32#TheSecondLife

Matahari tidak nampak. Sinarnya yang membias diufuk timur siap memberi kehangatan tak terasa diruang temaram yang hanya redup karna sosok sosok yang terlelap dipermukaan empuk dengan selimut tebal mendekap erat tubuh berbalut bathrobe, satu-satunya yang ada untuk membalut raga.

.... 🎶🎶🎶....

Netranya terasa begitu berat meskipun alarm dari gawainya terdengar membelah sepi dan dingin didalam ruangan itu. Tangannya meraba-raba nakas mencari benda pipih yang menimbulkan berisik dan mengganggu rungunya.

Memiringkan tubuh untuk menjangkau nakas membutuhkan sedikit tenaga ekstra karna perutnya terpasung lingkaran lengan yang terasa berat. Ia berusaha mengangkat lengan itu namun yang punya lengan makin mengeratkan lingkarannya, hingga mengurungnya dari belakang, membuatnya tak bisa bergerak apalagi beranjak.

"Alarmnya berisik, Li!" Bisiknya.

"Mmhhh!"

Ia menoleh pada Ali yang hanya bergumam justru semakin menenggelamkan wajah ditengkuknya membuat Prily bergidik. Ia mendapati kelopak lentik itu erat merapat saat ia menoleh sekaligus memisahkan tengkuknya dari ujung hidung tegak dimana semalam rasa gesekan bersama indra pencecap yang bergerilya disetiap inci tubuhnya masih membekas hingga membuat perutnya seperti digelitiki.

Sececah tentang situasi yang menimbulkan segenap rasa yang belum hilang, teraduk mempermainkan jiwa dan raganya.

Bathrobe yang jatuh tak sempat ia ambil karna Ali begitu saja menabrak tubuh dan meraup indra perasanya, mempertemukan dengan kembaran miliknya. Kulit Prilly yang basah dan kedinginan, dikeringkan dan dihangatkan dengan kulit melalui sentuhan-sentuhan liar.

Bagaimana tidak liar? Sebelum terbangun dan mengangkat bantal dari wajahnya lalu menemukan tubuh tanpa busana didepan wajahnya, lensa Ali sudah memotret tubuh itu saat sedang dibawah shower dan disabuni pemiliknya. Sungguh sebagai pria normal melihat pemandangan itu ada yang berkedut dari dalam boxernya. Bukan mengintip, ia ingin memeriksa Prilly kekamar mandi karna menurutnya istrinya itu terlalu lama didalam sana.

Susah payah ia menahan diri untuk tidak menyerang Prilly yang sedang mengusap seluruh tubuhnya dengan sabun dibawah shower. Ia kemudian membenamkan tubuh diatas empuk ranjang berukuran king size itu. Gelisah ia hingga membolak-balikkan tubuh sampai pada akhirnya terlentang dan menutup wajahnya dengan bantal.

Pendengarannya benar-benar hilang saat Prilly memanggil. Panggilan kedua terdengar samar. Namun saat Prilly membuka lemari dan menarik bathrobe, Ali semakin terusik dan mengumpulkan jiwa lalu menyisih bantal dari wajahnya sambil mengangkat punggung.

'Oh Tuhan, sepertinya tubuh itu benar-benar menggoda untuk disentuh!' Geramnya membatin. Ia benar-benar sudah tak dapat mengendalikan dirinya saat mendapati tubuh dengan titikan air dari ujung rambut kekakinya berdiri didepan lemari, berjinjit dan menjangkau handuk kimono yang tergantung, mengekspose siluet mungil yang terbentuk sempurna. Lelehan air dari runcing hidung yang terlihat dari samping menghampiri si kembar menuju pusat tubuhnya membuat ada yang menegak tak terkendali.

Tiada kalimat yang bisa Ali ucapkan kecuali, "kamu tadi memanggil aku?" Untuk menyadarkan kehadirannya yang merekam aktivitas Prilly.

