16#TheSecondLife
"Oh Tuhan sebenarnya apa yang terjadi?"
Prilly menahan panik dengan menggenggam tangannya. Dadanya masih berdegup karna tergesa menuju rumah sakit yang menelpon mengabarkan yang memiliki gawai kecelakaan.
Bahkan ia tidak bisa menunggu pak Fredo datang dari mengantar Giska. Beliau bilang jalanan macet karna malam tahun baru seperti biasa manusia tumpah ruah dijalanan menunggu waktu berganti.
Ia memesan ojek online agar bisa cepat segera sampai kerumah sakit. Tapi apa yang ia temukan? Bukan Jasmine yang sedang mendapat pertolongan di unit gawat darurat namun orang lain dan ia tidak kenal.
"Yang punya ponsel ini mana suster?" Prilly bertanya sambil menggenggam ponsel yang diserahkan pihak rumah sakit padanya.
"Itu, mbak!" Suster tersebut menunjuk seorang pasien laki-laki yang belum sadar dengan luka dikepala.
"Bukan!"
Prilly makin tak mengerti kenapa ponsel Jasmine bisa berada ditangan orang asing. Dan tidak ada yang bisa dimintai keterangan untuk membuatnya mengerti, apa yang sebenarnya terjadi. Kemana Jasmine?
Prilly membalik badannya hendak berlalu.
"Mbak maaf, yang bertanggung jawab dengan administrasi orang ini, siapa?"
Ya Tuhan, apalagi ini? Ia tak kenal dengan orang itu sama sekali.
"Maaf, mbak, kami hanya menemukan nomor mbak yang sering dihubungi ponsel tersebut makanya kita hubungi, kami pikir anda keluarganya!"
Prilly memegang kepalanya. Tuhan. Ini benar-benar membuatnya pusing. Malam tahun baru yang tadinya ia idam-idamkan dapat memanjakan diri dirumah sepuas-puasnya dengan perawatan telah musnah, kini malah ia harus bertanggung jawab untuk orang asing karena ponsel Jasmine ada padanya.
"Mbak!"
"Apakah dia tidak punya identitas diri?" Tanya Prilly pada suster yang menatapnya dengan tatapan ingin kejelasan.
"Tidak ada sama sekali mbak, yang ada hanya ponsel itu, itupun tadinya tidak aktif, kami mengaktifkan karna ingin menghubungi keluarganya!" Jelasnya.
"Ini ponsel sepupu saya suster, dan pasien yang anda maksud tidak saya kenal, sumpah!" Ungkap Prilly.
"Tapi..."
"Baiklah, baiklah, saya akan bertanggung jawab menyelesaikannya, demi kemanusiaan saja!"
Tidak ingin makin rumit, Prilly bersedia bertanggung jawab meski ia tidak mengenal orang tersebut. Padahal mungkin saja orang tersebut mencuri ponsel Jasmine.
"Ya Tuhan, kenapa tidak terpikirkan!"
Prilly menarik nafasnya dalam-dalam. Memusatkan pikirannya sejenak. Ia harus bagaimana?
"Oh, Sandro!"
Prilly teringat kalau Jasmine pergi bersama Sandro. Harusnya ia masih bersama Sandro sekarang. Ia-pun mencoba menelpon Sandro dari ponsel Jasmine. Cukup lama setelah nada sambung panggilannya diterima.
"Halo, anda yang menemukan handphone saya?"
Suara Jasmine disebrang sana membuat Prilly lebih yakin kalau ponsel Jasmine hilang. Dicuri atau tercecer?
"Kamu dimana?" Prilly langsung bertanya tanpa basa-basi.
"Ini siapa?" Balas Jasmine dengan nada terkejut.
"Baru sebentar pergi sama laki-laki, sudah lupa dengan suaraku?" Cecar Prilly geram.
"Prilly! Kenapa ponselku ada padamu!" Jerit Jasmine.
