Bab 13: Berdua Saja
Bab 13: Berdua Saja.
Jeremias meringis mendengar omelan sang nenek yang tak henti-hentinya sejak setengah jam yang lalu. Bener, ia memang salah karena mengabaikan kesehatan. Pola makan yang tidak teratur, jam tidur yang kurang, ditambah akitivitas lain membuat Jeremias jatuh sakit.
Di dalam kamar ini, tengah berdiri nenek Fatimah, bibi Uti, dan Abigail yang meletakkan golongan obat analgesik dan antipiretik berserta air minum di atas meja.
"Aachim!" Jeremias segera menyeka hidungnya yang memerah dengan tisu, lalu membuang benda itu ke tempat sampah di samping ranjang.
"Ya, kalau kamu sakit, berati nenek sama bibi Uti saja yang pergi ke rumah tantemu, ya?" Nenek Fatimah duduk di tepi ranjang, menatap khawatir cucunya."Nanti kamu sama Abigail."
Abigail melebarkan pupil netra. Apa ia baru saja salah mendengar? "Ta ..., Tapi, Nek?"
"Kamu lebih paham soal orang sakit, Abi. Nanti ada Uti yang temani nenek. Atau kamu keberatan?" Nenek Fatimah melengkungkan senyum penuh harapan. Pipinya yang cekung hingga tulang-tulang terlihat jelas.
Abigail harus menghubungi Dela untuk menemani Demian di kamar karena hari ini ia tidak bisa pulang. "Baik, Nek."
"Kalau minum obatnya enggak ampuh, langsung telpon dokter saja. Kamu enggak boleh bantah kalau disuruh sama dokter nantinya. Masa udah gede masih takut ketemu sama dokter? Gengsi dong, sama Abi." Nenek Fatimah menggeleng kepala mengingat sebelumnya Jeremias mati-matian menolak memanggil dokter untuk memeriksa keadaannya.
"Nenek," seru Jeremias lemah. Sudah jelas-jelas ia sakit seperti ini, tapi masih saja digoda.
Abigail yang disebut-sebut juga dibuat salah tingkah. Nenek Fatimah memang gencar sekali menggoda mereka. Benar-benar, nenek yang satu ini.
••••
Jam terus bergulir. Tidak terasa sudah setengah 12 malam. Di kamar bernuansa kasual itu, Abigail tengah tertidur dengan kepala yang bersandar di atas ranjang Jeremias yang juga terpejam.
Kelopak mata Abigail mulai bergerak samar-samar. Ia pun terbangun ketika tangan hangat milik Jeremias menyentuh kepalanya. Mata pria itu masih tertutup rapat, daerah mata Jeremias mengerut bersama dahi mengernyit. Keringat memenuhi dahi dan tubuh Jeremias.
Refleks Abigail meletakkan tangan di dahi Jeremias. Suhu badan pria itu tidak sepanas yang sebelumnya, tapi tetap masih demam.
"Mah? Pah?" Jeremias mengigau, kepalanya mulai bergerak ke samping. Setetes air keluar dari sudut mata pria itu.
Melihat semua itu, Abigail tertegun sejenak. Apa yang terjadi dengan Jeremias hingga menangis dalam tidurnya? Secara naluri ia menyeka air mata, dan menatap dalam Jeremias.
Tidak lama kemudian Jeremias membuka mata, meskipun pandangan Jeremias sedikt buram, ditambah minimnya pencahayaan di sana, tapi ia yakin perempuan yang sedang menyentuh pipinya adalah Abigail.
Sadar bahwa Jeremias terbangun dari tidur, buru-buru Abigail menarik tangannya dan menegakkan tubuh yang sedikit membungkuk. Ia tidak tahu mengapa kedua pipinya terasa panas sekarang, yang jelas ketahuan terang-terangan tengah memperhatikan Jeremias di depan orangnya langsung adalah hal yang memalukan.
"Ka-kamu haus?" tanya Abigail yang dijawab anggukan kepala dari Jeremias.
Abigail menuangkan air di nakas, tetapi pergerakan perempuan itu berhenti ketika melihat Jeremias berusaha bangkit dengan kesusahan. Tanpa aba-aba, ia membantu Jeremias bangun dan bersandar di tepi ranjang.
"Minum, dulu." Abigail memberikan segelas air dan segera diterima Jeremias. "Kamu mau makan? Atau sesuatu?" tanya Abigail, lalu duduk di kursi lipat yang berada di samping tempat tidur.
