PART. 16 - BEHIND THE COLDNESS

Happy weekend, Genks. 💜

Rasa bersalah menyelimuti Brant saat ini ketika membuat Irina bersedih seperti tadi. Merasa tidak nyaman dengan obrolan yang dilakukan oleh para petinggi, juga ejekan dari teman-temannya, Brant melampiaskannya pada Irina yang masih bersikap begitu hangat dan ramah padanya. Bahkan, wanita itu tidak merasa harus menjaga sikap saat bisa melihatnya.

Brant bahkan berani bersumpah jika kebersamaannya dengan Irina, bukanlah sebuah kesalahan tapi momen yang tak terlupakan. Juga, dia sudah merasa memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi dan menjaga wanita itu setelah mendapatkan apa yang tidak seharusnya diambil olehnya.

Dimulai dari rasa bersalah itulah, Brant mengikuti dan mengawasi Irina yang kini sedang tersenyum begitu lebarnya dengan Alejandro, adik ipar dari bos-nya. Tidak ada yang aneh melihat Irina sudah begitu akrab dengan Alejandro karena wanita itu memang sangat ramah dan hangat kepada semua orang. Tapi melihat bagaimana pria itu berniat untuk mencari perhatian Irina, Brant mulai mendengus tidak suka.

"Bola matamu akan segera keluar jika kau tetap berdiri di sini, Brant," suara Joel terdengar dari arah belakangnya, dan itu membuat Brant spontan menoleh padanya.

Sepanjang hari ini, entah kenapa Joel terkesan selalu mengawasi pergerakannya. "Kurasa, kau sudah cukup sibuk dengan urusan pesta daripada terus memperhatikanku, Sir."

Satu alis Joel terangkat. "Jangan memanggilku seperti itu. Perlu kuingatkan bahwa kau yang sudah menduduki posisiku saat ini, Brant."

"Dan berhentilah bersandiwara karena tidak ada istri atau anggota keluargamu, selain diriku sekarang, Sir. Kau tetaplah petinggi yang sangat kuhormati dan tidak ada yang pantas menggantikan posisimu," balas Brant datar.

"Kenapa kau harus bersikap sinis seperti itu, Brant?" tanya Joel dengan ekspresi yang membuat Brant merasa jengkel seketika.

"Apa kau meragukanku saat ini?" tanya Brant dengan tatapan dingin.

"Aku tidak bermaksud seperti itu. Tapi, aku hanya ingin menanyakan apakah alasanmu masih sama seperti dulu?" balas Joel sambil mengangkat bahu dengan santai.

"Selamanya akan tetap sama. Aku tidak akan mengkhianati orang yang memiliki peran penting dalam hidupku yang sudah kacau dan memberi pengharapan untuk menjadi berguna bagi orang lain. Dan kuharap, kau tidak menanyakan hal seperti ini lagi karena aku sudah sangat bosan," ucap Brant penuh penekanan.

"Jadi, kau merasa terganggu dengan pertanyaanku yang itu-itu saja?" tanya Joel lagi.

Brant mengambil satu langkah untuk maju, menaruh perhatian sepenuhnya pada Joel. Keduanya sama tinggi dan bertatapan dalam sorot mata tajam yang sama.

"Jika ingin menyampaikan sesuatu, silakan saja. Jangan membuat hal mudah menjadi sulit karena kesabaranku kian menipis, Sir," ucap Brant serius.

Joel menyeringai sinis dan menatap Brant dengan angkuh. "Jika kau merasa jengkel dan merasa diragukan oleh karena pertanyaan yang sama, maka seperti itulah yang dirasakan oleh wanita muda itu."

"Apa maksudmu?" tanya Brant bingung.

"Sama seperti dirimu yang menganggapku sebagai penyelamat hidup, demikian juga dengan Irina. Apa yang dikatakan dan dilakukannya adalah tulus dan murni dari dalam hati. Dia sudah setia dan akan melakukan apapun untuk membuatmu senang, bukan karena terbeban, tapi karena hanya itu yang bisa dilakukannya untukmu," jawab Joel lugas.

Brant merasa tertampar dengan ucapan Joel yang membuatnya bungkam. Juga, perasaaan bersalahnya semakin membesar saat teringat sikap dan ucapannya pada Irina tadi.

"Mungkin, kau meragukannya karena masih muda. Tapi justru itulah yang berbahaya. Anak muda cenderung memiliki semangat yang gigih dan pantang menyerah dalam menginginkan sesuatu, itulah yang dijadikan sebagai landasan utama bagi mereka untuk sebuah pencapaian. Sifat dasar manusia adalah setia, tapi seringkali keadaan yang membuat mereka berpaling. Apa kau sudah mengerti maksudku, Brant?"

