedua anak yang berbeda kristal itu saling terhubung dan Amirul merasa jika bayangan anak yang ia ketahui bernama "Boy" itu hampir sama dengan 7 kristal sebelumnya.
"Apa arti semua ni?" ketika Amirul asik dengan pikirannya, dia mendengar sebuah panggilan yang cukup familiar.
"Abang Amir!" dan ternyata itu adalah Amato yang berlari ke arahnya, namun tertahan oleh sebuah dindnag tidak terlihat.
"Abang, macam mana Abang boleh masuk kat sana?" tanya Amato memukul dinding tak terlihat di depannya.
"Entahlah, Abang letak tangan je kat kristal ni dan..., tada~" bohong Amirul dengan tatapan konyolnya agar Amato tidak curiga
"Bila Bella dan Mara tahu, tamat riwayat Abang." ancam Amato untuk memancing Amirul untuk berbicara jujur.
"Jangan cakap macam tu, Mara bila marah macam gergasi." canda Amirul namun sedikit ada kebenaran di dalamnya.
"Oke, siap. Helo Mara, ni ha Abang cakap bila kau marah macam gergasi-" Amato berakting seolah-olah akan menelepon Mara.
"Hei! Jangan kau nak laporkan perkara tu kat Mara." Amirul panik karena tingkah Amato seperti benar-benar akan menelepon Mara.
"Abang sendiri yang cakap, lepas tu macam mana Abang nak keluar dari sana? Kita dah nak bertolak." kata Amato mencoba memukul dinding tak terlihat itu.
Walau Amirul tidak mengatakan apapun tentang tempat mereka saat ini, Amato memahami apa yang sudah terjadi.
"Kau pergi je lah. Abang tak boleh keluar dari dalam ni." ucap Amirul menyadari sesuatu ketika dirinya melihat ke sekitar.
"Amato cuba hancurkan kristal tu ya, Abang. Mechablaster!" sebuah tembakan dilayangkan ke dinding. Namun bukan pemandangan dinding yang hancur yang menyapanya, melainkan suara batuk dari Amirul.
"Uhuk!-Amato berhenti!" Amato menghentikan tembakan dn mendekat ke ararh sang kakak walau terhalang.
"Tapi Abang...." Amato sangat ingin membantu sang kakak, setidaknya sekali.
"Amato pergi! Kau tak dapat hancurkan tempat ni!" teriak Amirul dengan tujuan agar sang adik cepat pergi.
"Tapi Abang-! Abang!" Amato tiba-tiba terdorong oleh sebuah angin kencang dan tempat itupun mulai bergetar hebat seolah terjadi gempa.
"Pergi!-uhuk!-kau kena jaga diorang!" kata Amirul yang mulai kehilangan tumpuan pada kakinya dan jatuh terduduk dengan menutup mulutnya yang terus saja terbatuk.
"Tapi macam mana dengan Abang? Amato tak nak kehilangan Abang!" Amato ikut terduduk dan meletakkan tangannya di sisi yang sama dengan tangan sang kakak.
"Abang akan kat sini, Amato. Bimbing diorang sampai ke tempat ini dengan selamat, oke? Bukan macam Abang, Abang yakin mau boleh." Amato mengeluarkan air matanya, tidak tega melihat keadaan sang kakak satu-satunya itu seperti ini.
"Abang pula macam mana?" tanya Amato sembari terisak.
"Abang tak boleh keluar, dan bila tempat ni hancur..., Abang tak kan selamat lagi."
"Jadi, Amato kena balik tanpa Abang? Kenapa Abang perduli sangat dengan semua peraturan keluarga Han? Kenapa Abang!" Amirul benar-benar ingin memeluk Amato untuk terakhir kalinya, tapi apa dayanya yang sudah lemas dan juga ada penghalang.
"Takdir, Abang memang degil e. Sampaikan maaf Abang kat Bella ngan Mara e, dia pasti marah." suara Amirul perlahan menjadi lirih dan dari hidungnya keluar cairan merah kental, darah.
"Abang..." tangisan Amato semakin menjadi dan perlahan sebuah kabut menyelimuti Amato.
"Pergi sekarang Amato, kabut nak balik dan bila kau tak dapat keluar... macam mana keponakan ngan anak aku belajar kuat?" Amato dengan berat hati, dia berdiri dan dengan senyuman paksa dia mengatakan selamat tinggal kepada sang kakak.
Amato pergi menggunakan Mecharoket dan kembali ke dalam pesawat angkasa yang ternyata sudah siap untuk lepas landas. Bella dan Mara menyambut Amato yang langsung jatuh terduduk di dekat pintu masuk.
"Amato." seru dua wanita itu mendekat ke arah Amato.
"Maaf..." satu kata itu menjelaskan semuanya dan kelimanya kembali bersama power shpera yang telah di selamatnya, tanpa Amirul yang terjebak di Planet Hundred kemudian diumumkan jika Amirul tiada dalam misi dan jasadnya tidak di temukan.
Kembali ke masa sekarang...
BoBoiBoy terdiam di kamarnya dan air mata yang mengalir. Dia lelah karena terus saja di paksa menjadi seorang putra mahkota dengan segala peraturan.
"Aku tahu bila Ayah tak nak nasib aku sama macam Pakcik Amirul. Tapi aku bukan dia, dan dia bukan aku." gumam BoBoiBoy yang duduk dengan menyembunyikan kepalanya di antara lutut di pojok kamarnya.
Ailsa tidak sengaja mendengar suara gumaman BoBoiBoy dan niat awalnya untuk menenangkan sang adik ia urungkan sejenak.
'Kau dah tahu maksud Ayah selama ni ternyata.' pikir Ailsa tersenyum tipis dan menutup kembali pintu yang hendak ia buka dengan perlahan.
~𝙽𝙴𝚇𝚃~
2209 word
06/05/2023
☆ Note from Amy :
Chapter "Eighteen" spoiler
"Ayah, Ailsa tak suka bila ayah keras dengan Boy-maksudnya Aidan." - Ailsa
"Maira pun setuju Ayah. Kitorang je tak sampai macam ni, kenapa Abang lain?" - Maira
"Korang tak tahu apa yang dia hampir alami dahulu, baik korang berlatih atau apa." - Amato
"Kitorang memang tak tahu, tapi Mak tahu bukan? Ya kan Mak?" - Ailsa
"Amato, aku tahu kau risau. Tapi tak payah sampai buat Aidan macam tu. Tertekan dia bila kau kekang." - Bella
See you in the next chapter~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top