Chapter. 4

2722 words, njir!
Pantes aja jari aing lemes 🍌

■■■■■

"Aku perjelas untuk yang kesekian kalinya, Jared. Jaga sikapmu! Terlepas dari Estelle yang pernah melakukan kesalahan, tapi masih ada kesempatan untuknya berubah," cetus Jarvis dengan tegas.

Jared menarik napas kasar, sambil menatap ayahnya dengan masam. "Haruskah diulang seperti itu? Aku lelah, Dad."

"Jika kau sudah mengerti dari pertama kali kuucapkan, maka lakukan dengan benar! Jangan terus bersikap sinis dan berbicara tidak sopan padanya," balas Jarvis dingin.

"Sudahlah, Jarvis. Dia masih lelah dan biarkan dia mendapatkan istirahatnya," ujar Marion, ibunya, berusaha menenangkan Jarvis.

Jarvis terlihat melunak, sambil menatap Marion dengan penuh arti. "Maaf, aku belum bertanya tentang keadaanmu. Apa kau baik-baik saja?"

"Tentu saja, aku baik-baik saja. Sebagai ibu rumah tangga, permasalahan yang terjadi hanya didapati dari hubungan ayah dan anak yang sering berdebat, karena jarang bertemu. Kita adalah keluarga, dan sudah ada anggota baru. Aku inginkan ketenangan dan kedamaian, apa kalian bisa lakukan itu untukku?" balas Marion hangat, sambil memeluk Jarvis, dan tersenyum pada Jared.

"Tenang saja, Mom. Aku bisa memberi apa pun yang kau inginkan, selama Dad tidak terus mengoceh padaku," sahut Jared enteng, lalu menyeringai licik ketika Jarvis semakin tidak senang.

"Sudahlah, Jarvis. Biarkan saja," ucap Marion cepat, menahan ucapan Jarvis yang hendak dikeluarkan pada Jared. "Kau bilang ingin mengajakku pergi makan malam di restoran favorit kita."

"Benar sekali, pergilah. Nikmati kebersamaan kalian karena sudah terlalu lama berpisah. Sebagai anak yang baik, aku tidak ingin menunda luapan kerinduan itu. Sungguh," ujar Jared lagi.

Jarvis hanya mendengus pelan, tanpa mengalihkan tatapan tajamnya. "Jangan membuat ulah selagi kami tidak ada, Jared."

"Aku akan menjadi anak baik, Dad. Percayalah," balas Jared mantap.

"Ketika kau mengatakan hal seperti itu, maka aku perlu waspada," ucap Jarvis dengan penuh penekanan.

"See? Dad yang memulai lebih dulu, Mom," decak Jared pada Marion, sambil menunjuk Jarvis, layaknya anak kecil yang membutuhkan dukungan.

Marion hanya tertawa dan melepas pelukan dari Jarvis, lalu menghampiri Jared untuk memberi ciuman di pipi. "Kami akan pergi sebentar, dan kau harus bersikap baik, okay? Periksa keadaan Estelle sebelum kau masuk ke dalam kamarmu. Aku membuat chicken pie dan ada di kulkas, jika kalian lapar. Tinggal dipanaskan di microwave."

Jared hanya mengangguk dan membiarkan orang tuanya melakukan apa pun yang ingin dilakukannya. Berjalan menyusuri rumah keluarga yang sudah dihuni sejak lahir, Jared cukup merindukan setiap sudut rumahnya. Setiap kali pulang ke rumah, Jared terbiasa untuk berjalan mengelilingi rumah, juga pekarangan, dan backyard.

Saat dia kembali, orang tuanya sudah berangkat. Keseharian sebagai anak tunggal, membuatnya sudah terbiasa dengan kesendirian. Berbeda dengan Petra atau Joel, yang mengeluh tentang betapa berisiknya suasana rumah, jika dalam masa liburan atau cuti. Bagi Jared? Tidak ada yang berbeda di rumah, selain suasana hening dan sunyi yang terjadi sekarang.

