PART. 9 - JEALOUS

Sambil menikmati makan siang, Irina mengawasi Brant yang duduk di sebrang dengan tatapan menilai. Tidak mengerti dengan sikap waspada Brant pada sekelilingnya, dimana pria itu akan menatap sekitar dengan tatapan tajam, ekspresi dingin, dan terkesan begitu detail melihat sekitarnya. Seperti sudah menjadi kebiasaan, pikir Irina heran.

"Uncle," panggil Irina pelan.

Alis Brant terangkat, menatapnya dengan sepasang mata birunya yang tajam. Tertegun selama beberapa saat, Irina seperti mendapat sengatan kilat yang membuat degup jantungnya mengencang. Menyebalkan, pikir Irina lagi.

"Jika boleh tahu, darimana asalmu?" tanya Irina.

"Bukan urusanmu," jawab Brant tanpa ragu, disertai nada ketus dan tidak senang.

Mengabaikan sikap dingin Brant, Irina menopang dagu sambil menatapnya dengan seksama. "Kupikir kau adalah pendatang, dimana orang tuamu bertemu saat liburan di Bali. Akhir cerita indahnya adalah kau lahir dan dibesarkan di sini, titik pertemuan mereka."

Brant memutar bola mata dan mendengus kasar. "Jangan sok tahu."

"Aku bukan sok tahu, tapi memang tahu. Menjadi seorang tour leader, aku banyak menemukan kisah romantis seperti itu."

"Bukan berarti, kehidupan setiap orang itu sama."

"Jadi, kehidupanmu berbeda dengan apa yang kuceritakan tadi? Seperti apa misalnya? Berteman sejak sekolah, memutuskan untuk berkeliling dunia bersama, dan berakhir di ujung bumi ini untuk berpijak?"

Seperti jenuh dengan tebakan Irina yang sudah pasti tidak akan berhenti sebelum mendapatkan jawaban, Brant menghela napas dan menatapnya jenuh. "Sligo, North Ireland."

Mata Irina melebar takjub. "Sligo? Kau berasal dari kota yang sama dengan Mark Patrick Feehily?"

"Siapa lelaki sialan yang kau sebut barusan?" tanya Brant dengan mata menyipit tajam.

"Dia penyanyi favoritku! Jika kau berasal dari Ireland, kau pasti tahu band Westlife!" seru Irina girang. "Ya Lord, dulu aku bercita-cita untuk mendapatkan pria Irlandia yang seksi. Dan ternyata cita-citaku terwujud sekarang."

"I don't know that shit," ucap Brant dengan ekspresi jijik.

Irina mencibir ketidaktahuan Brant tentang boyband yang melegenda lewat lagu-lagunya yang romantis. "Westlife adalah boyband asal Irlandia dengan lima anggota, dan Mark adalah favoritku. Sayangnya, dia itu gay. Syukurnya, kau tidak."

Ekspresi Brant menggelap dan menatap Irina dengan ekspresi mengancam. "Sekali lagi kau menyamakanku dengan orang lain, maka akan kubuat kau menyesal karena sudah melakukan kesalahan fatal seperti itu."

"Uncle, jika kau tidak suka, cukup sampaikan saja, tidak usah mengancam," ucap Irina dengan lugas.

"Aku tidak akan menyampaikan, tapi membuktikannya padamu," balas Brant.

"Bagaimana caranya?"

"Kau akan tahu jika melepas pakaianmu di hadapanku."

Rona panas langsung menjalar di kedua pipi Irina, dan refleks merengut cemberut. "Kau sangat mesum.

Terkekeh geli, Brant memiringkan wajah sambil mengangkat satu alisnya. "Aku tidak percaya jika ada wanita sepertimu. Apa kau tidak mendapat pengetahuan tentang seks? Atau tidak bisakah kau menggunakan internet untuk mencari tahu tentang hal itu?"

"Tidak semua bisa dipercaya lewat Internet, dan aku lebih memilih untuk bertanya langsung pada yang bersangkutan," jawab Irina dengan penuh percaya diri.

"You're one in a million. Baby. Aku masih tidak percaya jika orang naif itu masih ada. Kau harus banyak belajar untuk menjadi lebih pintar dimulai dari sekarang," komentar Brant.

"Aku sudah sangat pintar dengan bertanya padamu, Uncle. Ada tertulis bahwa pergaulan yang buruk dapat merusakkan kebiasaan yang baik. Oleh karena itulah, aku termasuk pemilih dan tidak akan mudah menerima orang asing untuk berteman denganku."

