37#TheSecondLife

Rumah makan khas Indonesia itu terlihat lengang. Beberapa meja terisi dengan pasangan. Ada juga sekelompok wanita-wanita sosialita yang terlihat berkumpul makan siang. Sementara Prilly dan Ali mengambil tempat disudut ruangan. Menepi dan memang tidak terisi. Mereka sedang quality time dengan jalan-jalan, nonton film, makan-makan setelah sekian waktu menghabiskan hari tanpa banyak keluar rumah menunjukkan diri sebagai pasangan karena banyak hal.

Setelah sekian bulan menjalani hari bersama, Ali aktif kembali dikantor, sementara Prilly sibuk mengambil mata kuliah secara online.

Tuan Lyandraz telah pulih. Beliau jarang menengok perusahaannya yang berjalan otomatis dengan divisi-divisi yang memiliki kepala bagian masing-masing diawasi Jasmine. Kendali perusahaan tetap ditangan pemiliknya meski tidak selalu stay ditempat sementara waktu Prilly menyelesaikan kuliah pasca sarjana yang membuatnya harus bolak-balik ke Singapore. Kadang ditemani suami, kadang ditemani asisten.

"Aku akan menyusulmu!"

Pertama kali Prilly pergi ditemani Jasmine karna Ali sibuk menyelesaikan tugas dikantor yang keteteran diawal pernikahan mereka yang berbarengan dengan pemulihan mertuanya, tuan Lyandraz. Namun hanya sehari saja tidak ada Prilly, saat ia pergi tidur dan bangun dipagi hari, ia sudah merasa ada yang kurang, terlebih saat sedang sarapan bersama mertua tanpa istrinya.

Dihari kedua ia pamit kembali kekediaman orangtuanya sendiri, tidur dikamar pribadinya, ternyata tetap saja tidak bisa membuat rasa ada yang kurang itu terobati meski mereka sering facetime disetiap aktivitas. Akhirnya ia berniat menyusulnya karna 10hari tersisa terasa akan begitu lama.

"Lho?" Prilly tersenyum lebar dilayar dimana saat itu mereka bertatap muka melalui video call.

"Memangnya kamu tidak rindu padaku?" Tanya Ali lagi.

"Tentu saja aku rindu dibawah lenganmu!"

Prilly nampak menutup mulutnya diiringi gelak Ali sambil mengangkat lengannya, apalagi saat itu ia sedang shirtless. Pulang kerja, selesai mandi hanya mengenakan handuk video call masuk. Melihatnya demikian tentu saja membuat Prilly terbayang rasanya berada didalam dekapannya.

"Ya sudah, aku terbang hari ini juga!"

Bukan liburan, dan Prilly benar-benar banyak tugas yang ketinggalan pula, akhirnya disana hanya menonton Prilly menyelesaikan tugasnya sementara ia mengendalikan perusahaannya dari jauh. Sementara Jasmine, kembali ke Indonesia waktu itu.

"Kamu mau makan apa?" Tanya Ali setelah menerima menu dari pramusaji dan membacanya.

"Kamu?"

"Apa saja asal denganmu pasti enak!"

"Idih, apa hubungannya?"

"Minum teh tawar panas sambil lihat senyum kamu pasti terasa manis!" Ujung Telunjuk Ali menowel ujung hidung Prilly.

"Idihh, gombal!" Balas Prilly melepaskan hidungnya dari pencetan sayang suaminya.

Enam bulan sudah tetaplah mereka selalu hangat. Masih pengantin baru dipertengahan tahun 2024. Meski belum ada tanda-tanda resepsinya akan dibuat untuk menyatakan pada khalayak ikatan pernikahan mereka. Hal tersebut bukanlah tanpa alasan. Prilly ingin kuliahnya selesai dulu, Ali masih sibuk membenahi perusahaannya yang mulai berjalan sesuai dengan targetnya.

"Byur!!"

Air dingin mengguyur wajah Prilly tiba-tiba yang membuat bukan hanya dirinya namun tentu Ali-pun bereaksi keras.