Brant masih bungkam dan menatap Joel dengan tatapan yang kian menajam. Sama sekali tidak menyukai tentang pikiran yang sedang memenuhi isi kepalanya saat ini.

"Jangan terus meragukan kesetiaannya, karena itu akan membuatnya berpaling. Sebaliknya, hargai dan perjuangkan itu. Sama seperti aku yang pertama kali mengajakmu untuk bergabung, meyakini diri sendiri bahwa kau adalah yang terbaik, dan terus mengawasimu agar kau tidak jatuh ke dalam lubang yang sama. Ketika aku sudah sangat yakin jika kau mampu berpijak sendiri di atas kakimu, aku membiarkanmu berjalan tanpa ragu, dan mengetahui bahwa sekali-kali kau tidak akan pernah berpaling dariku," lanjut Joel dengan senyuman lebar yang penuh makna.

Menghela napas, Brant berdecak pelan. "Apakah ini tidak aneh? Jujur saja, hal seperti ini tidak ada dalam rencana hidupku dan..."

"Kalau begitu, nikmati saja," sela Joel sambil menyeringai geli. "Apa kau tidak sadar jika sudah mampu menunjukkan emosi di hadapan kami? Kami bisa melihat itu dengan jelas dan cukup salut dengan wanita muda yang berhasil membuatmu seperti ini."

"Kurasa kalian tidak cukup dewasa untuk memberi lelucon seperti itu," balas Brant tanpa ekspresi.

"Untuk orang yang tidak pernah ingin ikut campur urusan orang lain, hal itu sudah memberi pengertian bahwa pengaruh wanita muda itu cukup kuat untukmu," sahut Joel.

"Kau yang menyuruhku untuk membawanya, ingat?"

"Aku hanya menyuruhmu untuk menitipkannya ke panti asuhan atau tempat penampungan setempat, bukan membawanya pulang dan kau besarkan hingga secantik itu, Brant."

Seringaian Joel semakin membuat Brant meradang. "Kau sudah mempermainkanku."

"Oh, tidak. Tentu saja tidak. Pembelaan diri yang sangat konkrit adalah kau yang dingin, memililki jiwa paling besar untuk menampung semua anak-anak itu dan membesarkannya dengan baik. Tidak hanya Irina, masih ada anak-anak yang lain. Hanya saja, Irina paling istimewa, bukan?"

Brant mendengus dan menggelengkan kepala. "Karena aku tidak pernah diinginkan oleh orangtuaku sendiri, dan merasa seperti Irina waktu itu."

Menjadi anak yang tak diinginkan oleh orangtua adalah hal yang tidak akan pernah dilupakan oleh Brant. Ayahnya adalah seorang pemabuk, dan sering memukulnya. Ibunya pun tidak peduli dengan menelantarkan dirinya, seperti dirinya yang selalu kelaparan karena sering tidak diberi makan.

Orangtuanya adalah pasangan yang paling tidak masuk akal karena terpaksa bersama oleh karena Brant sudah berada di dalam kandungan ibunya. Penolakan orangtua terhadap kehadirannya sudah membuat Brant tidak pernah merasakan kasih sayang yang layak seperti anak-anak lainnya.

Masih segar dalam ingatan, bagaimana dirinya sering dipukul dan dihina oleh ayahnya saat masih kecil. Ibunya pun selalu menatapnya dengan ekspresi datar dan tidak ada kasih seorang ibu dalam sorot matanya. Tidak mendapat kasih sayang dari keluarga, membuat Brant menjadi anak yang sangat nakal dan tidak terkendali. Dia pernah mencuri demi sesuap nasi, mengambil kepunyaan orang lain hanya karena penasaran seperti apa rasanya memiliki sebuah barang berharga, dan mengerjai temannya sampai menangis.

Tingkah lakunya yang tak terkendali mendapat predikat sebagai anak bermasalah, hingga tidak ada satu sekolah pun yang mau menerimanya. Di umur yang baru menginjak 13 tahun, Brant sudah diusir dari rumah dan menjadi gelandangan.

Sampai pada satu hari, Brant pulang ke rumah untuk memohon ampun agar bisa diterima kembali oleh orangtuanya, tapi justru mendapati sesuatu yang membuat hidupnya semakin hancur berantakan. Ayahnya yang sedang mabuk terlihat sedang menusuk ibunya dengan pisau. Tubuh ibunya bersimbah darah dan membuat Brant berteriak histeris.