Matanya mendelik tajam, ketika merasa adanya pergerakan dari arah tangga. Terbiasa dengan selalu waspada dalam setiap keadaan, Jared segera melangkah pelan untuk mencari tahu. Damn! Tampak Estelle mengerjap cemas, sambil menautkan kedua tangannya di dada, dan menatap Jared dengan bingung.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Jared tanpa basa basi.

Sorot matanya menyapu penampilan Estelle yang sudah membersihkan diri. Memakai gaun tidur, dengan berbalut jubah tidur panjang berbahan satin. Cantik, pikirnya langsung. Meski Estelle sudah menutup rapat gaun tidur dengan jubahnya, tetap saja Jared bisa menatap lekuk tubuhnya yang indah.

"Aku mencari Mom," jawab Estelle kemudian.

Menyeringai sinis, Jared merasa geli dengan panggilan Estelle pada ibunya. Belum-belum, dia sudah merasa sebagai anak di sini, batin Jared sinis.

"Untuk apa kau mencarinya?" tanya Jared lagi, sambil mengangkat satu alisnya.

"Aku... lapar," jawab Estelle ragu, dan mengerjap tidak nyaman sambil membalas tatapan Jared.

"Oh, Yang Mulia sudah lapar, dan mencari ibuku untuk memberinya makan? Asal kau tahu saja, ibuku bukanlah pelayan di rumah ini!" ucap Jared tanpa berpikir. Dalam hatinya, dia sudah merutuk diri karena melontarkan kalimat yang tidak seharusnya dikeluarkan.

Sorot mata sedih itu kembali ditampilkan, terkesan ingin protes, tapi tidak berminat untuk membela diri. Estelle hanya menghela napas, lalu berbalik tanpa berkata apa-apa, dan hendak menaiki tangga.

"Tunggu! Kau mau kemana?" seru Jared langsung.

"Kamar," jawab Estelle sambil menaiki tangga, dan tanpa menoleh ke arahnya.

Jared segera berjalan cepat untuk menyusulnya, dan menahan langkah Estelle dengan mencengkeram lengan kurusnya. Wanita itu memekik kaget, ketika Jared membalikkan tubuhnya, dan menubruk tubuh besarnya.

"Aku belum selesai bicara denganmu," ucap Jared dengan suara yang begitu dalam.

Membawa tubuh Estelle ke dalam dekapannya, memberikan sensasi hangat yang menjalar begitu saja ke sekujur tubuhnya. Jared menyukai aroma rambut Estelle, juga betapa lembut tubuh itu. Semua terasa pas, seolah tubuh mungil yang didekapnya, memang tercipta hanya untuknya.

"Aku tidak perlu berbicara dengan orang yang selalu berburuk sangka. Lepaskan aku," balas Estelle dengan suara tercekat, sambil berusaha meloloskan diri dari dekapan erat Jared.

"Kau bilang kau lapar," ucap Jared yang semakin menipiskan jarak di antara mereka, mendesak tubuh Estelle ke dinding, dan menekannya di sana.

"Bukan berarti aku menganggap ibumu pelayan. Aku hanya ingin bertanya, dimana aku bisa mendapatkan makanan. Itu saja," ujar Estelle dengan suara gemetar.

"Hei, jangan menangis. Maaf, aku tidak bermaksud untuk menyakitimu," tukas Jared panik, ketika melihat Estelle mulai terisak pelan.

Estelle menggelengkan kepala, sambil mendorong Jared menjauh. Tidak menjauh, juga tidak bergeser sedikit pun, Jared justru membungkuk untuk memperhatikan Estelle lebih dekat. Dia mengusap pipi Estelle yang basah, ber-sshhh ria seolah menenangkan, lalu memiringkan wajah untuk memberi ciuman di bibirnya.

