Chapter. 6
Jared mendorong troli, mengikuti kemana pun Marion berjalan untuk mengelilingi swalayan, dan memenuhi troli dengan berbagai keperluan rumah. Sungguh, Jared hanya bisa menghela napas, dan tidak ingin berkata apa pun, selain melakukan apa yang diinginkan ibunya.
Estelle tampak membantu mengambilkan barang yang diperintah Marion untuk mengambil, tampak sedikit kewalahan, tapi fokus pada apa yang disampaikan Marion padanya.
“Ambil beberapa boks sereal di sana, dan aku akan mengambil susu di rak pendingin,” ucap Marion sambil menunjuk ke rak sereal yang berada di atas, lalu berjalan menjauh ke arah rak pendingin di ujung koridor.
Estelle berjinjit, berusaha menggapai boks sereal dengan susah payah, dan Jared hanya memperhatikannya dari belakang. Sambil menaruh dua siku di pegangan troli, lalu menopang dagu untuk melihat lebih lama, Jared menikmati pemandangan berupa bokong bulat yang terjeplak sempurna di celana jeans-nya.
Tidak menyangka jika wanita itu akan tampak menawan dalam balutan jeans, dan Jared perlu berterima kasih pada Marion yang begitu cekatan dalam menyiapkan keperluan wanita itu, termasuk soal pakaian.
Estelle mengeluh karena tidak mampu mengambil satu boks pun, dan di situ Jared segera bertindak untuk membantunya. Tanpa perlu bersusah payah, dengan tinggi badan 195 cm, Jared mengambil tiga box sereal dan menaruhnya ke dalam troli.
“Terima kasih,” ucap Estelle dalam gumaman pelan.
Jared hanya mengangguk dan kembali mendorong troli, tapi tidak lama kemudian, lengan bajunya seperti ditarik, dan itu dari Estelle. Dia spontan menoleh dan menatap Estelle yang kini sudah menatapnya.
“Ada apa?” tanya Jared datar.
“Apakah aku bisa meminta ponselku kembali?” tanya Estelle balik.
“Untuk apa kau membutuhkan ponsel?”
“Aku bukan tahanan, dan aku perlu melakukan komunikasi.”
“Memangnya siapa yang kau ingin hubungi?”
“Darren.”
“Untuk?”
“Aku ingin memintanya mengirimkan jemputan untukku malam ini.”
Jared mengerjap tidak mengerti, dan menatap Estelle dengan seksama. “Apa maksudmu? Jemputan apa?”
“Aku ingin pulang,” jawab Estelle tanpa ragu. “Aku tidak bisa tinggal di rumahmu. Selain karena kau membenciku, aku tidak ingin kau harus terus menyebalkan karena cutimu dikorbankan.”
“Ada apa dengan tiba-tiba mencemaskan cutiku?” cetus Jared dengan alis terangkat setengah.
“Karena aku merasa bahwa tidak baik aku tetap di sini, dan tidak diperkenakan untuk menetap di rumahmu. Aku merasa seperti ancaman di matamu, dan aku tidak ingin membuatnya seperti itu.”
“Jadi, kau memang benar ingin memberi ancaman?”
“Tidak. Tapi sikapmu menunjukkan demikian. Jadi, bisakah kau mengembalikan ponselku? Atau setidaknya, aku meminjam ponselmu untuk menelepon Darren.”
Jared masih menatap Estelle selama beberapa saat, menyaksikan keseriusan dari wajah mempesona itu, dan tampak jenuh di sana. Seperti sudah tidak sabar untuk segera menyingkir, dan sama sekali tidak ingin membuang waktu lebih lama.
“Jared, Estelle,” panggil Marion tiba-tiba, membuat keduanya memutuskan tatapan, dan beralih pada ibunya yang sudah kembali dengan membawa tiga karton susu.
“Ada apa, Mom?” tanya Jared dengan alis berkerut.
“Ayahmu memintaku untuk makan siang dengannya,” jawab Marion sumringah.
Jared langsung menggeleng dengan keras. “Maaf, aku tidak berminat untuk...,”
“Tentu saja kau tidak diundang, jangan terlalu percaya diri,” sela Marion kalem, dan Estelle langsung tertawa pelan mendengar selaan Marion.