"Kamu dimana, katakan cepat!" Titah Prilly tak sabar.
"Aku saja yang kesana, kamu dimana?"
"Jangan membantah, kalau disuruh menunggumu bisa membuat aku senewen! Kau dimana?"
"Dipesta temannya Sandro, aku tidak tahu dimana ini!"
"Share Lock!"
"Oke, oke!"
Selesai berurusan, Prilly meninggalkan rumah sakit segera. Sungguh ia sangat repot karna harus menyelesaikannya sendiri. Namun disisi lain, untung saja tadi mama dan papanya tidak segera mengikutinya. Kalau tidak, mereka pasti juga ikut pusing.
Iapun segera menghubungi mama papanya mengabarkan kalau Jasmine baik-baik saja. Ia juga mengungkapkan asumsinya kalau ponsel Jasmine berpindah tangan entah dicuri atau tercecer.
Ia sempat memotret pria yang berada di IGD dan mengirimkan distatus aplikasi hijau bergambar gagang telpon itu. Biar bagaimanapun juga keluarga dari orang tersebut harus mengetahui.
Kalau ada yang tau siapa dia, mohon sampaikan kepada keluarganya saat ini ia berada di IGD rumah sakit medical.
Segera setelahnya kembali ia memesan ojek online menuju lokasi dimana Jasmine berada.
"Aku dilobby, kamu turun kesini, Jes!" Titah Prilly setelah sampai kelokasi yang dibagikan Jasmine dengan menggunakan ponsel Sandro.
Tanpa menunggu jawaban Jasmine, Prilly mematikan sambungan telponnya. Sekilas ia melihat waktu yang tertera dilayar gawainya. 23.37.
Beberapa menit menunggu, Prilly tak betah. Ia berinisiatif naik menuju tempat acara dan mencoba menelpon Jasmine ke ponsel Sandro sembari menuju Lift.
"Prilly!"
Prilly mengangkat wajahnya dari ponsel saat mendengar ada yang menyebut namanya.
"Deff!"
Prilly benar-benar terkejut melihat kehadiran Deff.
"Kemarin aku ajak menolak, ternyata kesini juga?"
Deff menghampirinya.
"Tidak, aku..."
"Kalau begitu pas, aku juga sedang sendirian, kita bisa keatas bersama-sama!"
Belum selesai ucapannya, Deff sudah memotong dengan percaya diri ia datang sendiri
"Tidak, Deff!" Geleng Prilly.
"Kenapa? Jangan sungkan, bukan kau yang menyebabkan aku putus dengan Zaneta," ujar Deff lagi ingin mengamit lengan Prilly. Prilly menarik kembali lengannya dari Deff. Ia merasa tak nyaman.
Ucapan Deff bernada sebaliknya. Menegaskan kalau dia putus dengan Zaneta gara-gara ia belum bisa move-on darinya.
"Pril, kau tau bukan apa yang aku mau?"
Prilly menggeleng, tidak ingin membuka kembali lembaran yang sudah pernah Deff katakan. Waktu itu ia mengungkapkan ingin kembali dan siap memutuskan hubungannya dengan Zaneta.
"Tapi aku tidak mau, Deff!" Tolak Prilly seperti yang lalu.
"Kenapa? Bukankah kau belum juga mengganti aku dengan yang lain?" Tanya Deff.
Ia terlalu yakin kalau Prilly juga tidak bisa move on darinya. Buktinya sekarang Prilly masih sendiri. Deff adalah pacar terakhir Prilly yang tidak tahan LDR meski hanya berjarak antara Indonesia dan Singapore. Ia memilih memiliki pacar yang ada didekatnya. Dan setelah Prilly kembali dari Singapore setahun yang lalu, mereka bertemu kembali. Deff mengungkapkan kalau ia bosan dengan Zaneta yang tidak seperti Prilly.
