46#TSLComplete

15 Oktober 2025

Ruangan itu terasa dingin. Tubuhnya terasa beku. Tatap mata disampingnya tak berkedip. Dingin. Lebih tepatnya tegang. Saat ini ia dalam keadaan pasrah, dikelilingi orang-orang yang seolah bagaikan menjadi perantaranya antara hidup dan mati. Tuhan. Inikah akhir dari segalanya? Mungkinkah ini sudah takdirnya? Hidupnya bagai diujung tanduk. Keadaannya mirip seperti waktu yang telah lalu. Ia diujung kematian, disisi orang yang paling ia cinta.

"Jangan memejamkan mata, nyonya!"

Rasanya ia sudah tak cukup kuat. Lelah. Mengantuk disela sakit tak tertahankan hingga keubun-ubunnya menahan efek adanya dorongan untuk mengejan karena seperti ada sesuatu di dalam tubuhnya yang hendak keluar.

"Tarik nafas, nyonya kalau kontraksi tahan dulu," titah dokter yang berada didepan kakinya yang terangkat.

'Tahan sampai kapan?" Pekik Prilly dalam hati.

Ya, ia berada dimeja persalinan sekarang. Ali mendampinginya dengan wajah tegang. Mengeratkan genggamannya saat ia merasakan kontraksi didalam perutnya. Saat pembukaan awal sakit yang masih berjeda, ia masih bisa berdiri dan menggunakan bahu Ali untuk menyandarkan dahi menahan sakitnya. Ia juga masih bisa berjalan-jalan sambil dituntun Ali dengan sabar. Sungguh wajah Ali nampak tegang. Setegang saat itu, seperti waktu yang pernah ia lewati.

Ia memejamkan mata meski diingatkan agar tidak melakukan itu. Sekelebat bayangan waktu yang pernah ia lewati bagaikan menonton disebuah layar lebar. Dingin menguar dari kulitnya. Tatap terakhir Ali sebelum ia memejamkan mata terekam jelas. Pasrah dan menunggu timah panas melayang entah dibagian tubuhnya yang mana. Nafasnya sesak, lehernya tercekat, tak bisa berteriak tubuhnya bagaikan limbung dan melayang.

"Tunggu!"

Saat ia tak sadar ia melihat Jasmine datang bersama dengan bang Ben pengacara yang ditunjuknya. Ali yang memegang senpi siap memuntahkan timah panas tapi belum juga ia lakukan. Pria itu nampak menarik napas lega lalu menyongsong tubuhnya yang lunglai sebelum menerima hukuman.

Rupanya tim pengacara menemukan bukti baru didetik-detik terakhir. Dalam diam Ali ternyata mencoba untuk menyelidiki lebih dalam tanpa berkoordinasi dengannya.

Ali sengaja mengulur waktu saat akan tiba eksekusi dirinya yang terlanjur pasrah setelah semua jalan dirasa buntu. Tidak menunggu puluhan tahun sampai ia berkelakuan baik yang tadinya tak diharap Ali, baginya penjahat berdarah dingin harus segera mendapat balasan. Iapun sempat merasa dirinya penjahat tak berperasaan meski ia tidak pernah membunuh Haneenia. Prilatusina Lyandraz yang dulu memang pantas mendapatkan hukuman setimpal akibat tekanan yang menyebabkan ia berpikir dirinya benar-benar penjahat. Kutukan demi kutukan ia peroleh dari orang-orang yang pernah ia sakiti.

"Kau telah menumpahkan rezeki keluargaku akibat egoismu, kau pantas dihukum mati!" Maki seorang yang pernah ia hentikan paksa dari pekerjaannya karna ia anggap mengganggu hubungannya dengan Ali.

"Kau telah merusak adik perempuanku karna keegoisanmu, kau pantas dikubur hidup-hidup!" Caci seorang kakak dimana adiknya pernah terlibat cinta segitiga dengannya, dan ia membayar oranglain untuk menodai perempuan yang dianggapnya mengganggu pendekatannya dengan pria itu.

"Kau biadab sudah membuat orangtuaku sekarat karna serangan jantung akibat fitnahmu!" Umpat seseorang yang ia fitnah melakukan hal diluar batas dan hamil dengan pria yang ia sukai didepan orangtuanya.

