Chapter 20-End
"MAMA, PAPA, BANG RAHAM, JUSTINE. SANNY PULANG."
Gue jerit pas nyampek rumah. Gue liat jam tangan gue.
Jam 13.30.
Seharusnya ada orang disini karena lagi jamnya makan siang. Gue masuk. Gue liat mereka lagi ketawa-ketiwi didepan TV. Dan itu otomatis buat gue cemberut.
Hei. Disini gue baru pulang dari Singapura. Dan ngga dirumah selama 2minggu terakhir gara-gara masalah itu. Masa ngga ada yang kangen gue sih?
"EHEM." Gue berdehem kuat-kuat. Dan mereka ngga noleh ke gue.
Tau ngga rasanya dikacangin itu gimana?
Teriak gue dalem hati. Gue langsung lari ke depan mereka dan merentangkan tangan bermaksud buat nutupin TV.
"Sanny, awas lo. Lagi seru nih." Bang Raham ngelempar gue pake keripik yang ditangannya.
Justine juga ikut-ikut ngelempar. Gue gigit bibir gue kesal.
"KALIAN GA ADA YANG KANGEN AKU? INI SANNY LOH. ADEKNYA ABRAHAM. KAKAKNYA JUSTINE. DAN ANAK PAPA MAMA PRASETYO." jerit gue.
"Oh Sanny. Terus kenapa teriak-teriak? Ga sopan banget." kata Mama cuek.
Gue menghela nafas bentar. Dan jalan kekamar dengan muka cemberut. Baru gue mau jalan. Papa nyekal tangan gue dan langsung meluk gue.
"Ugh, anak papa akhirnya pulang juga. Gimana olimpiadenya?" tanya Papa lembut.
Gue cuma diam sambil tetap cemberut. Justine noel lengan gue.
"Jangan ngambek dong. Tadi kita cuma bercanda kok. Kami kangen banget malah sama lo." kata Justine.
Semua langsung meluk gue erat sampek gue kehabisan nafas.
"Udah...gue...sesak...nafas." kata gue tergagap-gagap.
Mereka melepaskan pelukan gue. Setelah beberapa menit ngobrol. Gue narik koper gue keatas. Sendirian. Iya sendirian.
Sampek di kamar gue langsung tiduran dikamar gue dan liat sekitar.
Udah lama ga liat kamar gue lagi.
Gue cuma bisa menghela nafas kalau ngingat masalah itu lagi. Tapi gue bersyukur juga karena gara-gara itu gue ketemu Nando.
Nando?
Gue jadi inget Nando. Dua hari ini dia ngilang tanpa kabar. Gue check Iphone gue. Dan ga ada telefon atau Line dari Nando.
Gue menghela nafas dan memutuskan untuk ke rumahnya Nando. Gue keluar dan lewat ruang tamu.
"Hei. Mau kemana anak Papa?" Tanya Papa.
Gue cuma diam.
"Paling mau ketemu pacarnya. Kan udah lama ga ketemu itu." goda Bang Raham.
Dan. Bam. Sukses buat gue blushing seketika.
"Yaudah. Mau Papa anter?" kata Papa.
"Boleh deh Pa. Ayo."
Papa bangun dari kursinya dan ngambil kunci mobilnya. Dan sampailah di rumah Nando.
"Papa tunggu sini aja yah. Kamu aja yang masuk."
Gue ngangguk dan keluar. Gue ngetuk pintu dan yang buka adalah Gisella.
"Loh? Kakak Sanny yah? Ayo masuk dulu."
Gue masuk dan liat Tante Ira lagi nonton Tv.
"Nak Sanny?"
"Hai Tante. Nandonya ada?" Tanya gue to the point.
Kening Tante Ira mengkerut. Dan itu buat gue tambah khawatir.
"Nando ngga pulang selama 2 hari ini. Dia bilang mau nginep di apartemennya aja." kata Tante Ira sedih.
Nando masih belom maafin mamanya masa? Tau deh. Yang penting sekarang Nando. Kemana kamu Nandoo?
"Ah, yaudah Sanny pamit dulu yah. Mau nyari Nando."
"Iya. Hati-hati yah."
"Gue duluan Sel."
Gisella cuma ngangguk dan nganterin gue kedepan pintu. Gue masuk ke mobil.
"Cepat banget? Nandonya mana?"
