Bab 5: Siasat Jitu

Bab 5: Siasat Jitu

Surabaya, 2020.

Setibanya di kantor setelah melewati macet yang lumayan para, Jeremias langsung memasukkan jarinya pada mesin finger absen di dekat meja resepsionis. Hampir 10 menit lagi ia telat jika tidak buru-buru berlari menaiki tangga darurat dari lantai satu hingga lantai lima.

Barulah setelah itu, pria berzodiak Capricorn itu menyisir rambut yang sedikit berantakan dengan jari-jarinya. Jika setiap hari ia berlari seperti ini, hari Sabtu dan Minggu ia tidak perlu repot-repot ke gym.

"Pagi, Pak Jere," sapa Siska, salah satu resepsionis yang berpenampilan menarik, rambutnya disanggul dan memakai pakaian seragam berwarna hitam dengan motif bunga-bunga di lengannya.

Mengangguk pelan, ia balik menyapa. "Pagi, Sis."

Melanjutkan langkahnya, ia berpapasan dengan beberapa paralegal yang sudah pagi-pagi datang terlebih dahulu. Ruangan mereka memang berada di dekat resepsionis. Berbelok ke kanan, ruangan Jeremias berada di tengah-tengah. Ruang Associate tiga. Di sana, ia bersama dua rekan kerjanya, Carmilla dan Cecilion, junior associate dan intern.

"Good morning, Mas Jere." Carmilla yang identik dengan pita mawar di kepala menyapa dengan senyum lebar.

Berbaring terbalik dengan Carmilla. Cecilion hanya tersenyum kecil, dan lanjut membaca dokumen-dokumen kasus yang akan ditangani dan dari raut wajah, ia sepertinya telah menemukan titik terang, terlihat ia menutup lembaran terakhir dari buku catatannya. Pria yang sering disebut seperti vampir karena pucat itu kemudian berdiri dari bangkunya.

"Mau kopi, Mas?" tawar Cecilion ketika Jeremias meletakkan tas kerja di atas meja yang penuh dengan lembaran-lembaran kertas dan hendak duduk di bangkunya.

"Satu, ya, Cel," sahut Jeremias yang mengangkat jempol tangan kirinya.

Carmilla mencebik, memutar bola mata kesal ketika ia kembali diabaikan oleh Cecilion. "Coba ditawari kek, Mil, mau enggak kopi satu juga? Dikira aku patung pakaian, patung Ancol, apa?"

Menghela napas berat. Apa hari ini Jeremias harus menyaksikan sepasang suami-istri itu berkelahi lagi? Iya. Mereka adalah sepasang suami-istri. Mereka menikah satu Minggu yang lalu akibat perjodohan aneh, yang bahkan tidak dimengerti oleh otak cemerlang Jeremias.

"Kalian kalau masalah rumah tangga belum kelar, jangan dibawa-bawa ke tempat kerja. Saya enggak mau denger kalian bertengkar hingga beberapa jam ke depan. Banyak kasus yang harus dituntaskan. Jika kalian berantem lagi, kerja di ruangan paralegal saja." Jeremias memijat pangkal hidungnya. Mendesah panjang, ia tidak biasa memarahi bawaannya hanya karena saling menyeletuk seperti tadi.

Apa ini efek samping dari macet, berlari dari lantai 1, dan tidak lupa wajah Abigail yang sialnya terus menerus terpampang nyata di ingatan Jeremias, mau tidak mau memengaruhi suasana hati pria itu hari ini.

"Ma–maaf, Mas." Nyali Carmilla menciut, ia mundur beberapa langkah dan duduk kembali di tempatnya.

"Saya minta maaf, Mas." Kali ini Cecilion bersuara. Ia kemudian melirik istrinya. "Kamu susu cokelat, kan?"

Tersenyum lebar, gadis berpita mawar itu mengangguk senang. "Makasih, Sayang!"

"Ehem!" Sengaja Jermias berdehem kencang agar drama romantis di depannya segera kelar.

Seketika Jeremias tersadar bahwa, ia memiliki seorang kekasih yang hampir 3 hari ini tidak saling bertukar kabar. Astaga. Apa yang tengah Evelyn lakukan di sana? Mengeluarkan ponsel, ia membuka pesan terakhir yang dikirimkan oleh Evelyn. Itu pun, baru sekarang dibaca olehnya. Sungguh keterlaluan Jeremias.

Segera kedua ibu jarinya menari di atas papan keyboard, mengetik pesan panjang yang diawali dengan sapaan dan permintaan maaf. Setelah itu, barulah ia menjelaskan alasan ia sibuk dan tidak sempat membalas pesan kekasihnya itu. Sesudah itu, ia meletakkan ponsel di atas meja dan membuka lembaran-lembaran kertas di atas meja. Sampai di mana kemarin ia membaca kasus Penggelapan Uang Perusahaan PT. Central Jaya.

Dalam kasus ini, Awalnya pihak perusahaan melakukan audit keuangan. Dari hasil audit tersebut ditemukan adanya kejanggalan pada bagian accounting dengan jumlah tagihan yang didapatkan. Setelah itu perusahaan menyelidiki dan mengetahui bahwa uang sejumla 50 juta rupiah telah digelapkan. Kini kasus masih diselidiki lebih lanjut tentang Andy, si terdakwa yang bekerja di bagian Piutang.

Tidak lama, Cecilion kembali dengan 2 cup kopi panas, dan satu kotak susu.

Mengangkat kepala, Jeremias menerima kopi pemberian pria itu. "Thanks."

"Ion, udah belum baca bukunya?" Carmilla mengangkat sebuah buku bersampul biru dengan karakter perempuan memeluk bayi.