Tentu saja Prilly terpekik karna terkejut dan sungguh ia juga terkejut bahkan bathrobe yang jatuh tak menjadi prioritasnya karna terpasung keindahan pemilik mungil dengan buliran air yang masih terjebak dikulit mulusnya.

"Kenapa tiba-tiba sudah bang--un, mmppph?!" Ucap Prilly terpotong dengan serangan mendadak yang membuat ia terpekik didalam bungkamannya.

Prilly mencengkram lengan atas Ali. Kakinya terasa gemetar, hampir lunglai kalau tidak tertahan tubuh Ali yang tanpa jarak. Ia benar-benar menggigil. Menggigil karna kedinginan sekaligus karna gelenyar ditubuhnya yang tersentuh kehangatan. Terengah, oksigenpun mulai menipis, pori-porinya bagai mekar karna meremang.

Apakah bisa disebut beruntung saat pagutan yang melenakan diakhiri, demi memberikan akses pada udara untuk memenuhi dada mereka yang seketika berdebar-debar karna tersengal.

Dagu Prilly yang terangkat dengan netra tertutup sembari mengisi dada dengan udara yang ditarik melalui runcing hidungnya, sementara tangan Ali menyisir lengannya yang meremang.

"Dingin?"

Ali bertanya merasakan pori-pori ditubuh itu terasa membesar karna merinding lalu menunduk meraih bathrobe dan menutup punggung Prilly yang hanya menyangkut dibahu tanpa memasukkan lengannya. Ia hanya ingin melindungi tubuh Prilly yang dingin karna hembusan pendingin udara langsung ketubuh mereka.

Prilly merasakan jari menyisir dipipi hingga rahang lalu menyentuh dagunya.
Menyisih rambutnya yang basah, Ali mencium anak rambut yang jatuh didahinya. Lalu saat lensa Prilly yang merapat terbuka, lentik bulu mata mereka beradu dan pandangannya mengabur karna Ali sudah menghapus jarak netra mereka.

Napas mereka sama-sama tertahan lantas terhembus hingga hangat beradu disela kenyal yang menyentuh tipis membuat denyut yang mengilu bagai mengalirkan darah dengan kecepatan diatas normal menukik keperut mereka.

"Prilatusina Lyandraz, aku-- mencintaimu!"

Prilly merasakan jantungnya berdenyut mendengar bisik itu. Benarkah? Ia mencoba menatap lentik tak berjarak dengan lentiknya meski pandangannya tetap mengabur. Oksigen didadanya makin terasa menipis. Meski begitu tidak ada yang mendahului, hanya setelahnya saling membungkam tak berjeda. Dengan balasan liarnya, ia menjawab kata cinta yang terucap dari seorang Lionard yang lantas memuja setiap inci tubuhnya diperaduan. Dan malam itu menjadi sepanjang malam yang intim seolah membakar rindu dalam bara kehangatan yang jika bisa takkan berakhir tanpa lelah.

Perih tak sebanding dengan rasa indah ditengah raga yang beradu penuh cinta. Ngilu menyerpih saat terus bergerak mengejar himpitan hasrat hingga terhempas dipuncaknya. Menyempurnakan diri sebagai sepasang insan legal, dimana cinta dan rindu sempat terselubung badai yang menyendu.

Masih terasa debaran dan guncangan seperti ombak yang berkejaran hingga membuih diujungnya, membuat denyut didada selalu hadir kala mengingat betapa ruangan yang mereka tempati saat ini dipenuhi suara-suara cinta yang menggema semalam.

.....🎶🎶🎶....

Nyanyian gawai menghempas pikirannya pada perkasa tubuh pendekap yang ia pandang kini. Bukan alarm seperti pertama kali membuat ia terbangun tadi, karna ia sangat mengenali nada panggil dan nada alarm yang berbeda. Prilly berusaha mengangkat lengan berat itu perlahan, namun gagal karna lengan itu makin mengerat menghimpit perutnya.

"Li!"

"Hmmm?"