"LDR tak tahan, begitu punya yang bisa selalu sama-sama lalu kau bosan?" Cecar Prilly waktu itu.
Tentu saja Prilly tak mau membuka lagi lembaran baru bersama Deff. Untuk apa? Untuk tidak dianggap berarti lagi? No. Valentino saja yang mengejar-ngejarnya harus gigit jari. Meski saat ini Valentino justru dengan mudah akan bertunangan dengan yang lain. Tapi ia sama sekali tidak kecewa. Baguslah, jadi ia tak terganggu dengan pendekatannya.
"Prilly..."
"Sudahlah Deff, aku tidak bisa!" Geleng Prilly berkali-kali.
"Apa alasannya?" Tanya Deff ingin alasan.
"Aku sedang menunggu seseorang, Def," ujar Prilly berbohong.
Tidak berbohong juga sih, karena ia memang sedang menunggu seseorang saat ini, yaitu Jasmine.
"Kau hanya ingin membalaskan sakit hatimu padaku kan karna aku lebih memilih Zaneta waktu itu," tuduh Deff.
"Tidak. Buang-buang waktu saja jika aku melakukan itu!" Sahut Prilly.
Ia benar-benar tidak habis pikir, kenapa Deff memaksanya sejak bertemu makan siang waktu itu. Meski ia menghindari Ali bukan berarti ia gegabah menerima yang lain apalagi seorang mantan yang jelas-jelas pernah meninggalkannya.
'Jasmine, kenapa tidak muncul juga?' Keluh Prilly dalam hati.
"Ayolah Prilly!"
Prilly menarik tangannya yang sempat diraih Deff. Ia benar-benar makin tak nyaman. Seharusnya Deff tidak seperti ini. Kenapa dunia bagai terbalik? Kemana angkuhnya seperti saat ia mengatakan tidak tahan 'LDR' dan memilih gadis lain yang ada didekatnya.
"Def, maaf, aku tetap tidak bisa!"
Kalau ia Prilatusina yang dulu ia takkan sesabar ini menghadapi Deff. Kesabaran ternyata hanya membuatnya dianggap lemah.
Beberapa kali tangannya diraih lalu ia tarik kembali. Sungguh ia tidak suka keadaan ini.
"Ada apa denganmu, Def? Apa untungnya memaksa aku?" Akhirnya iapun menepis tangan Def kasar.
"Kau sudah membuatku memutuskan Zaneta, kau sudah memberi harapan!"
"Aku tidak pernah memberi harapan apa-apa?"
"Lalu kenapa kau menelponku mengajak makan siang waktu itu? Aku pikir..."
Ya Tuhan, rasanya Prilly ingin menangis. Ia menyentuh pelipisnya yang berdenyut. Ia teringat saat menolak makan siang dengan Ali, ia menghubungi Def untuk datang menjemput. Tak menyangka itu dianggap memberi harapan.
"Prily!"
Prilly menoleh pada yang datang menghampiri mereka. Seketika Prily merasa tertolong dengan kehadirannya. Tidak ada yang kebetulan jika mereka harus bertemu ditempat ini. Ditempat yang pada umumnya banyak dipilih untuk menghabiskan malam tahun baru.
"Akhirnya datang, lama sekali!" Tukas Prilly menatapnya penuh harap agar mengerti ia butuh pertolongan. Prily mengulurkan tangan dan segera disambut olehnya meski dengan wajah terheran dimata Prilly.
"Def, kenalkan ini tunanganku, Ale Lionard!"
Teng.
Dentang lonceng terdengar tanda tahun telah berganti. Suara kembang api terdengar semarak diluar sana......
Susah payah ia menghindari memaksa Ali bertunangan dengannya dimalam pergantian tahun seperti saat lalu yang sudah pernah ia lewati, nyatanya kini, hal itu tetap terjadi!
#####
Banjarmasin, 19 Desember 2022
01.33 Wita
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top