Gue engga jawab.
"Pa, ke Apartemen Taman Anggrek."
"Loh kenapa?"
"Nando ngga ada disini. Mungkin dia ada disana." kata gue sedikit khawatir.
Papa mungkin ngertiin gue dan langsung tancap gas kesana.
"Pa. Turunin aku didepan aja yah. Papa gausah nunggu. Nanti Sanny bisa pulang sendiri."
Pas sampek didepan. Gue cium pipi papa sebentar.
"Makasih Pa."
"Oke, nanti kalo mau dijemput telefon Bang Raham aja atau Papa yah."
Gue ngangguk dan keluar. Gue denger Papa bergumam sebentar sebelum gue tutup pintunya.
"Ah indahnya masa muda. Jadi keinget Mama nih. Jadi kangen juga sama Mama. Duh. Mama, I'm coming."
Gue cuma bisa ketawa dan segera masuk naik lift. Setelah sampai didepan apartemennya, gue tekan belnya berkali-kali. Tapi ga ada sahutan.
Kodenya masih sama ga yah?
Gue nyoba masukin kodenya.
Clek.
Pintunya kebuka. Gue masuk dan betapa shocknya lihat apartemennya berantakan. Bantal sofa kemana-mana. Bungkusan cemilan bertebaran dimeja.
"NANDO!"
Ga ada sahutan. Gue masuk ke kamar Nando. Dan ternyata dia masih tidur. Gue jalan mendekatinya dan ngeliat wajahnya yang damai.
Ganteng.
Tapi gue masih kesel karena dia ngga ngabarin gue 2 hari.
"Nandooo."
Gue megang lenggannya dan yang gue rasain adalah dingin. Gue membulatkan mata ketika liat AC di kamarnya mati. Gue pegang keningnya.
Panas. Demamnya tinggi banget.
Gue sebenarnya pengen bangunin dia dan nanyain dia banyak hal. Bagaimana bisa dia sakit dan tinggal sendirian disini? Belom lagi, Tante Ira ngga tau kalo dia sakit.
Tapi setidaknya gue masih ada hati nurani dengan tidak membangunkan orang yang sedang demam tinggi ini.
Gue langsung keluar dari kamar dan masak bubur. Sambil nunggu selesai buburnya gue ngambil kain dan ember untuk kompresan.
Setelah selesai gue nyari obat. Dan hasilnya nihil. Ga mungkin banget gue ninggalin Nando walaupun hanya ke Apotek.
Gue bawa bubur dan ember tadi ke kamarnya.
"Nando, bangun bentar. Kamu harus makan dulu." kata gue sambil mukul pipinya pelan.
Dia menggeliat pelan. Dan itu lucu banget. Dia membuka matanya pelan dan ngucek-ngucek matanya.
"Cathrine?" tanya dia heran.
Gue cuma senyum. Dia mukul pipinya pelan. Setelah itu meringis.
"Sakit. Aku ga mimpi dong ini?"
"Kamu ngga mimpi. Aku disini."
Dia membulatkan matanya. Mukanya masih muka bantal.
"Cathrine? Kamu udah pulang?"
"Udah. Kamu kok bisa sakit gini? Sendirian lagi? Ayo makan buburnya." kataku sambil menyendokkan bubur ke mulutnya dan dia terima aja.
"Aku ga sakit. Dan maaf ga kasih kabar 2 hari ini. Aku sibuk." katanya dengan suara khas orang demam.
"Sibuk ngapain? Sibuk nyembunyiin kalo sakit? Ha?" bentak gue ke Nando.
Gue sadar dia lagi sakit. Tapi gue udah kelewat kesal sama dia. Bukan karena ngga ada kabar. Tapi karena dia sakit dan ngga bilang ke siapa-siapa.
"Maaf."
Gue menghela nafas. Gue menyendokkan lagi buburnya.
"Aku ga mau lagi. Aku kenyang."
Gue ngeliat mangkok bubur yang tinggal setengah itu. Berhubung gue tau gimana rasanya ga nafsu makan saat sakit. Jadi gue biarin aja.
"Yaudah, aku mau ke apotik dulu. Mau beli obat. Gimana bisa kamu ga ada obat disini?"
Gue ngedumel. Nando cuma diam. Patuh mungkin? Atau karena males ngelawan? Entahlah.
