40#TheSecondLife
"Bagaimana mungkin anakku, kalau aku saja tidak pernah menyentuhnya?"
"Kamu yakin?"
Sesungguhnya bukan tidak yakin sebab dari pekat bola matanya tersirat tidak ada dusta sehingga ia mempertanyakan. Dari riwayat gangguan mental berat yang didiagnosa dokter ahli jiwa terjadi pada Amora, memungkinkan sekali ia hanya berhalusinasi, delusi, mempercayai hal yang tidak terjadi serasa nyata dan tentu saja seharusnya ia percaya pada Ali. Namun waktu yang sudah ia lewatilah yang menyebabkan Prilly mempertanyakan hal itu.
Jika cintanya tetap sama sejak waktu yang sudah ia lewati, bukankah seharusnya Ali-pun demikian? Dan apakah dusta Amora Haneenia ini juga sejak waktu yang sudah ia lewati? Apakah ia diberi kesempatan baru dan kembali mengulang untuk mengungkap ini semua?
"Hei!" Ali merangkum wajahnya dengan kedua tangan."Apa yang membuatmu meragukan aku? Silahkan tes DNA saja jika anaknya lahir aku tidak takut!"
Prilly menunduk menghindari lensanya yang sungguh sedari awal sudah meluruhkan keraguannya. Ia hanya trauma dengan keadaan yang sudah ia lewati.
"Maaf tuan dan nyonya Li, saya ikut bicara, sesungguhnya tuan Li benar, Amora Haneenia pasien gangguan mental berat, ucapannya tidak bisa dipercaya kecuali ia memiliki bukti yang kuat! Satu-satunya pembuktian adalah tes DNA, dan itu dapat dilakukan ketika bayi sudah lahir!"
Kalau saat ini usia janin 8minggu, artinya kira-kira 31minggu lagi bayi itu baru lahir. 8 minggu? Janin 8 minggu artinya dihitung dari haid terakhir dan masa subur dua-tiga bulan yang lalu, sedangkan dua-tiga bulan yang lalu Ali selalu bersamanya sebelum ia keguguran 2bulan yang lalu dan Amora Haneenia harusnya sudah diamankan pak Bondan sampai terlepas menyerangnya.
Ini benar-benar mirip meski tempat dan keadaan tidak sama. Diwaktu yang telah ia lewati Ali hanya dikantor dan diruang kerjanya. Dikantorpun dirinya selalu mengganggu Ali dengan membawakan makan siang. Ali jarang keluar kantor. Sejak mereka menikah lalu Amora mencaci makinya karna menyebabkan Ali terpaksa gagal menikahinya ia memecat wanita itu. Lantas ia perintahkan pada Laura, resepsionis dikantornya, untuk tidak menerima Amora jika ia datang kekantor. Lalu kapan janji bertemu sementara ia selalu mengawasi Ali? Meski banyak cara jika memang Ali ingin. Mudah saja bukan mencari peluang untuk bermain dibelakangnya?
"Sepertinya kita harus bekerja keras lagi untuk mengungkap siapakah sebenarnya yang menghamili dia!?" Ucap Ali dengan nada geram.
Ia sungguh khawatir melihat raut Prilly. Buatnya terpenting Prilly dapat mempercayainya. Ia pria yang teguh pada pendirian. Jika ia memiliki sebuah komitmen, ia akan memegang janji itu dan tidak akan menjatuhkan dirinya sendiri.
"Saya akan turunkan tim khusus untuk mengawasi dia dan siapa saja yang menemuinya di Rumah Sakit, anda jangan khawatir tuan Li!" Sahut bang Ben.
"Terima Kasih bantuannya, bang Ben!" Ali berkata dengan nada sedikit lega, ia sangat tahu dapat mengandalkan pengacara keluarga Lionard dengan jam terbang tinggi dan berpengalaman tersebut.
"Tentu saya akan mencari kebenaran dan membela anda tuan Li!" Ucap bang Ben lagi meyakinkan.
"Apalagi saya benar bang Ben, saya yakin segera terungkap fakta yang sesungguhnya ditangan anda!" Tegas Ali.
"Baik tuan, kita akan sama-sama berusaha, sampaikan saja kebenaran kepada saya, tentu saya akan dapat mengatasinya, saya permisi dulu!" Pamit bang Ben menjabat tangan Ali dengan erat. Menguatkan sekaligus meyakinkan jika kebenaran akan mendapatkan jawaban kebenaran. Dan kebenaran tidak akan kalah.
"Nyonya Li, jangan khawatir, anda hanya harus mendukung tuan Li agar kebenaran segera terungkap, yakin kepadanya, saya permisi!"