"Seperti memilih seorang teman bernama Ruby, yang mengirimkan film dewasa padamu dan mengajarimu untuk menjadi liar, begitu?"

"Dia tidak mengajariku untuk menjadi liar. Aku hanya bertindak seturut dengan keinginanku, itu saja. Seperti bertanya padamu, dan kau hanya cukup memberi jawaban, bukan pembuktian yang tidak diperlukan."

"Tidak diperlukan?"

Irina mengangguk dan Brant hanya tertawa merendahkan. "Ingatkan aku untuk merekammu saat mencapai pelepasanmu sekitar dua jam yang lalu, supaya aku bisa bertanya tentang bagian mananya yang tidak diperlukan, di saat kau membutuhkannya."

Rona panas yang menjalar di kedua pipi, kian memanas saat Brant mengucapkan kalimat yang membuatnya teringat dengan apa yang terjadi di mobil tadi. Pria itu menyeringai puas melihat wajah Irina saat ini.

"Uncle! Tidak seharusnya kau menganggap itu lelucon!" hardik Irina kesal.

"Aku tidak menganggap hal itu lelucon, hanya saja kau sangat lucu," elak Brant.

"Itu sangat tidak lucu! Mungkin hal itu biasa bagimu, tapi tidak bagiku. Momen itu adalah momen pertama yang tidak akan kulupakan. Kau boleh berpikir jika aku naif dan bodoh karena sudah membiarkanmu menyentuhku begitu saja, tapi aku serius tentang apa yang kuucapkan padamu!" desis Irina tajam.

Seringaian Brant lenyap, tampak kebingungan. "Irina,.."

"Mungkin saja, kau bisa melupakannya dengan mudah. Itu tidak apa-apa karena aku sudah memikirkan resiko yang harus kuterima. Silakan ragu dan menertawakanku, tapi jangan menganggap sepele keseriusanku!" tambah Irina yang semakin emosi.

Berada di sebuah restoran, mereka menikmati makan siang yang tertunda. Jika tadi Irina merasa lapar, kali ini seleranya menghilang meski porsi makan siangnya masih ada setengah.

"Aku tidak bermaksud untuk meragukanmu, Irina," sahut Brant serius.

"Sedari awal, kau memang tidak memiliki maksud apa pun denganku, hanya diriku saja yang terbawa perasaan. Itu sudah biasa," balas Irina sambil beranjak, lalu meraih tasnya.

"Irina..."

"Hari sudah semakin sore, Uncle. Lebih baik kita segera menuju ke villa karena membutuhkan waktu sekitar satu jam dari sini," sela Irina sambil lalu dan berjalan menuju ke kasir.

Entah kenapa dirinya merasa tersinggung dan kesal begitu saja. Meski rasanya tidak pantas dilakukan, tapi Irina tidak bisa menampik rasa jengkel yang membuatnya enggan untuk melihat Brant. Bahkan, ketika pria itu sudah berada di belakangnya, dia tidak mau menoleh dan fokus membayar makan siang mereka.

"Brant, is that you?"

Barulah ketika ada suara wanita dari arah lain memanggil Brant dengan nada menggoda, Irina langsung menoleh dan rasa jengkelnya kian bertambah. Seorang wanita cantik, pirang, dan seksi. Perpaduan yang membuat Irina merasa kalah, apalagi jika dilihat dari ukuran payudara dan bokongnya. Mendengus tidak suka, Irina mengalihkan tatapan pada Brant yang sedang menatap wanita itu dengan ekspresi tidak ramah.

"Karina," ucap Brant dingin.

"Oh dear, kau benar-benar adalah Brant! Aku senang sekali," seru wanita yang bernama Karina dengan girang.

Napas Irina tertahan ketika melihat wanita itu langsung menghamburkan diri untuk memeluk Brant dengan erat. Well, itu sangat disengaja, batin Irina geram. Wanita itu menempelkan tubuh dengan berlebihan.

"Aku sangat merindukanmu, Brant. Apa kabar, Jagoan?" tanya Karina saat Brant mendorongnya menjauh sambil melotot tajam.

Kening Irina berkerut saat melihat seorang pria lokal berkulit legam, sedang berdiri tidak jauh melihat keberadaan mereka. Dari tampilannya, Irina sudah bisa memastikan jika wanita itu memakai jasa beach boy sebagai pemuas birahi, selain belajar surfing secara pribadi. Hal itu umum terjadi dengan wanita asing yang sedang berlibur di sini, apalagi jika melihat penampilan dari Karina yang terkesan seperti wanita penggoda.