Saat ayahnya melihat Brant, dia segera menghampiri dan hendak membunuh Brant. Sempat meronta dan berusaha menghindar, Brant menangis dan semakin kalut dengan serangan ayahnya yang tidak terkendali. Saat ayahnya tersandung sofa dan terjatuh hingga menjatuhkan pisau yang digenggamnya, saat itulah Brant segera mengambil pisau itu dan menebas leher ayahnya yang kembali menyerang.

Singkat cerita, Brant dipenjara atas tuduhan sudah membunuh orangtuanya sendiri. Dia menjadi tahanan di rumah tahanan khusus remaja, dituntut untuk mengikuti berbagai konseling, terapi, dan rehabilitasi hingga merasa frustrasi. Brant harus mengalami beban hidup yang begitu berat dan sudah merasa tidak sanggup untuk menjalaninya. Dia menjadi pendiam, bersikap dingin, dan menyendiri selama di dalam penjara.

Dia dibebaskan saat berusia 20 tahun, namun tidak ada tujuan. Tidak memiliki keluarga, tidak ada yang mengenalinya, dan tidak tahu apa yang harus dijalaninya. Asing, itulah yang dia rasakan saat mendapatkan kebebasannya. Bunuh diri adalah satu-satunya tujuan yang ingin dilakukan, dan itulah yang membawanya ke dalam pertemuan pertamanya dengan Joel, sosok yang memberikan pengharapan dalam hidupnya.

"Tapi, kau sudah memilih jalan yang benar untuk kebaikan dirimu sendiri, Brant. Aku cukup bangga padamu," ucap Joel yang sukses membuyarkan ingatan Brant.

"Terima kasih," balas Brant sungguh-sungguh.

Joel memberi senyuman miring sambil bersidekap. "Kalau begitu, fokuskan dirimu untuk mengurus wanita kecilmu karena pamannya akan segera menjemputnya, Brant."

Mata Brant melebar kaget. "Apa maksudmu?"

Joel memberikan senyuman yang menyebalkan. Senyuman yang memberi kesan bahwa Joel mengetahui sesuatu, dan itu tidak akan membuatnya senang. Juga, menandakan peringatan bahwa sesuatu yang besar akan terjadi.

"Irina adalah ahli waris untuk Eliza Dorothy Mikail, putri dari Igor Mikail yaitu konglomerat dari Russia. Mereka adalah ibu dan kakek Irina yang sebenarnya," jawab Joel dengan lugas.

"Apa hubungannya dengan pamannya yang akan menjemputnya?" tanya Brant heran.

"Bashkatov Mikail adalah pemegang 40% saham kepemilikan, dan Elena memegang sisa 60% saham kepemilikan itu. Dalam surat warisannya, Irina berhak mendapatkan hak warisnya setelah mencapai usia 21 tahun, atau tepatnya tiga bulan yang akan datang," jawab Joel lagi.

"Setelah sepuluh tahun kejadian dan baru datang menjemput?" desis Brant tidak senang.

"Untuk menyembunyikan Irina dari jangkauan musuh klan Vlasova. Pavel Vlasova, pendiri Galactus memiliki banyak musuh. Kochtantin Vlasova adalah ayah dari Irina yang terkenal dengan tangan dinginnya dalam menghabisi banyak nyawa orang tidak bersalah karena ketamakannya. Alasan itulah yang membuat Bashkatov mengawasi Irina dari kejauhan dan menunggu waktu yang tepat untuk menjemputnya," ujar Joel sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana.

Mata Brant menyipit tajam pada Joel. "Kau sudah mengetahui hal ini dan tidak memberitahuku? Apa jangan-jangan Bashkatov meminta..."

"Yes! Bashkatov meminta bantuan kepada Ashton untuk mencari keberadaan Irina sejak kejadian itu. Pada intinya, dia mengetahui keberadaan Irina dan memastikan posisinya tidak diketahui oleh siapa pun," sela Joel.

Ucapan Joel membuatnya merasakan sesuatu yang paling dibencinya saat ini. Kehilangan. Shit! Jika pamannya yang sebenarnya sudah mengetahui keberadaan Irina, maka hal itu tidak akan dibiarkan. Terlebih lagi, Brant masih belum yakin dengan motif dari orang sialan itu.

"Dan kau membiarkannya begitu saja? Apa kau tidak merasa ada yang tidak beres di sini? Bisa jadi, dia menggunakan Irina untuk mendapatkan warisan itu, kemudian membuatnya celaka," ucap Brant dengan suara mengetat.