Ah, buku itu. Akhir-akhir ini, buku tersebut banyak dibicarakan orang-orang. Buku ini memang tidak booming seperti kisah-kisah penulis sebelumnya ketika pertama kali keluar. Mengingat buku tersebut mengusung tema berat, mental healthy dan feminisme. Kisah perjalanan seorang single mom, dari awal bertemu dengan seorang pria yang adalah kekasihnya hingga melarikan diri dan ternyata hamil, lalu mengurus kakaknya yang sakit-sakitan, terkena baby blue, sempat masuk ICU karena nekat bunuh diri. Jeremias hanya membaca review di beberapa website yang memberikan rating tinggi. Namun, anehnya, kisah sebagus ini, yang penuh inspiratif, malah dijauhi pembacanya. Mungkin karena bumbu romansa yang kurang dan hanya berfokus pada kehidupan si gadis, sehingga alur ceritanya terkesan lambat.

Niatnya, besok ia akan pergi ke tokoh buku dan membeli benda tersebut. Ia penasaran dengan isinya. Terlebih setelah membaca deskripsi tempat-tempat, dan ucapan-ucapan kekasih pemeran wanita di novel itu, ia merasa dipaksa teringat kembali dengan kenangan lama bersama Abigail.

Sial. Kenapa ia kembali mengingat wanita itu?

••••

I don't wanna run away.
But I can't take it. I don't understand.
If I'm not made for than why does my heart tell me that I'm—

Jermias spontan mematikan radio yang menyenandungkan lagu milik Daniel Bedingfiled berjudul If You're Not the One. Sialan. Ia kembali teringat masa-masa dimana ia dan Abigail bersama dulu. Kebetulan lagu ini sering dinyanyikan oleh mantannya itu ketika ia sibuk dengan tugas atau hal-hal kampus lainnya di apartemen.

Ada apa dengan hari-harinya? Semua seakan-akan memaksanya untuk mengingat kembali masa lalu yang, demi Tuhan, Jeremias mengakui, bahwa rasa sakit itu masih ada. Sakit ditinggalkan saat ia benar-benar mencintai perempuan itu.

Satu lagi, ia penasaran mengapa Abigail meninggalkannya. Apa mungkin ia harus berpura-pura baik saja kepadanya agar semua ini terungkap? Apa ada yang kurang dari dirinya selama menjalin hubungan dengan Abigail? Atau .... Kepala Jermias miring ke samping kanan, apa karena malam itu ia bermain dengan kasar, hingga membuat Abigail takut dan ifeel?

Memukuli setir mobil. Bisa saja Abigail tidak puas, dan merasa kecewa, kan karena ia kurang berpengalaman? Jika benar, brengsek sekali! Namun, Abigail bukan perempuan seperti itu. Jeremias kenal betul dirinya, dulu ia sering kentut di dekat perempuan itu dan ia tetap biasa saja, bahkan ketika sehabis main futsal yang terkadang baunya luar biasa menyengat dicampur keringat kaki.

Kenapa ia malah membela perempuan itu? Tidak-tidak!

Jeremias tidak sadar, selama 45 menit perjalanan pulang hingga sampai di rumah ia habiskan untuk memikirkan Abigail dan kenangan-kenangan lama mereka.

Turun dari mobil, Jeremias mengernyit heran ketika aroma smokey daging dipanggang memenuhi halaman rumah. Mengurungkan niat untuk masuk melalui pintu utama, ia berjalan ke samping dan benar saja, nenek Fatimah tengah duduk di kursi malas tertawa senang sambil menatap perempuan yang memegang kipas tangan plastik berwarna hijau berbentuk daun dan menggerakkannya di atas panggangan sate.

"Eh, udah pulang, Jer?" sahut nenek Fatimah.

Abigail mengentikan pergerakannya dan menatap Jeremias dengan takut-takut.

Jeremias menatap datar Abigail. "Kenapa nenek saya di luar? Kamu enggak tahu ini udah sore?" salah satu alisnya terangkat.

Segera nenek Fatimah berdiri dari bangku dan berjalan ke arah cucunya dengan melirik tidak enak Abigail. "Nenek yang minta duduk di luar, Jere!"

"Terus ini apa? Saya enggak suka cium aroma-aroma kayak gini!"

"Nenek yang kepengen makan sate, lho."

Menghela napas panjang, Jeremias kini memandangi sang nenek dengan tatapan memelas. "Nenek enggak boleh makan sembarangan. Kolestrol nenek tinggi banget, lho."

"Iya, maaf." Nenek Fatimah menyengir kaku.

Jeremias mengalihkan perhatian kemabli ke Abigail. "Kamu juga, kalau udah tahu kenapa dibikin, huh? Kalau nenek saya kenapa-kenapa kamu bisa tanggung jawab?"

"Ma-maaf."

Sabar. Jeremias harus menahan diri untuk tidak mengeluarkan kata-kata pedas lainnya. Jika ia ingin strategi jitunya berjalan dengan lancar, maka ia harus berbuat baik kepada Abigail.

Mari diawali dengan berteman dengan sang mantan.

"Ya sudah. Tolong berikan saya beberapa sate. Saya lapar."

"Huh?"

"Sate." Ulang Jermias. Ia kemudian memutar tumit dan berjalan masuk ke rumah melalui pintu samping. Entah apa yang dikatakannya barusan sudah benar atau tidak. Penting sekarang adalah Abigail yang mau terbuka dengannya.

To be Continued

Sejauh ini, apakah cerita ini membosankan? Mohon kritik sarannnya, ya. ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top