Guyuran dingin dari botol air mineral itu begitu cepat tanpa tercegah karna benar-benar tak terduga.

"Dasar Pelakor!!" Pekikan dari seorang wanita memekakkan telinga dan sesaat membuat ruangan itu hening sebelum Ali mencegah sebuah tangan yang hampir saja menjambak rambut Prilly.

"Apa yang anda lakukan pada istri saya?!" Teriak Ali marah dengan wajah merah padam.

"Aku ingin menjambaknya, kau tahu? Dia perebut kebahagiaanku, wanita jalang!"

Ali berdiri melindungi Prilly dari amukan wanita yang sedang histeris tak terkontrol hingga seolah orang melihatnya mereka sedang tercyduk berselingkuh hingga istri sah datang melabrak mereka.

"Anda bicara apa?"

Tatap tamu didalam ruangan itu mengarah kepada mereka. Prilly nampak pias karna terkejut tiba-tiba diserang. Ali melindunginya dengan menghalangi wanita yang sedang tantrum siapa lagi kalau bukan Amora Haneenia. Semua yang menatap pastinya sedang bertanya-tanya ada apakah sebenarnya?

Berbulan-bulan mereka terlepas dari kegilaan Amora Haneenia. Prilly terpaksa menghubungi pak Bandon manager operasional yang digantikan Amora waktu itu. Menurut HRD, Amora adalah rekomendasi dari pak Bondan, harusnya beliau mengetahui banyak tentangnya. Dari pak Bondan mereka jadi tahu, Amora memiliki masa kecil yang buruk. Ia hidup hanya dengan ayahnya yang ditinggal ibunya pergi dengan pria lain saat ia duduk dikelas 5 SD. Ia tumbuh dengan seorang ayah yang pemabuk dan sering memukulinya. Ia bertahan karna masih butuh ayahnya untuk membiayai diri dan sekolahnya sendiri. Dari situ ia terobsesi  mendapat jodoh konglomerat agar hidupnya tidak susah lagi. Untuk mendapatkan orang kaya dan berkelas ia harus berpendidikan dan cerdik, hingga ia berusaha memasuki kampus berbekal beasiswa dengan tujuan jika ia berpendidikan tinggi tentu ia akan mudah memasuki perusahaan besar dan bertemu dengan orang-orang kaya lagi berkelas. Ia bermimpi seperti dicerita-cerita fiksi, ada seorang bos yang jatuh cinta pada pegawai meski rendahan. Dan ia bertekad ia bisa menjadi gadis elegan yang menarik pria-pria berkelas.

Prilly meminta bantuan pak Bondan menyelesaikan Amora Haneenia dan menceritakan apa yang sudah terjadi dan dilakukan perempuan itu terhadap mereka. Pak Bondan akhirnya membantu menghubungi Amora. Entah dengan cara apa, pak Bondan berjanji Amora tidak akan mengganggu mereka lagi. Pak Bondan merasa turut bertanggung  jawab karna ia yang merekomendasikan Amora bahkan mempersiapkan gadis itu untuk menggantikan posisi beliau padahal masih banyak yang lebih berkompeten. Kesalahan terbesar Pak Bondan adalah menerima bayaran dari Amora untuk posisinya itu.

"Jangan sentuh dia, pergilah!" Ali mencoba bersabar agar emosinya terkendali. Dibelakangnya Prilly mengusap wajahnya yang basah.

Bukan gusar, ia justru tersadar. Begini rasanya ketika ia, Prilatusina Lyandraz yang dulu,  suka pada seorang pria dan ingin memilikinya lalu pria itu didekati gadis lainnya dan ia akan dengan bar-bar melabrak yang berani mengusiknya. Ia tersadar, dulu juga pernah melakukan hal ini pada oranglain, membuat orang lain nampak seperti perebut milik oranglain. Itulah sebabnya ia terdiam terlebih ia sadar sedang banyak tatap yang menyimak mereka saat ini.

"Aku tidak akan pergi sebelum memberinya pelajaran!"

"Kau yang harus diberi pelajaran!"