Jared hanya melirik singkat ke arah Estelle yang tampak geli, sementara Marion terkekeh senang.
“Lalu?” tanya Jared.
“Sebentar lagi, Pablo akan menjemput, dan kuharap kau tidak keberatan untuk melanjutkan kegiatan belanja, sesuai dengan daftar yang sudah kutulis di kertas ini,” jawab Marion sambil menyerahkan selembar kertas pada Jared, lalu menatap Estelle dengan hangat. “Apa kau ingin ikut dengan kami?”
Estelle seperti hendak menyetujui, jika dilihat dari sorot mata penuh minatnya, tapi Jared buru-buru mengambil alih jawaban.
“Tidak. Estelle denganku, karena aku tidak bisa membawa semua belanjaan ini sendirian,” jawab Jared dengan tegas.
Dia menyeringai licik ketika Estelle berdecak pelan, dan menatapnya kesal, sementara Marion semakin tampak sumringah.
“Ah, baiklah. Aku sangat senang memiliki anak yang pengertian seperti kalian. Mudah-mudahan, kalian tidak keberatan jika aku pergi dengan Jarvis. Kami masih saling merindukan karena kesibukan yang tidak ada habisnya,” ujar Marion riang.
Jared hanya bisa memutar bola mata, dan mendekat pada Marion untuk memberi ciuman di pipinya. “Hati-hati, Mom. Kuharap makan siangmu menyenangkan, meski aku heran kenapa Dad begitu romantis kali ini. Tidak seperti biasanya, termasuk dirimu yang begitu antusias dalam menjadi seperti itu.”
Marion terkekeh sambil menarik diri, lalu menoleh pada Estelle yang masih berdiri di sisi troli. “Estelle, maaf merepotkan untuk membawa belanjaan ini. Apa kau keberatan jika kau melanjutkan sisa kegiatan belanja ini?”
Estelle menggeleng pelan sambil tersenyum. “Aku akan menemani Jared. Kau bisa pergi, Mom.”
Jared hanya tersenyum sinis mendengar balasan yang terdengar tulus tapi tidak dalam hati itu. Estelle tampak tidak begitu menyukai sisa kegiatan belanja yang dilanjutkan mereka berdua, sepeninggal Marion dari situ. Seperti menghindari kontak mata, berdiri menjauh, dan berusaha mencari barang yang tertulis di kertas itu.
Ketika Estelle tampak berhenti di rak pembersih, di situ dia mengambil sekotak deterjen, dan membacanya dengan fokus di situ, hingga alisnya berkerut. Hal itu menarik perhatian Jared, dan menatapnya dengan tatapan menilai.
Memakai atasan model bertali, yang menampilkan kulit cerahnya secara terang-terangan. Kembali Jared bersyukur karena ibunya sangat pintar dalam menyiapkan pakaian untuk dikenakan Estelle. Lekuk tubuhnya tampak sempurna dengan celana jeans sebagai bawahan. Pemandangan yang indah dan segar di mata.
Tidak tahan dengan godaan itu, Jared mendekati dan berdiri tepat di belakang Estelle, lalu membungkuk dan menaruh dagu di bahunya, yang spontan membuat Estelle memekik kaget dan menoleh dengan waspada. Hendak menjauh, tapi Jared sudah mendekapnya untuk tidak beranjak sejengkal pun.
“Apa yang kau baca sampai seserius itu? Fyi, itu adalah bubuk deterjen,” tanya Jared sambil menyeringai penuh arti.
Sorot mata biru Estelle tampak menghunus tajam, disertai ekspresi menegur. “Lepaskan aku. Jangan memper...,”
Ucapan Estelle tertelan begitu saja ketika Jared langsung mencium bibirnya tanpa permisi. Ciuman singkat, tapi cukup mendalam, semuanya karena Jared tidak ingin mendengar ungkapan protes yang tidak diperlukan.
“Aku menyukai penampilanmu hari ini. Akhirnya, kau bisa berpakaian dengan normal, diluar dari gaun-gaun mewahmu, Yang Mulia,” ucap Jared sambil terkekeh.
“Perlukah menciumku terus menerus? Aku adalah...,”
“Kau bukan adikku, Estelle. Tidak ada hukum yang melarang untuk mencium wanita cantik yang senang kubully,” sela Jared santai.