Sungguh banyak dosa-dosanya diwaktu yang pernah ia lewati hingga ia pasrah dihukum mati disebabkan oleh pembunuhan yang sesungguhnya tidak ia lakukan. Ia pasrah tidak ada yang bisa membelanya karna mereka tidak percaya padanya termasuk suaminya sendiri.

Namun apa yang ia lihat sekarang? Tubuhnya terbujur diruang ICU karna sekarat akibat terlanjur depresi sebelum timah panas benar-benar menyentuh tubuhnya. Dan ia melihat Ali yang menungguinya dengan gelisah. Sesekali menatap wajahnya yang memucat dalam-dalam.

"Aku telah tak sadar sudah mencintaimu saat menjalani hari-hari didalam pernikahan, entah sejak kapan tanpa kau tahu, aku merasa kau tetap tak pantas dicintai karna jahatmu hingga aku berusaha untuk menghilangkannya tapi ternyata tak mudah, aku ingin mengatakannya tapi kau terlanjur terbukti membunuhnya, aku kecewa ternyata kau memang tak berubah!"

Lensa Prilly memanas. Bening berderai mendengar ungkapan itu meski pada tubuhnya yang terbujur syok bukan pada dirinya yang saat ini sedang seolah menatap layar lebar.

"Kau bangunlah, kau bukan pembunuhnya, pembunuh yang sebenarnya saat ini sedang diproses, negara akan memulihkan nama baikmu!"

Tangan itu terangkat menggesek pipinya dengan jari yang gemetar.

"Kau tahu, aku tak pernah menggubris Haneenia ketika menginginkan aku mengkhianti pernikahan kita meski aku terpengaruh dengan setiap laporannya ketika kau mencaci makinya dengan rekaman suara dan video yang meyakinkan, dan aku paling tidak suka kau yang egois dan melakukan segala cara menyakiti oranglain hanya karna mencintaiku!" Suara Ali terdengar bergetar dan membuatnya benar-benar merinding.

Jadi benar saja, selama ini Haneenialah yang telah mengadu dombanya dengan Ali. Dengannya mengumbar drama seolah Ali mengkhianti pernikahan mereka, sementara dengan Ali, Haneenia meracuni suaminya itu dengan cerita ulahnya yang selalu menyerang dengan cacian. 

"Meski kau pantas mati bagi sebagian yang pernah kau sakiti, tapi kau juga berhak untuk menjadi lebih baik dengan dukunganku, dengan cintaku, apa kau tidak ingin mendengar aku mengatakan aku mencintaimu, hah?"

Titttttt.......
Monitor EKG disisinya berdenyit nyaring membuat Ali terlonjak lalu terlihat panik. Derap langkah cepat berlarian memasuki ruang ICU dimana tubuhnya terbaring.

Tindakan resisutasi jantung atau pertolongan pertama untuk penanganan henti jantung mendadak dilakukan paramedis yang membuatnya gemetar. Alat kejut jantung membuatnya melambung beberapa kali. Paramedis berjuang keras mengembalikan detak jantungnya.

Ingin ia memeluk Ali yang nampak syok dengan wajah yang pucat pasi dan teramat tegang.

"Ya Tuhan, berikan kesempatan kepadaku untuk mengatakan, aku mencintainya!"

Airmata Prilly makin berderai mendengar ucap Ali yang tersandar didinding dengan menutup wajah dengan kedua tangannya. Tangan Prilly terangkat gemetar ingin menyentuh wajah Ali namun belum sempat tersentuh tubuhnya bagaikan tersedot kesebuah lorong seperti pusaran angin. Tubuhnya bagai tenggelam dipusaran itu. Ia merasakan gelap dan dingin hingga cahaya seolah menyentak tubuhnya yang lunglai. Napasnya terasa terhempas.

"ILYYY!!" 

Suara menyebut namanya terdengar dekat sekali ditelinganya.

"Syukurlah!!"

Kelegaan terdengar saat kelopak matanya terbuka. Langit-langit  yang memutih membuatnya kembali menutup kelopaknya. Tak lama ia membukanya kembali. Mengumpulkan jiwanya untuk beradaptasi dengan ruangan dimana ia berada saat ini.