Ali mengedarkan pandangan keseluruh ruangan. Semua tatap yang mengarah kepada mereka seolah menyelidik. Bahkan ia melihat ada yang merekam dari ponselnya.

"Anda yang merekam, sini makin dekat lagi!!" Tunjuk Ali pada salah satu perekam kejadian itu.

Ali justru meminta mendekat agar lebih jelas lagi apa yang akan ia katakan.

"Sebelum kalian berpikir yang buruk, dengarkan ini! Saya Ale Lionard, ini istri saya Prilla Lyandraz, sedangkan dia bukan siapa-siapa saya, dia mantan karyawan istri saya yang dendam karna dipecat, dia sakit, dia---"

"Bohong!! Aku ini orang yang seharusnya bahagia denganmu sebelum kau bertemu dan memilih dia!!" Pekik Amora memotong ucap Ali.

Hampir saja ia merebut gawai yang sedang merekam dari pemiliknya namun orang tersebut menghindar.

"Amora!!!"

Seorang pria mendekati mereka. Dia adalah Sandro.

"Untuk apa kau mengikutiku???" Amora makin histeris melihatnya.

"Sudahlah, kau sudah keterlaluan, kau sedang mempermalukan dirimu sendiri!" Sandro meraih bahu Amora dan hendak menyeretnya keluar.

"Keterlaluan bagaimana? Dia sudah merusak kebahagiaanku!" Sahut Amora menggoyang bahunya agar terlepas dari rengkuhan Sandro.

"Kau terlalu tinggi bermimpi Amora, berhenti berhalusinasi!" Sandro mencoba meraihnya kembali kali ini lebih siap agar tidak terlepas.

"TIDAKKK!! AKU TIDAK AKAN BERHENTI!! AWAS SAJA, LAIN KALI AKU SIRAM DENGAN AIR KERAS KAU, WANITA JALANG!!"

Susah payah Sandro menyeret tubuh Amora yang hampir saja lolos lagi dari rengkuhannya karna demikian kuat memberontak. Untung saja ia dibantu karyawan dan keamanan rumah makan menahan amukan Amora. Beberapa saat Sandro sibuk menenangkannya lalu menyeretnya kembali. Untung keamanan bergerak cepat ikut membantu membawanya keluar dari restoran itu.

"Bawa dia kerumah sakit jiwa, Sandro, sebelum saya laporkan ke polisi atas tuduhan telah menganiaya dan mengancam istri saya!" Pesan Ali sebelum mereka hilang dibalik pintu.

"Kasian, gila ternyata!"

"Lepas dari RSJ barangkali!"

"Aku pikir menyerang pelakor!"

"Wanita aneh!"

"Pelakor teriak pelakor, huuu!"

"Seram ancamannya menyiram pakai air keras lho!"

Berisik mengusik telinga mereka. Komentar demi komentar terdengar bersahutan. Apa jadinya jika rekaman mereka tanpa penjelasan? Pasti akan dibagi ke media sosial dengan caption berasumsi negatif pada mereka. Komentarnya pun pastilah berisi hujatan. Media sosial sekarang mudah sekali membagikan dan memviralkan hal-hal yang tabu dan seharusnya tak layak untuk digunjingkan. Padahal Jikapun benar itu adalah ghibah, jika salah jadinya fitnah.

Prilly menekan pelipisnya.  Mendadak kepalanya terasa pening. Tidak terima diperlakukan tidak senonoh, namun apa daya yang tidak senonoh adalah wanita tidak waras, jangan sampai ia ikut gila karnanya.

"Ssssshhhhh!"

Semakin lama, kepalanya terasa semakin berputar-putar.

"Li, kepalaku!"

Ali terlonjak saat berbalik melihat Prilly dengan wajah yang makin pucat saja.

"Sayang kamu kenapa?" Ali meraih bahu Prilly dan merengkuhnya.

"Pus--ing!"

Seiring dengan ucapnya yang terbata, Prilly merasa matanya berat dan semuanya seketika menjadi gelap.

"Prilly!! Heii!!"

#####
Banjarmasin, 27 Januari 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top