Estelle mendesis sambil melepas dua tangan Jared yang melingkar di pinggangnya. “Jaga sikapmu, aku tidak suka kebiasaanmu yang sembarangan. Meski tidak sedarah, tapi orang tuamu sudah mengangkatku sebagai putrinya. Juga, kau harus menaruh hormat padaku, karena aku bukan wanita sembarangan.”
Jared mengangkat satu alisnya. “Lalu, apa kau merasa sudah menjadi ratu dan kedudukanmu begitu tinggi?”
Estelle hanya menggeleng dan menaruh satu kotak deterjen itu, lalu menatap padanya dengan tatapan dingin. “Aku adalah wanita yang selalu terjebak dalam situasi yang salah, dan terus dipojokkan dengan tuduhan yang tidak beralasan.”
Setelah mengatakan hal itu, Estelle berlalu sambil mendoring troli untuk menuju ke kasir. Jared cukup tercengang hingga tidak memiliki satu kata pun untuk membalas, selain terdiam dan melakukan pembayaran. Keduanya terdiam dan tidak melakukan pembicaraan selama perjalanan kembali.
“Apa kau lapar?” tanya Jared kemudian.
“Kau baru menanyakan hal itu sekarang?” balas Estelle sambil melirik sinis padanya.
“Hey, kenapa kau menjadi sengit seperti itu? Aku hanya bertanya, karena sedaritadi kau diam saja,” cetus Jared santai.
“Ya, aku lapar. Sangat lapar,” ucap Estelle akhirnya, sambil menaruh dua tangan di atas perut ratanya.
Jared spontan melayangkan satu tangan di atas tangan Estelle, dan meremasnya pelan. “Maaf jika harus membuatmu terus merasa kelaparan selama bersama denganku, Yang Mulia.”
“Jangan memanggilku seperti itu,” balas Estelle sambil menjauhkan tangan Jared darinya.
“Lalu apa? Sayang?”
“Cukup namaku saja. Tidak perlu embel-embel yang lain.”
Jared menyeringai sinis, lalu melajukan kemudi menuju ke pusat kota. Berpikir untuk mengambil waktu dengan menikmati makan siang bersama Estelle.
“Aku akan mengajakmu ke Times Square,” ujar Jared kemudian.
“Tempat apa itu?” tanya Estelle langsung.
“Tempat dimana kau bisa melihat dunia,” jawab Jared sambil menoleh padanya, lalu tersenyum tipis. “Aku yakin kau akan menyukainya.”
“Apakah aku bisa mendapatkan makanan di sana?” tanya Estelle lagi, kali ini dengan nada antusias.
“Tentu saja, kau akan mendapatkan berbagai cita rasa makanan yang jarang kau temui. Kebetulan, aku memiliki teman yang membuka restoran.”
Akhirnya, senyuman lebar ditampilkan Estelle, setelah seharian menjadi wanita yang tidak menyenangkan dengan menjaga jarak dengannya. Jared mengetik pesan singkat untuk teman baik yang sudah dikenalnya sejak kecil, Arthur, bahwa dia akan memberi kunjungan padanya.
Sisa perjalanan dihabiskan dengan obrolan singkat tentang pertanyaan Estelle mengenai pusat kota yang begitu ramai. Ekspresi takjub terlihat di wajahnya ketika sudah tiba di Times Square, lalu mengerjap kagum melihat gedung-gedung tinggi yang mengelilingi, layar raksasa yang menampilkan iklan, juga lautan manusia yang berlalu lalang.
“Banyaknya orang yang berkumpul di sini, tidak sebanding dengan jumlah rakyat di Almauric,” gumam Estelle pelan, setelah mereka keluar dari mobil dan berdiri bersisian.
Jared hanya tertawa pelan, dan mulai menggenggam tangan Estelle dengan erat. “Di sini cukup ramai, aku tidak ingin kau tersesat, jadi perlu sekali untuk kugenggam seperti ini.”
Estelle mengangguk sambil mendekatkan diri untuk memeluk lengan Jared. “Sekali pun kau tidak ingin menggengamku, maka aku yang akan memaksa. Aku tidak nyaman dengan kerumunan orang banyak seperti ini.”