"Karena itulah aku menyampaikan hal ini padamu. Sesuatu yang berhubungan dengan uang dan warisan, sudah pasti ada unsur kejahatan di dalamnya. Tapi, kita tidak bisa melakukan apa-apa karena itu adalah urusan keluarga mereka. Sebagai pamannya, Bashkatov berhak mengambil Irina," balas Joel dengan nada rendah.

"Kenapa tidak memberitahuku sejak awal, Sir?" tanya Brant dengan kening berkerut tidak suka.

"Karena jika aku memberitahumu begitu saja, maka responmu tidak akan seperti ini. Kau akan membiarkan orang itu melakukan sesukanya, karena kau pikir Irina adalah keluarganya. Sekali lagi, kau adalah orang yang begitu dingin dan perhatianmu sulit dialihkan. Aku memang sengaja ingin membuatmu berusaha untuk mengenal Irina lebih jauh," jawab Joel dengan wajah tanpa dosanya yang terlihat menjengkelkan.

"What?"

"Aku mengenalmu jauh lebih baik daripada dirimu sendiri, Brant. Seperti aku yang tidak ingin dirimu yang berkhianat padaku, maka aku juga tidak ingin Irina berkhianat padamu. Jadi dengarkan aku baik-baik, Brant. Jujurlah padanya, dan jelaskan semuanya pada Irina," ucap Joel serius.

"Apa kau gila? Kau menyuruhku untuk jujur padanya bahwa aku yang membunuh orangtuanya?" tanya Brant dengan suara berbisik dan mata yang melebar kaget.

Joel menggeleng dengan cepat. "Kau hanya membunuh pamannya, dan ayahnya dibunuh oleh orang-orang kita. Secara spesifik, kau tidak membunuh orangtuanya. Lagi pula, seperti yang kau ketahui, bahwa ibunya sudah mati lebih dulu di mansion itu tanpa diketahui sebabnya."

"Tapi..."

"Waktumu hanya tinggal dua hari, Brant. Pihak Bashkatov sudah mengetahui posisi Irina yang sudah tidak ada di Bali, dan kau sudah menjadi incarannya saat ini," sela Joel tajam.

"Apa?"

Joel memberikan seringaian liciknya sambil menatap Brant penuh makna. "Aku yakin kau memiliki cara yang hebat untuk menjelaskan pada Irina. Jika dilihat dari ekspresi kalian, kurasa ada sesuatu yang sudah terjadi."

"Jangan mengejekku," ucap Brant dengan suara bergumam.

Joel tersenyum. "Tentu saja tidak. Aku ikut senang, terlebih lagi dengan Petra. Jadi, selamat datang di klub pecinta bibit unggul, dan kuharap kau terbiasa dengan sikap yang tidak mudah ditebak dari para wanita muda yang begitu cerdik dalam membuat kita menggila."

"Really? Dalam hal seperti ini kau masih bisa memberikan pesan konyol itu?" decak Brant sambil menggeram pelan.

"Santai saja, Brant. Jangan terlalu serius," ujar Joel sambil menepuk bahunya. "Pada intinya, jujurlah padanya secepatnya. Aku yakin wanita muda itu bisa membedakan mana yang benar-benar tulus dan tidak. Jangan meremehkan posisi Bashkatov, meski dia bukanlah pendiri organisasi gelap atau kepala mafia. Dia hanya orang biasa yang tidak luput dari kejahatan. Sebaik-baiknya manusia, tetap ada sisi gelapnya."

Setelah mengatakan hal itu, Joel berlalu pergi untuk kembali pada acara ulang tahun yang masih belum selesai. Brant masih terdiam selama beberapa saat untuk mencerna semua ucapan Joel, lalu mengalihkan tatapan untuk melihat Irina yang terlihat serius mendengarkan apapun yang diucapkan Alejandro di sana.

Tanpa ingin membuang waktu, Brant segera berjalan menghampiri Irina dan menariknya menjauh dari Alejandro, yang kini menatapnya dengan ekspresi bertanya.

"U-Uncle," pekik Irina kaget.

"Ada apa, Brant?" tanya Alejandro santai.

"Aku akan membawanya," jawab Brant tanpa basa basi.

"Acaranya belum selesai dan aku sudah berjanji untuk membawa Irina pergi memancing di danau setelah berkuda," balas Alejandro yang terlihat mengabaikan ekspresi tidak senang dari Brant.

Brant menoleh pada Irina yang masih menatapnya bingung. "Apa kau ingin ikut dengannya?"

Irina mengerjap ragu, melirik singkat pada Alejandro, dan kembali menatap Brant dengan penuh penilaian. Jika Irina memilih untuk tetap pergi dengan Alejandro, maka tidak ada cara selain tetap menariknya untuk keluar dari situ.