Prilly mengangguk. Tak ada sepatah katapun yang mampu ia ucap. Tentu harusnya ia yakin kepada Ali. Suaminya tidak khawatir di tes DNA, Ali justru berusaha untuk mengungkap siapa yang menabur benih hingga ia yang dituduh pelakunya. Jika diilustrasikan, orang yang makan nangkanya, ia yang kena getahnya.
Sepeninggal bang Ben, mereka saling diam dengan pikiran masing-masing. Ali dengan geramnya karna kehamilan Amora yang menyeretnya sebagai tertuduh, sementara Prilly dengan pikiran yang melayang pada waktu yang telah ia lewati mengenai hal yang sama. Siapa lagi kalau bukan tentang Amora?
"Tuhannn!" desisnya sambil menutup wajah dengan kedua tangan. Kembali ia merasa kepalanya demikian pening.
"Aku sudah tidak tahu lagi harus berkata apa, yang pasti, aku tidak pernah membagi ragaku dengan yang lain selain dirimu!"
Prilly mengedipkan kelopak matanya, ia tak pernah sanggup menatap lebih lama lensa yang sedang tidak kelihatan berdusta itu. Lalu semua menjadi gelap saat kelopaknya makin mengerat.
Bayangan saat ia bertemu dengan Amora berkelebat. Bayangan betapa amarah merasuki dadanya yang tiba-tiba seperti terbakar saat Amora mengatakan dirinya berbadan dua, dan benih yang dikandungnya ia katakan benih suaminya.
"Kau hanya memiliki raganya bukan hatinya, sedang aku, memiliki keduanya, bahkan dirahimku yang selalu dihangatinya dengan pejuh cinta sudah mulai berkembang benihnya!"
PLAKKK!
Ia memang sempat menampar Amora, hingga wanita itu terduduk saking kerasnya. Karena setelah telapak tangannya singgah dipipi binal itu lalu kemudian kepalan tangannya kembali mendarat keras. Ia tak peduli tamparannya membuat wajah Amora terlukis lima jemarinya dan kepalannya. Ia begitu terbakar kata pejuh yang diucapkan terdengar menjijikkan. Ia merasa jijik melihat Amora bahkan jijik ketika membayangkan wajah dingin suaminya padanya yang ternyata menyebar pejuh pada wanita lain.
Meskipun begitu Amora terbahak setelah mencoba bangun dan meluruskan tubuh hingga kembali sejajar dengannya. Tak ada ketakutan, hanya binar kemenangan tersirat dari wajahnya yang mengiblis dimata Prilly.
"Aku akan membunuhmu, pela*ur !?"
Waktu itu Prilly hanya mengancam, namun tidak menyangka besoknya Amora benar-benar sudah almarhum. Cctv diruang pertemuan yang terakhir adalah kunjungan Prilly. Bahkan tentu saja adegan tampar yang penuh amarah hingga Amora terjungkal itu terlihat menjelaskan bahwa Prilly memiliki alasan yang kuat untuk menghilangkan nyawanya.
"Aku tidak membunuhnya!" jerit Prilly didepan wajah Ali yang mengeras saat itu.
"Tapi kau menganiayanya bukan? Ada apa sebenarnya denganmu, kau sudah jadi istriku yang sah, apalagi yang kau cari? Apa dengan membunuhnya urusanmu selesai, hah? Aku tak mengerti kenapa aku diberikan Tuhan pendamping jahat sepertimu!" Tunjuk Ali dengan nada emosi yang meninggi.
"Aku istrimu tapi menyentuhku saja kau harus dipaksa, meski begitu aku tidak akan gegabah mengotori tanganku untuk membunuhnya, kau harus percaya padaku!" Beber Prilly lagi berusaha membela diri saat itu.
"Cukup Prila, CCtv menjelaskan sebaliknya!" Ali mengibaskan tangannya. Wajahnya nampak memerah. Ia jelas terlihat marah.
"Menjelaskan apa? Setelah aku pergi, dia masih hidup, apakah tidak ada yang ditangkap CCtv setelah kepergianku, harusnya ada, kenapa tidak ada? Ada yang menghilangkannya? Artinya apa? Jangan-jangan kau sengaja mencari-cari salahku!" Ungkap Prilly mengepalkan tangan dan meninju dada Ali. Ali menepis tangannya.
"Aku yang akan melaporkanmu, aku yang akan menuntutmu, ingat, kau harus membayar dosamu!!" Ali menunjuk wajahnya dengan tatap benci dalam pandangannya.
Lalu pada akhirnya, setelah berbulan-bulan menjalani sidang, ternyata ia hanya menunggu vonis mati dalam putusan hakim. Ia berusaha banding tapi ditolak karna bukti kuat mengarah padanya. Dan yang lebih parah, suaminya sendiri yang akan menjadi malaikat mautnya.
"Mungkin ini yang terbaik, kau begitu mencintainya bukan sehingga kau begitu membelanya sampai ia mati!?"