Dimana dia? Apakah ia berada diwaktu yang telah ia lewati? Apakah Tuhan menjawab doa Ali agar ia bisa berkata mencintai? Tidak, meski ia sudah mengetahui perasaan Ali sebenarnya diwaktu yang telah ia lewati dan ia juga yang telah mengeluarkannya dari situasi terburuk bukan sebagai malaikat maut, namun kalau boleh ia memilih, ia ingin berada pada saat ia mengulang kembali. Mengulang membuatnya banyak memperbaiki sikapnya. Menjadi Prillatusina Lyandraz yang  mendapatkan cintanya dengan cara elegan bukan paksaan. 

Hanya terdengar suara monitor EKG. Ia meraba selang oksigen dibawah hidungnya. Ia meraba perutnya. Rata. Mungkinkah...

"Sayang, syukurlah kau kembali, aku dan anak kita menunggumu, dia sehat, selamat, sempurna dan cantik sepertimu!"

Crystal dilensanya bergulir saat mendengar ucap itu. Sebak didalam dadanya yang menggumpal bagai terberai.
Berulang Ali mencium keningnya. Menghapus deraian menganak sungai yang tak berhenti dengan mengabaikan butiran bening yang menetes dan menyangkut dilentiknya saat berkedip.

"Kamu kehabisan tenaga, setelah kelahiran berhasil kamu justru tak sadar, aku cemas, takut--," bisik Ali  ditelinganya.

Sungguh ia merasa takut melihat keadaan Prilly yang seolah sekarat didepan matanya. Wajahnya pucat pasi. Rautnya yang menahan sakit tiada terkira terbayang. Terakhir menjerit kecil saat putrinya berhasil keluar dari jalan lahir. Setelah itu Prilly tak bergerak membuat Ali lemas. Terlebih saat paramedis sigap melarikannya keruang ICU, kakinya serasa gemetar mengikuti brankar yang membawanya.

Ali mengelus perut yang semalam masih ia belai dan ia ajak bicara.

"Papa sayang sama anak papa, bagaimana kalau papa bantu supaya lebih cepat keluar dari perut mama?"

Prilly tertawa mendengarnya. Memang pesan dokter saat terakhir ia memeriksakan diri seperti itu. Hubungan intim saat hamil tua justru berperan penting demi kelancaran persalinan. Menurut dokter, pada saat berhubungan intim, zat prostaglandin yang dikeluarkan sperma dapat menimbulkan kontraksi guna membantu secara tidak langsung akan kondisi penekanan sehingga kepala bayi dapat masuk ke jalur lahir bagian bawah panggul. 

"Pelan-pelan ya, pa, uhhhh!" Pesan si mama diantara lenguh saat si papa mulai bergerilya dibelakangnya. Si mama hanya ingin si papa berhati-hati dengan perutnya yang sudah demikian membesar meski ia tahu posisi 'spoon' tidak akan terlalu dalam dan Ali selalu mengguncangnya dengan hati-hati, sementara ia sudah tak sanggup mendominasi dengan 'women on top', tetap si papa juga yang akan bergerak sebab ia terhalang perutnya yang sudah menutup pandangannya kebawah.

"Aku tidak apa-apa, sayang!" Balas Prilly menjawab takut Ali melihatnya terbaring tak sadar. Ia juga balas mengusap tetesan yang mengalir sepertinya dari sudut mata dan lentiknya yang beriring.

"Syukurlah, aku rindu mendengar suaramu yang berisik!" Ali mengusap wajah Prilly sambil mencoba tertawa meski sumbang tetap terdengar manis ditelinga Prilly.

"Waktu aku berisik kamu pingin aku diam," balas Prilly menjewer kecil telinganya.

"Berisiknya tengah malam, buat ribut satu rumah, karna pingin makan masakan aku," Ali balas menowel ujung hidung Prilly dengan ujung telunjuknya.

Terbayang bagaimana serunya saat ia mengidam dan didampingi suami siaga yang selalu meluluskan permintaannya. Kadang-kadang ia sengaja meski tak ingin demi mendapat perhatian Ali. Mengidamnya menjadi suatu hal yang seru. Membuat mereka makin intim dan dekat.