"Kamu belum tidur?" Mengabaikan pertanyaan Abigail, pria itu lebih khawatir lagi ketika melihat wajah kelelahan Abigail.
Tolonglah, Jeremias. Sekali ini jangan mempersulit Abigail. Perempuan itu menghela napas gusar. "Aku bakal tidur kalau kamu tidur."
"Saya sudah tidur."
"Saya juga." Abigail bangkit berdiri. "Saya ambilkan bubur dulu kalau begitu."
Tidak ada jawaban dari Jeremias. Abigail mengartikan sebagai persetujuan dari Jeremias. Membalikkan badan, baru saja kakinya hendak bergerak, tangan Jeremias sudah menahan lengan Abigail yang dibalut jaket tipis.
"Jangan pergi, lagi," pinta Jeremias lembut, suaranya yang parau menambah kesan kesedihan di setiap kata. Ia menundukkan kepala. "Tetap di sini."
Mendengar itu, jantung Abigail ikut diremas kuat. Sesak dan penuh sekali. Kenangan dulu, saat meninggalkan Jeremias di kamar kembali terulang. Omong kosong jika ia tidak menangis selama berbulan-bulan, bahkan sampai umur Demian menginjak usia dua tahun. Kadang ia menyesal, sakit hati, bodoh, dan sedih ketika mengingat kebersamaan mereka dulu, dan detik-detik ia melarikan diri dari Jeremias.
Sakit sekali. Kenapa sudah selama ini, tapi nyerinya masih nyata saja? Abigail mengepal erat kedua tangannya, ia lalu berseru. "Jeremias, aku enggak kemana-mana, cuma ke dap-HAH!"
Tubuh Abigail ditarik hingga jatuh di ranjang, menindih tubuh Jeremias. Posisi Abigail membelakangi Jeremias, wajah perempuan beranak satu itu berada di samping wajah Jeremias, membuat deru napasnya terasa di tengkuk Abigail. Jeremias dengan leluasa menerobos, melingkari pinggang kurus Abigail dan merapatkan tubuh mereka yang memiliki suhu kontras.
Demi Tuhan, Abigail bisa mendengar suara jantung mereka yang saling bersahutan di tengah sepinya malam ini. Debaran yang sama seperti tujuh tahun lalu.
"Kamu bilang enggak akan pergi tujuh tahun lalu, tapi kamu ninggalin saya," bisik Jeremias yang diakhiri dengan dengkusan. "Kenapa?"
Ingin sekali Abigail menjawab, karena mereka tidak ditakdirkan bersama. Jeremias harus tetap dengan kehidupannya dan Abigail harus mengikuti arus kehidupan yang sangat buruk. Ia tidak mau, membuat pria itu menderita karena Abigail. Ia mencintai Jeremias, maka ia meninggalkannya.
"Jangan bahas itu, Remi." Abigail berusaha melepaskan lingkaran tangan Jeremias, tapi kesulitan karena Jeremias semakin mengencangkan eratan tangannya.
"Tapi saya bisa mati penasaran karena itu." Jeremias menggertakkan gigi.
"Jeremias, jangan kayak gini." Abigail menutup wajahnya dengan tangan. Bingung harus seperti apa.
"Kalau begitu jangan pergi malam ini. Temani saya tidur di sini."
"Huh?"
Pria itu menyeringai sambil menggeleng kepala. Dalam sekejap mata, Abigail berada di bawah tubuh Jeremias. Tidak ada jarak di sana, keduanya terhimpit dengan kaki Jeremias yang mengunci pergerakan Abigail.
"Jer ... Jermias!?" Abigail berseru setengah memekik. Ia memalingkan wajah ke samping, tidak berani membalas menatap Jeremias.
Sangat menggemaskan. Pikir Jeremias. Ia menyatukan kening mereka. "Saya enggak akan lakuin hal aneh-aneh, kok."
"Lalu kenapa kayak gini, Remi? Minggir!" Abigail mendelik tajam ke arah Jeremias.
Jeremias meletakkan wajahnya di celah leher Abigail. "Saya mau tidur. Benar-benar tidur biasa sama kamu. Enggak boleh?"
"Minggir!"
"Sekali saja?"
"Ck! Minggir Remi!"
"Abigail?"
Jika sudah begini, Abigail tidak tahu harus melakukan apa. "Tapi jangan kayak gini, kamu pindah!" Abigail mendorong tubuh Jeremias ke samping kanan, dan pria itu tidak menolaknya.
To be Continued
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top