"Sakit!" Bisik Prilly karna dekapan Ali diperutnya diiringi tindihan lutut Ali seperti memeluk guling.

"Sakit?" Sahut Ali dengan nada pertanyaan, lagi-lagi tanpa membuka mata, hanya terusik karna lutut Prilly bergerak melonggarkan lututnya yang parkir sembarangan.

"Mhhhh!"

"Ya sudah makanya tidak usah banyak bergerak!" Lirih Ali dengan suara serak khas bangun tidur bahkan masih setengah tidur tanpa membuka kelopaknya.

Ali justru makin mengeratkan lingkaran tangannya. Ujung hidungnya merapat kepelipis Prilly yang kembali menoleh hingga ujung runcing mereka justru bertemu.

"Ada yang menelpon!" Bisiknya sambil mengubah sedikit arah tubuhnya yang dari membelakangi lalu terlentang hingga kini memiringkan tubuh menekuk kaki hingga lipatan lutut mereka kini yang bersinggungan seperti ujung runcing hidung mereka.

"Biarkan!" Gumam Ali masih dengan kelopak yang tertutup.

Rupanya Ali benar-benar tidak ingin diganggu. Ia sedang candu pada mungil yang ia dekap semalaman. Saat terlelap, ia selalu sadar jika himpitannya terlepas. Dan ia akan merapat kembali, minimal tubuh mereka tak berjarak satu jaripun.

Prilly memandangi wajah didepannya yang masih mencoba lelap. Samar bibirnya melengkung melihat pria itu sama sekali tidak membiarkan kelopaknya melebar. Hanya sempat terlihat menyipit dan mengerjabkan sedetik lensanya yang dibingkai lentik nan tebal.

Tangan Ali bergerak dari pinggang ke pipi halus itu seakan merasa kalau sedang dipandangi karna tangan Prilly juga berada disana.
Ia memang sedang memandangi pria yang sudah mengambil segalanya. Dimana sejak awal ia sudah memenjarakan hatinya dan sekarang raganyapun sudah sepenuhnya ia rebut.

Ia masih tidak percaya mereka bisa memadu raga dalam keadaan sama-sama sadar bukan seperti waktu yang telah ia lewati, dimana ia memaksa dengan membuat Ali tidak sadar mengambil apa yang ia punya yang diragukan Ali masih Prilly miliki, mengingat Prilatusina Lyandraz yang dulu adalah seorang gadis glamour yang terlihat menikmati pergaulan dengan bebas.

Perlakuan Ali yang kasar padanya, dan kekerasan verbal yang ia rasakan karna kalimat-kalimatnya seolah mengkerdilkan seorang putri Lyandraz yang hanya bermodalkan saham warisan yang berlimpah merebut masa lajangnya dengan paksa.

"Aku tidak pernah bermimpi untuk menjadi ayah dari anak yang terlahir dari rahimmu!" Pekiknya ditelinga Prilly didalam kamar yang kedap suara.

Siapa yang tidak sakit hati? Terlebih Prilatusina yang bar-bar dikala itu. Ia bahkan bersumpah akan mematahkan ucapan putra dari keluarga Lionard yang angkuh itu dengan segala cara. Dan akhirnya dipilihlah cara memasukkan obat perangsang kedalam minumannya.

Ali pulang kerumah tidak pernah diawal, pasti lebih malam. Begitu tiba dirumahpun setelah membersihkan diri, ia keruang kerjanya sampai tengah malam. Pergi tidur sering kalau Prilly sudah tidur. Kadang tertidur disofa didalam ruang kerjanya. Segelas besar air putih selalu tersedia dimeja kerjanya itu.