Gue baru aja mau keluar sebelum tangan gue ditariknya dan gue yang kurang seimbang jatuh ke kasur dengan bantal dari lengannya Nando. Dia meluk pinggang gue sedikit posesif.
Gue ngeberontak. Tapi Nando malah semakin erat meluk gue.
"Nando, awas. Aku mau beli obat buat kamu." kata gue.
"Obat aku itu kamu. Jangan pernah pergi lagi dariku." bisiknya lembut.
Gue yang tadinya ngeberontak langsung terdiam.
"Aku ga pergi. Aku ada disini. Untuk kamu."
Nando menatap mata gue dalam.
Cup.
Nando mengecup bibir gue cepat. Gue langsung memalingkan wajah.
"Aku mencintaimu, Sanny."
Gue langsung liat kearahnya. Jujur, gue lebih suka dia manggil gue dengan Cathrine daripada Sanny. Alasan? Gue juga ngga tau kenapa.
"Kok Sanny?"
"Namamu Sanny kan?"
"Namaku Cathrine. Panggil aku Cathrine. Cuma kamu yang boleh dan bisa manggil aku itu." Gue cemberut.
Nando nyium pipi gue bentar.
"Iya Cathrine sayang. Apasih yang engga buat kamu?"
Gue noyor kepalanya. Dan dia meringis. Gue langsung kelabakan. Gue ngga inget kalo dia lagi sakit.
"Maaf, aku ngga sengaja. Kamu sih bikin orang kesel aja."
Nando cuma cemberut.
"Kamu. Kamu kenapa ngga dirumah aja? Kalo kamu dirumah kan ada Mama kamu yang bakal ngurus kamu yang lagi sakit ini."
Nando cuma menghela nafas. Gue natap dia dengan ekspresi kepo.
"Ngga mau ngerepotin Mama aja."
Gue tersenyum puas. Setidaknya hubungan anak-Mama itu ada kemajuan. Darimana gue tau? Tentu dari pembicaraan Nando tadi.
Biasa Nando akan menggunakan kata dia, bukan Mama.
"Justru kamu yang kayak gini ngerepotin tau." kata gue kesal.
"Kan gapapa ngerepotin pacar?"
Gue mendengus.
"Apaan sih."
"Aku cinta kamu Cathrine."
"Iya aku tau."
"Terus?"
"Terus apanya?"
"Kamu ngga mau bales ucapan aku?"
"Ucapan apa?"
Nando mengerucutkan bibirnya.
"Dasar ngga peka!"
Nando membalikkan badannya memunggui gue.
Gue cuma bisa ketawa. Iya, gue tau maksud dia tadi. Gue hanya pengen iseng. Sekali-sekali iseng sama calon suami ngga masalah kan? Eh?
"Sayang, kamu kok malah ketawa. Aku kan lagi ngambek seharusnya kamu bujuk aku. Bukan ketawa."
Nando makin memajukan bibirnya. Dan itu sukses membuat tawa gue makin besar.
"Akhu...hahaha....juga cinta sama kamu Nando." kata gue sambil ketawa.
"Ngomonnya yang serius dong. Masa sambil ketawa sih?"
Gue nyium pipinya bentar. Dan bisik ke telingganya.
"Aku cinta kamu, Arnando Ezra."
End?
---
"Lari dari masalah bukanlah solusi yang tepat. Karena masalah bukan untuk dihindari tapi untuk di hadapi."
-Sanny.C.P
"Berterimakasihlah kepada masalah. Karena ia yang mengenalkan kepadamu arti dari kata dewasa dan tegar yang sebenarnya."
-Arnando.E
"Jangan pernah menyahlahkan rasa cinta. Karena rasa itu tumbuh dengan sendirinya."
-Justine.P
"Yang paling tidak aku sukai adalah saat melihat wajah sedih orang-orang yang kusayangi."
-Abraham.P
"Jangan menjadi seorang yang gelap mata hanya karena rasa iri. Percaya pada diri sendiri. Bahwa hidupmu jauh lebih berharga dari orang lain."
-Nana
"Hal yang tidak boleh dilakukan dalam hidupmu adalah membanding-bandingkan kehidupanmu dengan kehidupan orang lain."
-Augie
----
Epilog??
Btw thankyou for 1k readers. Lop yu pul muah :*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top