Seperti bisa membaca pikiran Brant yang nantinya bisa mempermalukan dirinya sendiri, Irina menghela napas dan menoleh pada Alejandro dengan ekspresi bersalah. "Maaf, Ale, kurasa aku tidak ikut memancing. Aku sudah cukup lelah."

Alejandro mengembangkan senyuman dan mengangguk. "Tidak apa-apa, Cantik. Mungkin di lain kesempatan, aku akan membawamu ke sana. Jangan sungkan untuk menagih janjiku, aku akan dengan senang hati menemanimu ke sana."

Ucapan Alejandro sukses membuat Brant mendengus sambil menatap tajam Alejandro yang tampak terkekeh geli sekarang. Tidak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan, Irina memeluk lengan Brant dan mengusapnya lembut.

"Aku akan ikut denganmu, Uncle," ucap Irina dengan hati-hati.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Brant segera menarik Irina keluar dari sana. Sudah ada tatapan ingin tahu dari para petinggi dan teman-temannya saat mereka melewati kerumunan, dan Brant mengabaikan mereka dengan terus berjalan tanpa permisi.

"U-Uncle, kemana kau akan membawaku?" tanya Irina yang terlihat kewalahan dalam menyamakan langkah besar Brant.

"Ikut saja denganku," jawab Brant tanpa menghentikan langkah.

"Tapi aku belum pamit dengan Kak Alena dan Uncle Joel!" balas Irina cepat.

"Aku sudah mewakilimu untuk berpamitan dengan mereka," sahut Brant ketus. "Intinya, kau ikut denganku dan tidak usah banyak tanya."

"Untuk apa aku ikut denganmu, jika kebersamaan kita adalah sebuah kesalahan untukmu?" tanya Irina yang sukses membuat langkah Brant berhenti.

"Irina..."

"Aku tidak ingin membuatmu merasa bersalah hanya karena kehadiranku, Uncle. Aku juga tidak ingin menjadi beban," ucap Irina dengan suara gemetar.

Seharusnya, Irina tersinggung dan marah padanya. Tapi sebaliknya, wanita itu justru merasa bersalah dan tidak ingin menjadi beban. Tidak menyukai kesedihan yang terpatri di wajah cantik itu, Brant segera menarik Irina ke dalam pelukan yang sangat erat.

"Maafkan aku karena sudah menyakitimu dengan perkataanku, Irina. Aku merasa terganggu dengan keadaan seperti tadi dan... melampiaskannya padamu. Kebersamaan ini adalah anugerah untukku, bukan kesalahan. Aku menikmati semua momen saat bersamamu," ucap Brant lembut.

Irina menarik diri untuk bisa menatap Brant dengan lekat. "B-Benarkah, Uncle?"

Brant mengangguk. "Tapi, kau harus berjanji padaku."

"Apa?"

"Hanya aku yang bisa kau percayai, dan tidak dengan yang lain," jawab Brant sambil membelai pipi Irina dengan lembut.

Sepasang mata hijau Irina berkilat senang, dan dia tersenyum lega. "Mungkin akan terdengar kurang ajar, tapi kurasa kau sudah terlalu tua untuk mengingat apa yang pernah kukatakan padamu, Uncle. Aku akan selalu bersamamu, menjagamu, menolongmu, dan mempercayaimu sampai napas terakhirku."

Brant tersenyum sambil membelai kepala Irina. "Hanya untuk memastikan jawabanmu masih sama seperti sebelumnya."

"Aku bahkan tidak bisa membencimu, dan akan terus mengganggumu hingga kau merasa kesepian jika aku tidak ada," balas Irina sambil tertawa pelan dan mengikuti Brant yang kembali melangkah.

"Jadi, cita-citamu adalah menemani pria tua yang kesepian?" tanya Brant geli.

"Tidak seperti itu. Harapanku adalah membuat pria yang jarang tersenyum sepertimu bahagia, dan mengisi kekosongan hatimu dengan sukacita. Cita-citaku adalah menjadi sosok penting bagimu, sepenting dirimu dalam hidupku," jawab Irina tegas.

Brant tidak dapat menahan senyuman lebar karena merasa senang dengan ucapan Irina yang terdengar begitu menyenangkan. Untuk pertama kalinya, sesuatu sentimentil seperti itu membuat degup jantungnya berdetak dua kali lebih kencang.

Sialnya, dia tidak menyangka jika kenyataan menyelipkan sesuatu yang baru dalam rencana hidupnya, yaitu tergoda dengan wanita muda yang tadinya adalah anak asuhnya sendiri.


Republished: 14.11.2020 (17.32 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top