Malam itu Ali merasa kepalanya pusing. Ia pikir hanya kelelahan karna selalu pulang terlambat setelah itu masih juga menyibukkan diri untuk menghindari Prilly. Ia segera memasuki kamar untuk beristirahat meski dalam keadaan sempoyongan. Dikamar sudah tergolek Prilly seperti biasa. Namun ia merasa ada yang bergejolak didalam tubuhnya yang memanas melihat Prilly dengan sutra tipis yang mencetak bentuk tubuhnya. Dan dimalam itu, sesumbarnya untuk tidak akan menanam benih pada perempuan yang ia katakan tidak pernah ia harapkan menampung benihnya terpatahkan. Erangannya begitu indah ditelinga Prilly meski tanpa disadari Ali. Ia tak tahu apakah Ali ingat rasanya memperlakukan dirinya begitu menggairahkan.

"Oh-- Akuu-- mencintaimu, sayang!"

Bahkan bisik ucap mencintai ditelinganya saat meraih kepuasan membuat Prilly merasa pendengarannya sedang bermasalah. Jika pendengarannya tak salahpun ia pikir pasti Ali berhalusinasi sedang bercinta dengan orang lain. Meski hatinya perih seperih inti tubuhnya yang dimasuki pertama kali, ia merasa puas pada akhirnya mendapatkan raga lelaki pilihan yang ia damba menyentuhnya.

....🎶🎶🎶🎶.....

Sudah 3 kali nada panggil terdengar. Prilly merasa begitu terusik namun masih dapat menikmati dekap Ali menahannya.

...... kriukkk.....

Kali ini perutnya yang bernyanyi, rasanya panggilan lambungnya ini tak dapat diabaikan.

"Liii, perutkuu..." rengeknya terdengar mendayu membuat kerjap mata Ali yang berat mulai melebar karna terkejut mendengar teriakan dari dalam perut yang dilingkari lengannya. Ia menyentuh tali bathrobe yang menumpuk diperut itu.

"Apakah benihku sedang berdansa disini?"

"Idih!"

Ali tertawa meski suaranya agak serak dan matanya terasa masih sepet.

"Kasian lapar, kita sarapan kebawah ya!"

"Kita tidak ada pakaian ganti, masa kita pakai bathrobe, tidak mungkin juga aku pakai kebaya, kamu pakai kemeja putih, mau nikah lagi disitu?"

Ali tertawa lagi mendengar ucap Prilly.

"Mubazir kalau nikah lagi, mending kita 'kawin' lagi aja ya!" Ali menurun naikkan alisnya diiringi tangan Prilly yang melayang kebahunya. PAK!!

"Idihh, mesum!"

.....Kriukkk.....

Mereka berpandangan mendengar nyanyian lagi diperut Prilly. Prilly memegang perutnya sambil meringis. Ali terduduk dengan wajah mulai khawatir. Rupanya jiwanya sudah terkumpul sepenuhnya.

"Kamu masuk angin gara-gara aku masuki semalaman ya?"

######
Banjarmasin, 18 Januari 2023
23.02 Wita.

Semalam itu, setelah rutinitas Ibu Rumah Tangga, jam 9 pagi jadwal kesekolahan si kaka, jam 11 jadwal arisan bulanan p2lipi, jam 2 rapat muscab iwapi, jam 4 latihan paduan suara iwapi utk muscab, jam 6 lewat baru nyampe rumah, trus hampir isya jemput si adik. Kaka adik makan, sibuk ini itu dirumah sampe jam 10, baru jam 11 mulai ngetik sambil nemenin si adik tidur dengarin dia cerita, trus fokus ngetik hampir jam 12 malam, hampir jam satu baru 400 sudah ngantukkk sekali.

Hari ini ada beberapa jadwal lagi selain rutinitas setiap pagi dirumah. Urusan yang diselesaikan cuma 2, sampe rumah lagi pas zuhur.
Habis zuhur istirahat. Mau Ashar, aku mulai nerusin ngetik, setelah Ashar dilanjutin sampai magrib, setelahnya kembali lagi kerutinitas jemput eno, setelah pd makan malam aku lanjutin lagi ngetik sampailah waktunya dipublish sekarang.

Hmmm indahnya ya bercerita kesibukan disini hehe.
Terima Kasih semua yang menunggu dan membaca 🙏

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top