"Baik," jawab Brant sambil merangkul bahu Irina dengan santai.

Ada rasa bangga yang menjalar dalam diri Irina saat Brant mengakui keberadaannya di hadapan Karina seperti saat ini. Bahkan, dia tidak mampu menahan diri untuk menyeringai lebar sambil menatap Karina yang sudah melirik tidak suka padanya.

"Oh, jadi seleramu sudah berubah pada anak ingusan," komentar Karina sambil menatap Irina naik turun.

Mata Irina melebar, menatap Karina kesal saat wanita sialan itu sedang tersenyum merendahkan. Belum sempat membalas, Brant sudah lebih dulu melakukannya.

"Kulihat, seleramu jauh lebih rendah dari biasanya," balas Brant datar. "Jadi, jaga ucapanmu."

Karina berdecak kesal. "Seharusnya, aku marah padamu karena kau pergi begitu saja dan tidak..."

Sebelum Karina sempat melanjutkan, Brant sudah menarik Irina untuk segera berjalan keluar dari restoran itu, enggan menanggapi sikapnya yang terlalu berlebihan.

"Hey, Brant! Tunggu! Berikan nomor teleponmu padaku!" seru Karina yang tiba-tiba menghadang langkah mereka sambil merentangkan dua tangannya.

"Tidak!" ucap Brant tegas. "Lebih baik minggir, atau kau akan menyesal."

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi jika..."

Tanpa peringatan, Irina sudah bergerak mendekat untuk mendorong Karina hingga terjengkal ke belakang. Selain marah, Irina juga merasa tersinggung karena kehadirannya sama sekali tidak dianggap oleh wanita sialan itu.

"Jangan pernah menggoda Brant-ku! Sekali lagi kau melakukan hal itu, aku akan menginjak batang hidung palsumu dan mengirimmu ke neraka!" sembur Irina lantang.

Tidak terima, Karina segera bangkit dan hendak membalas Irina, tapi Brant sudah menarik Irina menjauh dan menyembunyikan Irina di balik punggung besarnya.

"Dasar tante-tante yang tidak tahu tua! Sudah berumur, masih seperti anak kecil. Memalukan!" seru Irina berapi-api, hendak maju tapi terhalang tubuh besar Brant yang berusaha menghadang langkahnya, lalu melompat-lompat untuk bisa membalas tatapan garang wanita itu.

"Tante-tante katamu? Aku..."

"CUKUP!" bentak Brant geram, mendelik tajam pada Karina sambil terus menahan Irina agar tidak memaksa untuk maju. "Tidak lagi bertengkar dan kembali seperti semula. Kami akan pergi, Karina! Dan lanjutkan apa yang menjadi urusanmu di sini, sebelum kau bertemu dengan kami!"

"Tidak! Aku beruntung bisa bertemu denganmu dan..."

"Dan itu adalah kesialan bagiku! Pergilah! Atau aku tidak akan segan untuk menyakitimu," sela Brant sambil mendesis tajam, memberi tatapan mematikan, hingga Karina tersentak, dan refleks bergeser untuk memberinya jalan.

Brant pun kembali menarik Irina untuk berjalan dan menahannya agar tidak menjadi terkendali karena Irina seperti ingin menghajar Karina kembali. Terus berseru, merapalkan hinaan yang ada di kepalanya, dan bergumam tidak jelas karena tangan Brant sudah membungkamnya. Saat tiba di mobil, Brant memaksanya untuk duduk, memakaikan sabuk pengaman, dan mendesis geram.

"Jika kau masih belum bisa diam, aku akan membuangmu ke jurang!" ancam Brant dengan sorot mata tajamnya yang menandakan bahwa dirinya tidak main-main.

Irina hanya merengut dengan kening berkerut, berdecak kesal sambil membuang muka, dan membiarkan Brant menutup pintunya dengan kasar. Saat Brant duduk di bangku kemudi, Irina mendengus dan menggerutu.

"Bilangn saja kau takut ketahuan bahwa kau pernah memiliki hubungan dengan wanita itu, kan?" tuduh Irina dengan lantang.

"Sekalipun aku pernah berhubungan dengannya, itu bukan urusanmu," balas Brant sambil melajukan kemudi.

