Bab 40: Menikah [End]
Bab 40: Menikah
Menikah? Kebanyakan orang menikah percaya pada mitos bahwa pernikahan adalah kotak yang indah penuh dengan semua hal yang mereka rindukan, persahabatan, intimacy, persahabatan, cinta tanpa pamrih, dan lainnya.
Sesungguhnya, bahwa pernikahan pada awalnya adalah sebuah kotak kosong. Kamu harus memasukkan sesuatu sebelum bisa mengeluarkan apa pun.
Tidak ada cinta dalam pernikahan. Cinta ada pada orang, dan orang lah yang menaruh cinta dalam pernikahan. Tidak ada romansa dalam pernikahan, pasangan calon suami dan istri-lah yang harus memasukkannya ke dalam pernikahan.
Setiap pasangan harus belajar tentang seni, dan bagaimana membentuk kebiasaan memberi, mencintai, melayani, memuji. Menjaga kotak tetap penuh. Kalau kamu mengeluarkan lebih dari yang kamu masukkan, pasanganmu akan terbebani untuk memasukkan lebih banyak, dan pada akhirnya kotak itu akan menjadi kosong. Marriage doesnt have to be perfect to be beautiful.
Dan pasang calon suami istri tersebut harus ingat bahwa kesempurnaan itu tidak ada. Mereka hanya akan bisa saling melengkapi. Dan itu mendekati sempurna.
Kebanyakan pernikahan dimulai di tempat yang salah, mereka memulai dengan kebahagiaan sebagai tujuan. Tuhan tidak menciptakan itu sebagai tujuan, kebahagiaan seharusnya menjadi manfaat.
Mereka juga harus ingat bahwa pernikahan, bukan tentang diri sendiri. At all. Ini tentang memberikan dirimu sepenuhnya kepada orang lain, dengan cara apa pun.
Kalau semua ingin memiliki pernikahan yang hebat, kamu harus cukup rendah hati untuk bertanya pada diri sendiri, "what changes do I make?" karena orang lain tidak bisa mengubahmu. Tidak akan pernah bisa. Hanya kamu, yang bisa mengubah dirimu sendiri. Tapi, pasangan yang baik, akan bisa membantumu berubah menjadi pribadi yang lebih baik.
Ingatlah bahwa, marriage is not 50-50, divorce is 50-50. Marriage has to be 100-100, it isn't dividing everything in half, but giving everything you got and close all the door and window of another chances.
Menikahlah, ketika kamu yakin kalian kompatibel. Cocok bukanlah pertanda bahwa kalian kompatibel. Kompatibel adalah bentuk dasar. Ketika kalian kompatibel, kamu akan mendapatkan tidak hanya pasangan, tapi juga sekutu. An ally. Sekutumu akan berjuang bersamamu tapi tidak akan meninggalkanmu hanya karena kalian berbeda opini.
Tentukanlah apa yang menjadi pondasi pernikahanmu. Bicarakan visi, misi dan mimpi. Belajarlah untuk melihat dari sudut pandang pasanganmu. Siapkan diri untuk mengajar juga untuk diajar. Untuk dituntun juga menuntun. Untuk selalu mengingat bahwa, pembelajaran ini for us, not just you or me.
Hanya karena kamu menikahinya, tidak berarti dia milikmu seutuhnya. Dia tetaplah anak dari seseorang. Kakak dari adiknya. Adik dari Kakaknya. Cucu dari Kakek neneknya. Pahami bahwa, ada bagian dari dirinya yang harus "dibagi" dan tetap ditempatnya sebagaimana kamu juga tetap menjadi anak dari ayah dan ibumu. Adik bagi kakakmu, atau cucu bagi Kakek dan nenekmu. Jadi ketika konflik mendera, kamu ingat untuk tidak menyakitinya secara pribadi, sebagaimana orang tuamu tidak menginginkan pasanganmu untuk menyakitimu.
Ingatlah rumus ini, Me and you v.s the problemm. And not, Me vs you and the problem.
Fokus pada masalah, bukan pada pasanganmu, atau pribadinya.
Pada akhirnya, kamu harus betul-betul memahami bahwa, pernikahan adalah kita. It's us. It's we. It no longer you or me. And there is no (only) you or me.
Abigail menutup ponselnya setelah membaca panjang lebar tweet di sebuah aplikasi berwarna merah.
Kini tepat, satu jam pernikahannya dan Jeremias usai dilangsungkan. Sungguh moment sakral yang tak pernah dipikirkan oleh perempuan satu anak itu akan terjadi. Hidup mandiri bertahun-tahun, membuat ia tidak berniat atau terpikirkan untuk menjalin sebuah hubungan serius bernama pernikahan. Asalkan sang anak bahagia, itu saja sudah lebih dari cukup.