Terakhir kali hanya tatap tak lepas yang ia dapat. Ali tak menjawab ungkapan terakhirnya. Dan ia sungguh meyakini apa yang ia ucapkan benar, karena Ali tak berusaha menjelaskan apapun.
Dan kini, kenapa ia begitu sangsi dengan skenario yang berubah seratus delapan puluh derajat. Ali tidak mengakui bahwa ia membagi raganya kepada yang lain selain dirinya? Apakah dari sini ia bisa menarik simpulnya? Dalang dari kehancuran bermuara kepada Amora dari masa yang sudah ia lewati sampai dengan sekarang?
"Aku mencintaimu, IlY!"
Ali meraih bahu mengubah arah tubuhnya hingga ia bisa melihat lensa yang tersirat jujur.
"Kamu tahu aku tak mudah mencintai, jika mencintai aku takkan menyia-nyiakan orang yang aku cintai, aku tak ingin kamu berpikir salah tentang aku," lanjut Ali menyentuh rahangnya yang tertunduk kaku menghindari netranya yang berkilat kini, membuat bayangan pria yang dingin, kaku dan menatapnya benci diwaktu yang telah Prilly lewati memudar.
"Tatap aku, Ily! Kamu sudah mengenal aku sejauh ini, apa yang membuatmu tidak percaya?"
Kedua tangan Ali yang posesif merangkum wajahnya membuat Prilly terkunci pada netra yang mengharap kepercayaan. Tatap berbeda dengan waktu yang telah ia lewati saat memiliki harapan kepercayaan yang sama membuat ia membatin, haruskah ia egois ingin membalas menolak percaya sementara keadaan berbeda?
Selama ini, ia tak pernah lagi dalam penantian disentuh seperti waktu itu, karna kini mereka seperti magnet dalam nama cinta.
Mengangkat tangannya yang berat membuat jarinya gemetar saat menyentuh wajah pria itu, dari dahi yang selalu ia balas kecup, melewati alis tebal seperti semut beriring dan lensa dibingkai kelopak berbulu lentik hingga pangkal hidung menyisir kebelahan kenyalnya yang selalu ia balas saat menyesap lembut. Dimana hal itu diwaktu yang telah ia lewati takkan bisa ia lakukan. Menatap saja sinis apalagi mau disentuh.
Dan Ali membalasnya bukan dengan jari yang sama gemetar. Belahan kenyalnya terasa dingin saat menyentuh dahinya, menyisir netranya yang secara naluri tertutup disertai bias hangat udara yang berembus dari indra penciumnya. Kenyalnya otomatis membelah diri menerima sesapan dari benda yang sama lembab, hingga rasa yang beradu membuat dadanya ngilu. Dan bukan dada nyeri yang Prilly tekan saat intens sesapan menimbulkan ingin yang lebih, kedua jemarinya sudah menyelip dibelakang leher sementara pinggangnya melekat dirangkuman posesif tangan yang sudah menghilangkan jarak. Selalu saja panas menggerayangi hasrat. Mereka melemparkan apapun yang melekat hingga kulit hanya bertemu kulit. Saling memuja hingga tanda cinta tercetak disetiap inci raga yang sensitif menciptakan lenguh ditengah hangat diruang yang sejuk. Saling menggigit labia kala bukti gairah dan inti raga menyatu sebelum bergerak meraih puncak.
"Ohhh Ily, aku mencintaimu!"
*****
"Ale Lionard, cintaku, kita akan bahagia tanpa ada yang bisa mengganggu kita sayang, aku akan menjadi ratumu selama-lamanya!"
Menatap kosong, wanita itu seolah berbicara dengan yang ada dihadapannya.
"Anakku akan menjadi pewaris tahta Lionard Corp! HAHAHAHA!"
Terbahak panjang sampai terbatuk-batuk hingga mengeluarkan airmata dan tersedu, ia menatap tajam setelah membalik badan dari tempatnya duduk.
"Dan KAU! Enyahlah KAU, wanita perebut kebahagianku!! Kau serakah, kau KAYA tapi tetap saja merebut pria KAYA incaranku!! KAU betina BUSUK!!"
Ia menunjuk tubuh mungil yang siap jika sewaktu-waktu mendapat serangan.
"KAU melihatkan dia baru saja menemuiku, dia tidak ingin kehilanganku!!" Pekik Amora menunjuk-nunjuk kearahnya lagi.
Prilly tersenyum. Ia menoleh pada seorang suster yang menemaninya. Suster Ana.
"Tuan Sandro, nyonya Li!" Lirih suara suster Ana menjawab tanya yang hanya dari netra saja ia memahaminya.
Prilly tersenyum. Sandro! Tentu bukan Ali, ia sangat tahu berada dimana Ali sekarang. Ali pergi kekantor cabang menyelesaikan urusannya dengan kepala bagian dikantor yang berjarak empat jam dari kota mereka.