Balasan Brant semakin membuat Irina kesal. "Jadi begitu? Seleramu memang wanita dewasa yang seksi dan menggoda seperti itu? Dasar hidung belang! Di depanku, kau berpura-pura tidak tertarik, tapi sekarang mengakui jika dia adalah..."

"Aku menyukai wanita muda berhati emas. Terlebih lagi, jika wanita itu adalah keturunan Rusia yang mempesona," sela Brant lantang, lalu mendelik tajam padanya dengan sorot mata berkilat, dan kembali menatap ke depan.

Bungkam. Juga tidak mampu melakukan apa pun, selain bertambah kesal. Irina membuang tatapan ke luar jendela dan berpikir jika Brant memang tidak akan pernah tertarik padanya. Berhati emas? Irina bahkan tidak bisa melihat bagian dari mananya sisi berhati emas dari Karina, selain menjadi wanita ular yang pintar menggoda. Keturunan Rusia? Jika dipikirkan kembali, sepertinya Karina tidak memiliki kesan Rusia di sana.

Semakin dipikirkan, Irina menjadi lebih kesal dari sebelumnya. Sebuah tangan besar mendarat di atas dua tangannya yang sedang meremas gelisah. Irina spontan menoleh dan mendapati Brant sudah meraih satu tangannya untuk mengecup punggung tangannya dengan lembut. Seketika itu juga, wajahnya terasa memanas dan perasaannya menghangat.

"Jangan marah, atapun cemburu. Tidak usah berpikir macam-macam, apalagi menuduh. Jangan terlalu cepat menyimpulkan sesuatu yang tidak kau ketahui. Jika tidak tahu, bertanyalah. Jika tidak mengerti, mintalah penjelasan. Seperti itulah, cara berpikir orang dewasa," ujar Brant dengan lembut.

"Semua sudah terlihat dan..."

"Apa yang terlihat? Apa aku terlihat senang saat melihatnya? Penilaianmu tertutup oleh rasa jengkel sebelum wanita sialan itu muncul, Irina. Aku tidak suka seperti itu, jadi diamlah!"

"Kau bilang kau menyukai wanita berhati emas!"

"Memang."

"Dan keturunan rusia yang mempesona!"

"Memang."

"Tapi, dia tidak terlihat seperti itu!"

"Betul sekali."

"Jadi..."

"Aku mengatakan hal itu untuk membuatmu kesal. Tapi, sekarang tidak. Aku meminta maaf untuk semua kekesalan dan rasa jengkelmu akibat ulahku. Jadi, maaafkan aku."

"Kau benar-benar senang membuatku kesal, ya?"

Brant terkekeh ringan dan mengangkat bahu dengan acuh. "Kau terlihat lebih menggemaskan jika marah."

"Kau sangat keterlaluan."

"Juga, aku senang melihatmu cemburu. Apakah sebesar itu kau menyukaiku? Bagaimana mungkin kau bisa menganggap Karina adalah ancaman, padahal dirimu jauh lebih bernilai?"

Irina menghela napas lelah. "Kini aku tahu kenapa pria dewasa memiliki mulut yang berbisa, dan banyak wanita muda dengan senang hati meneguk racunnya."

Brant tergelak. "Kiasan macam apa itu?"

Irina berdecak dan menatap Brant serius. "Intinya, muda bukan berarti masih kekanakan. Aku sudah dewasa dan bisa menjadi wanita yang layak untuk pria dewasa mana pun!"

Cup! Sebuah kecupan ringan mendarat di kening, membuat Irina tersentak dan mengerjap cepat melihat Brant yang sudah kembali menatap ke depan sambil melajukan kemudi.

"Kau sudah menjalani masa mudamu dengan baik, Irina. Aku sangat bangga padamu, dan kebersamaan seperti ini membahagiakanku. Jadi, tetaplah menjadi diri sendiri, tidak usah berubah demi orang lain. Aku menerimamu apa adanya," ucap Brant hangat.

Wajah Irina semakin memanas, seiring dengan degup jantung yang sudah bergemuruh cepat. Kembali merasakan getaran yang mendebarkan, yang Irina yakini adalah bentuk perasaan yang menggebu dan hanya terjadi saat berhadapan dengan Brant. Pria itu bukan lagi penyelamat hidup, melainkan seseorang yang akan menjadi sandaran hidup dan mengisi kekosongan dalam kesendiriannya.

Republished : Oct 10th, 2020. (18.00 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top