Jared terdiam dan baru teringat bahwa wanita itu baru saja terlepas dari rasa depresi dan trauma yang dialami. Juga karena dia tidak menyukai keramaian, dan kebisingan. Meski demikian, Estelle tetap melihat-lihat sekeliling sambil memeluk lengan Jared, dan bergandengan tangan dengannya.
Dia menyukai kedekatan yang seperti ini, tidak ada pertengkaran atau adu mulut, hanya diam tapi berdekatan dalam genggaman dan pelukan yang erat seolah takut kehilangan. Pemikiran Jared tentang Estelle sedikit berubah, karena wanita itu begitu polos dan terkesan waspada dengan dunia baru yang dilihatnya.
Sebuah restoran yang menyajikan burger keju terenak yang pernah dinikmati Jared, di situ mereka singgah untuk mendapatkan makan siangnya. Saat mereka masuk, tampak Arthur sudah menyambut dengan seringaian lebarnya.
“What’s up, Man!” seru Arthur sambil berjalan menghampiri, dimana Jared langsung melepas genggaman dan melakukan hal yang sama.
Menemui kawan lama di masa cuti merupakan sebuah keharusan bagi Jared. Selain Petra, Arthur adalah teman terbaik yang menjadi saksi kenakalannya di masa muda, juga orang paling sialan yang tahu bagaimana membuat dirinya berang dan senang di saat yang bersamaan.
“Bagaimana kabarmu?” tanya Jared sambil memeluk Arthur.
“Sangat baik,” jawab Arthur riang, lalu melepas pelukan, dan melirik pada Estelle dengan penuh minat. “Tumben sekali yang kau bawa bukan Patricia. Apakah ini wanita lain?”
Jared tertawa saja, sementara dirinya enggan untuk menoleh melihat respon dari Estelle yang sudah pasti tidak senang. “Patricia sudah menikah, Man.”
“Menikah?” seru Arthur kaget. “Kapan? Siapa bajingan sialan yang berhasil menikahinya, sementara kau ditinggal begitu saja?”
Jared meringis pelan, lalu menoleh ke belakang untuk melihat Estelle. “Patricia menikah dengan kakak sepupunya. Perkenalkan, namanya Estelle.”
“Estelle? Nama yang sudah sangat jarang kutemui,” sahut Arthur sambil mendekat pada Estelle yang terlihat waspada. “Hello, namaku Arthur. Senang berkenalan denganmu. Kau sangat cantik dan tampak seperti putri dongeng saja.”
Jared terkekeh sambil menyilangkan tangan ketika melihat Arthur memeluk Estelle, dan wanita itu langsung panik sambil meliriknya dengan sorot mata cemas.
“L-Lepaskan aku,” ucap Estelle sambil mendorong Arthur menjauh, dan segera bersembunyi di balik tubuh Jared.
“Dia hanya memberi salam,” tukas Jared kemudian, sambil melihat Arthur yang tampak kebingungan.
Estelle menggeleng dengan cepat. “Cara memberi salam yang benar adalah membungkuk, atau menekuk satu lutut saat berhadapan denganku. Bukan dengan pelukan seperti tadi.”
“Okay, aku seperti merasa berada di kerajaan, dan bukan di restoranku,” putus Arthur jengah. “Silakan duduk di mana pun kau kehendaki, dan pesan apa pun juga. Aku yang traktir.”
Jared kembali tertawa sambil membawa Estelle untuk duduk di dekat jendela. Menyuruh wanita itu duduk di sana, Jared kembali pada Arthur yang menatapnya heran.
“Siapa wanita itu sebenarnya? Cantik tapi aneh. Maaf jika aku salah bicara, tapi kurasa, dia bukan tipemu. Memang dia memiliki kesan seksi dari tubuh dan rambut pirangnya, tapi selebihnya, sangat bukan tipemu sekali,” komentar Arthur kemudian.
“Memang begitu,” balas Jared santai.
Alis Arthur berkerut. “Lalu, apa yang kau lakukan sampai bisa bersamanya? Apakah kau ingin membalas kakak sepupunya yang sudah merebut wanita incaranmu?”