Abigail meletakkan ponsel di atas nakas sambil melirik kamar mandi. Di dalam sana ada pria yang secara agama, di hadapan Tuhan telah meneguhkan sumpah sehidup semati dengan jemaat sebagai saksi.
Jujur. Abigail gugup. Sejak kemarin, jantungnya berdegup tak karuan. Seharusnya ia sudah terbiasa berada di dekat Jeremias selama beberapa bulan terakhir ini. Namun, mengetahui status di antara mereka telah berubah, agaknya menambah letupan-letupan aneh itu.
Jeremias keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melingkar di pinggangnya, menampilkan otot perut yang terbentuk, juga lengannya yang berisi, serta kulitnya yang sedikit berbulu di bagian dada, tangan, dan kaki. Rambut Jeremias juga basah. Membuang wajah ke samping karena malu, Abigail malah mendapatkan bayangan di tembok, garis-garis tegas di tubuh Jeremias semakin terukir di sana, apalagi saat ia menyugar rambut.
Spontan, Abigail memejamkan mata, dan menenggelamkan wajah di bantal. Ck. Ingat umur, dan ingat pula, melihat Jeremias bahkan dalam tanpa busana pun ia pernah. Batin Abigail, merutuki dirinya.
••••
Di bawah guyuran shower, Jeremias terus terjebak dalam dunianya sendiri. Seharusnya ia sangat bahagia
Ternyata semakin dewasa, ego seseorang semakin tinggi. Bahkan untuk mengungkapkan perasaan cinta kepada istri sendiri. Atau ini hanya anggapan Jeremias semata?
Mungkin ego yang dimaksud Jeremias yaitu, bahwa seseorang yang umurnya sudah banyak (angka) cenderung merasa benar sendiri? karena pengalaman hidupnya sudah banyak? Ah, pengalaman Jeremias yang ia dapatkan dari tindakan Abigail--ditinggalkan.Harus diakui memang Jeremias paling tahu rasanya ditinggalkan. Namun, jika dipikir lagi, pengalaman ini juga merugikan dirinya. Menumbuhkan Ego besar.
Kalaupun memang ada yang semakin bertambah dalam umur, mungkin umur yang semakin bertambah besar ego. Sedang itu artinya usianya bertambah namun kedewasaannya belum.
Salah satu sifat yang disebut dewasa adalah tidak menuruti ego untuk selalu diberi makan. Entahlah, semoga jawaban ini membantu.
Jeremias keluar dari kamar mandi. Hingga ia mendapatkan Abigail yang memerah. Ya, Tuhan. Jeremias mati-matian menahan gelak tawa, juga tarikan di sudut bibirnya. Senyum geli tidak tertahankan lagi ketika Abigail menyembunyikan wajahnya di bantal.
Berdehem kencang. Jeremias berseru. “Kamu kenapa, Bi?”
Tidak ada jawaban. Memang iseng sekali Jeremias bertanya seperti itu. Sudah tahu Abigail tengah dilandasi malu. Namun, inilah keseruannya. Menggoda perempuan itu.
“Kamu sakit? Mau saya bawakan obat? Atau panggil dokter?”
“Jangan!” seru Abigail, setengah berteriak. Suaranya sedikit teredam oleh bantal.
“Kenapa, sih? Kita bahkan udah lebih dari ini, lho. Ken—"
Pugh! Jeremias terbelalak ketika bantal di wajah Abigail telah berpindah di bawa kakinya. Perempuan itu melemparinya dengan bantal.
Jeremias berjalan mendekati Abigail, duduk di sisi ranjang lain sambil menatap lurus mata Abigail.
“Saya enggak akan melakukan apapun tanpa izin kamu, Bi.”
Abigail diam. Hanya menunduk malu.
“Saya juga mau kasih tau sesuatu sama kamu.”
Abigail mengangkat wajahnya. Penasaran dengan kelanjutan ucapan Jeremias.
“Saya enggak pernah menyesal untuk menikah sama kamu. Saya enggak pernah menyesal memiliki anak sama kamu. Saya enggak pernah menyesal membangun rumah tangga bareng kamu. Dan saya enggak pernah, enggak terpikirkan untuk menyesal dengan cinta saya ke kamu. Sejak dulu, sampai sekarang. Terima kasih.”
Kenapa semakin hari, Jeremias tampak tampan dan ucapannya manis sekali? Abigail jadi terharu.
“Bi? Ada yang sakit, perut kamu? Kok, nangis.”
“Kamu gombal banget, tahu!” Dalam tangis haru, Abigail berseru setengah kesal.
“Saya enggak pernah gombal ke Perempuan, selain kamu doang, Bi. Ini juga bukan gombal, tapi apa adanya.”
“Dih.”
“Mau peluk enggak?”
Abigail menarik dan melemparkan bantal lain ke wajah Jeremias. “Pakai baju sana.”
“Hoo, pakai baju dulu baru pelukan?”
“Makin enggak jelas.”
End
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top