Prilly merasa lebih bahagia dengan kehidupannya dimana ia kembali menjalani waktu yang telah ia lewati. Meski ia sudah tahu, saat itu Ali mencintainya seperti sekarang, namun ia telah memperbaiki banyak hal didalam hidupnya setelah berkesempatan hidup diwaktu sebelumnya.

"Prilatusinayandraz--!"

"Hmmm, ya?"

"Aku mencintaimu!"

Prilly memejamkan mata saat Ali mendaratkan kenyal dipelipisnya setelah mengungkapkan cintanya yang kesekian.

"Aku sudah berjanji saat kamu sadar, pertama kali yang ingin aku katakan aku mencintaimu, sayang!" Tutur Ali sambil mengusap bibirnya yang terlihat kering.

"Aku lebih mencintaimu!" Bisiknya sambil tersenyum.

"Tidak, aku lebih mencintaimu!" Sela Ali tak ingin kalah.

"Terima Kasih," serak ucapnya disela tatap Ali yang penuh cinta.

Selang infus, alat yang terhubung ke monitor EKG dan selang oksigen tak menghalangi kenyal yang mendarat menemui benda yang sama meski sesaat dan tanpa tekanan.

"Alezandro Lionard!"

"Hmmm?"

"Kalau kamu mengulang waktu kembali dari awal, apakah ada yang ingin kamu perbaiki?"

Ali terdiam sejenak. Berpikir sambil menatap kearahnya.

"Akuuu---, akan langsung menghubungimu bukan menghubungi Amora Haneenia!"

"Dan akuu, akan memperingatkan papa agar jangan menerima pegawai bernama seperti yang kamu sebut itu!"

Ali menunduk, ingin menyentuh kenyal yang nampak sudah basah saat tersentuh sebelumnya.

"Sudahkah dramanya? Panjang sekali sampai tidak peduli semua yang ada disini juga ingin mengucapkan selamat karna bosku sudah kembali!"

Ya Tuhan. Ternyata mereka tidak hanya berduaan saat ini. Bukankah baru saja tindakan resisutasi dilakukan dan semua harap-harap cemas menanti kabar.

"Nyonya dan Tuan Lionard, ini putrinya!"

"Sedari tadi menangis tapi saat dibawa dan sampai disini, tangisnya berhenti!"

Prilly ingin menyambut bayinya, namun alat-alat ditubuhnya membuat ia urung memangkunya.  Ia mencium bayinya yang mungil dan bersyukur dengan apa yang sudah terjadi saat ia mengulang waktu kembali.

"Terima Kasih Tuhan, Engkau beri aku kesempatan menjadi lebih baik dengan mengulang kembali, aku takkan menyia-nyiakan semua yang terjadi atas kehendakMu, aku juga percaya hidup ini adalah pilihan, pilihan yang buruk dari diriku sendiri, sementara Engkau sudah menetapkan yang Terbaik, jika ada kehidupan kembali, aku ingin menjadi Prilly Lyandraz yang saat ini, untuk memperbaiki kesalahanku saat menyakiti perasaan oranglain, ampuni aku Tuhan, jagakan dan lindungi kami selalu!"

The Second Life.
Ketika Kehidupan lalu menjadi kesempatan baru.

#### TheSecondLifeEnding ####

Banjarmasin, 27 Februari 2023
01.44 Wita

Selamat dini hari.
Akhirnya cerita ini tamat. Semoga ada pelajaran dari kisah kembalinya seseorang diwaktu sebelumnya.

●Jodoh, rezeki, maut sudah diatur oleh Allah, tidak ada yang dapat menghindar dari hal itu.
●Tuhan selalu punya cara menemui takdir. Tentang reaksi, itu pilihan.
●Belajar dari masalalu untuk tidak melakukan sesuatu yang berdampak tidak baik bagi diri sendiri bahkan oranglain.
●orang terdekat terkadang musuh yang tak terlihat.

Apakah ada yang mau menambahkan?

Terima Kasih sudah mengikuti dari awal hingga tamat. Berjumpa lagi, Insya Allah, dicerita berikutnya, bulan Ramadhan 1444H.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top