“Tentu saja tidak. Ceritanya cukup panjang. Intinya, ayahnya adalah kawan lama ayahku, dan sudah meninggal. Lalu ayahku mengangkatnya menjadi putri, dan kasarnya adalah dia sedang berperan menjadi adikku.”
Arthur membulatkan mata, lalu terkekeh pelan. “Adik katamu? Dari gestur tubuhmu saja, aku sudah yakin kau sudah menariknya ke atas ranjang.”
“Kau sangat mengenalku,” balas Jared sambil mengarahkan kepalan ke arah Arthur untuk melakukan tos ringan. “Aku akan mengobrol denganmu nanti, tapi biarkan aku kembali ke sana, agar restoranmu tidak mendapat masalah dengan keluhan seperti amukan wanita yang sedang kelaparan.”
“Pantas saja dia tidak senang, ternyata kau gagal menjadi pria sejati dan membiarkan wanita cantik itu kelaparan,” komentar Arthur pelan.
“Berikan kami menu yang biasa kupesan, Mate.”
“Segera.”
Jared mengakhiri perbincangannya dengan Arthur, dan kembali pada Estelle yang masih duduk, sambil menatap ke arah jendela. Masih dengan tatapan yang mempelajari sekelilingnya dengan sorot mata ingin tahu dan penuh minat di sana.
“Lihat apa yang kau suka?” tanya Jared sambil duduk di sebrangnya.
Estelle menoleh dan membuat Jared terpesona dengan kecantikan yang jauh lebih indah jika tersorot sinar matahari dari jendela itu. Apakah gen seorang ratu memang secantik itu? Jared pikir jika itu hanya mitos saja.
“Di sini sangat ramai,” jawabnya kemudian.
“Memang. Daerah ini kerap kali dikunjungi para turis, juga sebagai tempat untuk merayakan sesuatu dalam hal apa pun. Jika kau ingin berbelanja, di sini tempatnya.”
“Tidak, terima kasih. Melihat orang yang berlalu lalang, kepalaku terasa pening,” tolak Estelle tanpa ragu.
“Pantas saja kau tadi memelukku dengan erat, seolah aku akan pergi saja,” ejek Jared.
Estelle mengerjap dalam diam, dan mengangguk setuju. “Aku takut kau akan meninggalkanku. Aku tidak pernah berada sejauh ini dari negeriku, dan merasa aneh dengan keramaian yang terjadi saat ini. Kurasa, aku merindukan Almauric.”
“Apakah kau benar-benar ingin kembali ke sana?” tanya Jared dengan alis terangkat.
“Ya.”
“Kenapa begitu? Apa kau ingin melakukan perebutan suami orang, lalu perebutan tahta, atau semacamnya?”
Pertanyaan Jared tentu saja memancing Estelle untuk terkesiap, lalu memasang ekspresi geram. “Apa kau berpikir jika aku akan menyakiti Patricia dengan merebut kakak sepupuku darinya?”
“Bisa saja seperti itu, bukan?” balas Jared tanpa beban.
“Ada apa dengan dirimu dan Patricia? Kenapa kau sangat melindunginya? Seperti dia adalah orang yang spesial dan begitu berharga di matamu.”
“Memang begitu. Patricia adalah wanita yang kucintai.”
Tertegun, juga kaget, itulah yang terlihat dari wajah Estelle saat ini. Meski demikian, Jared tidak peduli. Apa yang disampaikannya itu benar, dia memang sudah mencintai Patricia yang tidak pernah membalas cintanya. Pernah berusaha untuk menjalin hubungan, tapi wanita itu tetap saja tidak pernah memberi ruang dalam hatinya untuk Jared.
“Pantas saja kau terus berusaha menyakitiku. Apakah kau ingin membalas dendam dengan memusuhiku dan terus menuduhku, hanya karena kau pikir aku adalah saingannya?” tanya Estelle kemudian.
“Aku bukan anak remaja yang labil dan pendendam. Percayalah, aku bahkan sudah melupakan apa yang pernah terjadi di antara kami. Dia sudah bahagia, dan kurasa itu cukup bagiku,” jawab Jared lantang.