"Baiklah, cukup suster Ana, terima kasih menemani saya melihat keadaannya!"
"Baik nyonya!"
Mereka keluar dari ruangan dimana Amora berada. Amora yang duduk didepan jendela menghadap pepohonan menghijau diluar sana sambil berbicara sendiri.
"Kalimatnya seputar itu saja nyonya, dengan sayapun seperti itu setiap saya menjenguk untuk mengantar makanan atau memberinya obat!"
"Ohh!" Prilly mengangguk-angguk.
Artinya bukan hanya padanya kalimat-kalimat itu terlontar. Tapi kepada semua orang yang datang kepadanya. Benar-benar wanita itu sedang berhalusinasi. Delusi.
"Piy, kenapa datang kesini sendiri? Kamu tidak mengajakku? Ali tak tahu?"
Jasmine nampak berlari kecil mendekat pada langkah kecil Prilly didampingi suster Ana dengan cemas.
Prilly menarik tangan Jasmine menjauh, setelah pamit dan mengucapkan terima kasih kepada suster Ana.
"Tadi ada yang menelpon aku Jes, memintaku menengok Amora katanya wanita itu mencari dan menyebut namaku, aku hanya ingin tahu!"
"Tapi kenapa sendirian, itu sangat berbahaya!"
"Katanya aku harus sendirian saja, karna akan berakibat fatal kalau ada Ali atau yang lain!"
"Kata siapa? Siapa yang menelponmu?" Tanya Jasmine bagai menginterogasi.
"Dari pihak rumah sakit, dia bilang dari dokter yang menangani Amora, tapi setelah aku konfirmasi tadi didepan, tidak ada panggilan seperti itu!" Jelas Prilly juga merasa heran.
Namun karna sudah terlanjur berada ditempat itu, ia merasa tidak ada salahnya melihat keadaan Amora. Namun ia tidak mau sendirian, ia meminta ditemani suster sampai kedalam ruangan.
"Nah kan, mau apa menyuruhmu kesini kalau tidak ada maksud?" Cetus Jasmine dengan nada curiga.
"Tapi tidak terjadi apa-apa kok, Jes!" Geleng Prilly menenangkan Jasmine yang masih terlihat cemas.
"Pokoknya jangan sampai gegabah lagi Piy, berbahaya buat kamu, Ali sudah berpesan padaku, tapi kamu diam-diam pergi, jangan membuat aku kecolongan begini lagi!"
Jasmine meminta kunci mobil pada Prilly, tadi ia sengaja diantar pak Fredo agar ia bisa kembali bersama Prilly.
30 menit kemudian mereka sudah sampai di sebuah rumah makan setelah Prilly meminta.
"Jadi kesimpulannya apa?"
Tanya Jasmine setelah mereka mendapat tempat duduk disudut ruangan.
"Dia memang suka berhalusinasi, apa yang dia katakan ketika ada aku, kata suster Ana sama saja dengan setiap suster Ana masuk keruangannya kalau membawakan makanan dan obat!"
"Berarti bukan hanya kepadamu, artinya dia berbicara begitu bukan karna mengenalimu sebagai Prilly yang dianggap pengganggu hubungannya!"
"Benar!"
"Dasar tidak waras!"
"Mau bagaimana lagi? Benarkan aku percaya kepada suamiku?"
"Tentu saja, apa yang membuatmu ragu, jelas-jelas dia gila, bagaimana mungkin omongannya bisa dipercaya, halu!"
-------🎶🎶🎶🎶------
Seiring dengan umpatan Jasmine, gawai Prilly terlihat menyala dan terdengar suara panggilan.
Bang Ben Calling
Prilly segera menerimanya.
"Ya, halo bang Ben?" Sapanya.
"Selamat siang nyonya Li, tuan Li tidak bisa saya hubungi jadi saya menghubungi anda, saya mendapat kabar dari rumah sakit, sesuatu terjadi dengan Amora, dia ditemukan sudah tidak bernyawa saat seorang suster mengantar makanan dan obat keruangannya!"
#######
Banjarmasin, 4 Januari 2023
13.48 wita
Tidak terasa cerita ini sudah 40bab ya, semoga tidak jenuh dan masih suka membacanya.
Tidak terasa juga sudah 3hari bru update. Saya sempetin ngetik, tapi dicicil karena ya gitu, waktunya mepet dan saya selalu ngantuk setiap mengetik. Tadipun ada kendala gak bisa disimpan bahkan gak bisa dipublikasikan, ada gangguan sepertinya entah apa sebabnya. Tapi saya coba terus sampai bisa. Sinyal barangkali ya.
Terima Kasih, vote dan komentarnya ya semua. Saya brsemangat sekali melanjutkan cerita ini hingga tuntas. Semoga tengah malam nanti bisa next 41 ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top