Bagian 1 [Usaha]

Bagian 1

Usaha

SAPAAN pagi selalu menjadi suara yang pertama kali
Ge dengar. Tidak lagi dia bekerja di bawah tuntutan pemilik perusahaan, tidak lagi dia menjadi pelacur bodoh yang memang menginginkan sentuhan pria tampan nan kaya. Ge kehilangan mimpi untuk bersama pria itu, Ge memang tidak sepatutnya bermimpi meraih bintang yang nyatanya akan sangat panas dan besar untuk ia genggam.

“Pagi, Mbak Ge ... udah sembuhan?” sapa salah satu karyawan The Orc’s itu.

“Pagi, Mel. Udah baikan, kok. Mungkin kemarin dedeknya pengen ibunya istirahat.” Senyum manis menghantar balas ucap Ge pada Melia.

“Udah banyak yang dateng atau pesen pagi ini, Mel?”

“Belum, Mbak. Kemarin, sih ada yang pesen buat pesta pertunangan gitu. Tapi masih empat bulan lagi, rajin banget itu orang masih empat bulan udah booking.” Melia terkekeh geli sedang Ge hanya tersenyum maklum.

“Namanya juga pesta, Mel. Pasti pengennya yang bagus dari jauh-jauh hari. Emang item apa yang dipesen?”

“Uhm, hampir semua, sih. Buah-buah mereka minta, terus bunga juga, sama ... mereka minta didatengin orkestra punya Mas Zuko.”

Bicara mengenai orkestra Zuko, sebenarnya Ge tidak bekerja sama dengan lelaki itu. Hanya karena kenal dan belakangan makin dekat serta intensitas yang sering bertemu, orang-orang mengira bahwa The Orc’s menjalin kerja sama dengan label orkestra milik Zuko tersebut.

“Kita aja enggak paham musik begituan, ya, Mbak. Udah main pesen aja.” Meli mengadu.

“Enggak apa-apa. Berarti rezeki Zuko itu. Nanti kamu bilangin aja ke orangnya, kamu ada kontaknya, kan?” Melia mengangguk.

“Saya ke atas dulu, abis itu tolong bilang sama Mas Surip buat cek kebun yang ada di di daerah wetan, ya.”

“Oke, Mbak Ge!” balas Melia dengan semangat.

Ge tidak pernah tahu kalau pada akhirnya dia membimbing banyak orang untuk bekerja di tempat yang dikembangkannya. Sederhana. Tapi The Orc’s memiliki peluang pasar yang besar. Ge yakin jika kebodohannya dulu tidak akan kembali terbentuk setelah semua rintangan dia hadapi.
Sudah lama Ge ingin membuka usaha agar kelak ketika menikah dan menjadi ibu rumah tangga dia tidak kekurangan penghasilan untuk keluarga. Karena dari belajar agama, dulu, Ge diberi tahu bahwa istri tidak memiliki hak untuk memberi penghasil suami pada orang tuanya kecuali istri memiliki penghasilan sendiri. Dan Ge benar-benar mewujudkannya. Namun, bukan sebagai seorang istri. Ge mewujudkan usahanya sebagai bentuk pelarian dari segala hal yang sudah terjadi dalam hidupnya.

Melirik pada perutnya yang sudah menonjol dan terlihat dengan matanya ketika menunduk, Ge kembali menangis dan menjerit dalam hati.

Ini nasibnya, yang melalaikan peringatan. Ge terlalu berambisi untuk menjadi milik seseorang yang baru dirinya ketahui bahwa di dunia ini memang ada makhluk tampan, kaya, cerdas, berbadan oke dan segala kesempurnaannya di mata banyak wanita. Ge yang baru mengenal dunia luar saat diterima bekerja sebagai sekretaris perusahaan terkenal sudah pasti seperti peliharaan yang dilepaskan dari kandang. Norak, memiliki euforia tinggi, dan pada akhirnya jika tali yang disematkan di kaki binatang tersebut tak terlalu kuat maka pengawasan pun tidak akan mampu mengembalikannya untuk tak tersesat.

Oh, ya Tuhan. Mengapa aku bisa tersesat sejauh ini?

Menjawab sendiri dalam hati, bahwa memang manusia seperti dirinya saja yang inginnya menyesatkan diri, bukan takdir Tuhan yang menyesatkannya begitu saja.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top