Tidak ada pertanyaan atau balasan dari Estelle lagi, karena dia terdiam saja. Entah kenapa aksi diam yang sering dilakukan, selalu membuat Jared tidak senang. Ada yang disembunyikan, dan dia kesal karena tidak bisa membaca pikiran.
Tak lama, makan siang mereka pun tiba. Dua porsi burger dengan kentang goreng yang melimpah, dan dua gelas minuman ringan. Jared sudah mulai mengambil satu buah burger dan membuka pembungkusnya, sedangkan Estelle terlihat kebingungan.
“Kenapa kau tidak makan?” tanya Jared heran, lalu menggigit burgernya dengan lahap.
“Dimana peralatan makannya? Bagaimana mungkin aku bisa makan tanpa pisau dan garpu?”
Jared menghentikan aksi makannya dengan menatap Estelle sambil tercengang. Untuk menikmati makanan sesederhana seperti itu saja, kenapa harus dipersulit? Batin Jared heran.
“Kau tidak membutuhkan pisau dan garpu untuk makan burger sialan ini,” ucap Jared sinis, lalu menaruh burgernya, dan berpindah duduk di samping Estelle.
“K-Kau mau apa?” tanya Estelle panik.
Jared membuka burger milik Estelle, melipat kertas pembungkus hingga menampilkan setengah burger agar mudah dinikmati, lalu mengambil tangan Estelle untuk menggenggam burger dengan dua tangan.
“Lihat aku,” ujar Jared sambil meraih kembali burgernya. “Arahkan burger ke mulut, lalu gigit semampumu. Begitulah kau menikmati makanan ini.”
Estelle mengerutkan alis dan menatap Jared cemas. “Bibirku akan berantakan, dan aku tidak suka jika tanganku kotor nantinya.”
“Jika ada cairan bumbu dan sayuran mengalir ke tanganmu, dan membuatnya kotor, itu berarti kau sudah mendapatkan burger ternikmat di muka bumi ini,” tukas Jared langsung, lalu menggigit burgernya dengan lahap.
Terlihat ragu, tapi akhirnya berubah pikiran, Estelle mencoba untuk menggigit burgernya dengan pelan. Dia memekik pelan ketika mayo dari burger mengenai sudut bibir, dan buru-buru mengusap dengan tissue, sambil mengunyah.
Selanjutnya, meski cukup berisik dengan keluhan seperti mayo yang tertinggal, saus yang menetes, dan tangan yang kotor, tapi Estelle menekuni burger-nya dengan lahap.
Jared hanya terkekeh geli melihat wanita itu, sampai menghentikan aksi makannya hanya untuk melihat Estelle menghabiskan burger-nya dengan susah payah, dan tissue kotor yang menumpuk di meja. Umumnya, Jared tidak menyukai wanita yang suka mengeluh, dan lebih cenderung menyukai wanita yang mandiri. Tapi sekarang, sepertinya tidak lagi.
Ada kesan tersendiri dari seorang Estelle baginya, bahwa wanita yang minim kemampuan, belum tentu lemah. Juga yang minim pengetahuan, belum tentu terus diam. Seperti Estelle yang sedang berusaha untuk memiliki kemampuan yang umumnya dilakukan banyak orang, walau sederhana, namun tetap dicoba dengan susah payah.
Salah satunya adalah sekarang, dimana Estelle yang hampir menangis ketika saus burger menetes ke pangkuan, dan celana jeans yang dikenakannya menjadi kotor. Tidak ada cara lain yang dapat dilakukan Jared, selain tertawa keras melihatnya.
■■■■■
Tuesday, Jan 28th, 2020
21.06 PM
Actually, karakter lucu dan manja dari Estelle, adalah tipe kesukaan Babang.
Gimana ya? Enak aja buat dikerjain.
Ada yang bisa diketawain haqhaqhaq 🤣
Apalagi kalo lagi cemberut, bisa dibuntel-buntelin tuh bibir lol
Siapa yang suka dikerjain sama pacar?
Mau dong ikutan haqhaqhaq 🍌🍌🍌
She_Liu got sick. And her son too.
Doi titip salam ngga bisa update.
Makanya, mending urusin aq, pasti disayang balik. Sukurin, jangan? Haqhaqhaq
Canda. GWS, Beibehhhhhhh 🍌🍌🍌🍌🍌
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top