Lembut, sangat pelan, juga berhati-hati dalam memainkan bibir manis itu. Jared menyukai sensasi menggelitik ketika melumat bibir Estelle, menyesap ringan selama beberapa saat, dan mulai memainkan ritmenya lebih tinggi. Meski awalnya, Estelle tidak membalas dan hanya bergeming, namun isakannya sudah berhenti.

Ciuman yang ditujukan untuk menenangkan Estelle pun berhasil. Kini, Jared melepas ciuman, mengadukan kening, dan menatap Estelle dengan tajam. Wanita itu sudah tidak menangis, tapi tetap menatap Jared dengan waspada dan begitu sayu.

"Maaf," ucap Jared lagi.

"Apakah ini adalah harga yang harus kubayar, jika aku membutuhkan makanan di rumahmu?" tanya Estelle dengan suara serak.

"Really? Itukah yang kau pikirkan tentang hal yang baru saja terjadi? Siapa yang suka berburuk sangka sekarang?" decak Jared kesal, lalu menarik diri untuk memperhatikan Estelle yang langsung bergeser menjauh darinya.

Tidak menjawab, Estelle langsung berbalik untuk segera menuju ke kamar, tapi Jared sudah lebih dulu menangkapnya dengan mendekap dari belakang. Wanita itu berusaha memberontak, tapi Jared semakin mengeratkan dekapan.

"Jika kau masih terus memberontak, aku bersumpah akan melakukan hal yang jauh lebih dari ciuman tadi," bisik Jared dengan nada penuh ancaman.

Estelle langsung berhenti, dan menoleh padanya dengan ekspresi takut. "J-Jangan. Meski aku tidak diakui olehmu di sini, tapi posisi kita tidak pantas melakukan hal itu."

Jared menyeringai sinis. "Kenapa tidak pantas? Dalam tubuh kita, tidak mengalir darah yang sama. Lagi pula, apa kau benar-benar sudah melupakan sentuhanku, cumbuanku, dan jeritan kenikmatanmu? Jika ya, aku akan dengan senang hati mengulangnya, agar kau bisa ingat."

Tiba-tiba, Jared meringis kesakitan, spontan melepas dekapan dan mengangkat satu kaki sambil melompat-lompat. Estelle menginjak kakinya dengan sangat baik, sehingga dia yakin beberapa jarinya tertusuk kuku kaki wanita itu.

"Aku bukan jalang! Aku juga bukan pemuasmu! Hentikan ucapanmu yang kotor dan tidak sopan itu! Bukankah kau yang menyesali kejadian malam itu, dan merutuk karena sudah mengambil perawanku? Untuk apa kau terus mengingatnya lagi?" sembur Estelle dengan ekspresi kemarahan yang langka.

Jared tertegun. Mungkin bisa dibilang terpana, karena baru kali ini melihat bagaimana Estelle menampilkan ekspresi yang berbeda, selain terlihat ingin mati. Bahkan wanita itu bernapas dalam buruan kasar, seolah meredam amarah yang sudah begitu meluap, dengan dada naik turun dan dua tangan terkepal erat di sisi tubuh. Memberikan pemandangan yang terlihat menyenangkan bagi Jared.

"Kalau begitu, biasakan untuk selesaikan pembicaraan, sebelum memutuskan untuk lari," ujar Jared enteng, sambil bertolak pinggang dan menatapnya senang. "Ayo turun, Mom sudah menyiapkan makan malam untuk kita."

Bibir Estelle menekuk cemberut, dan menghentakkan kaki sambil berjalan untuk turun ke lantai bawah. Membiarkan Jared terkekeh geli melihat tingkahnya yang menggemaskan. Petra dan Joel benar, pikirnya. Jika wanita sedang kesal, lalu meluapkan amarahnya, itu akan terlihat dua kali lipat lebih menggoda.

Setibanya di pantry, Estelle terlihat menunggu dan berdiri di sisi meja pantry. Jared dengan santai membuka kulkas, mengeluarkan sebuah kotak yang sepertinya adalah persiapan Marion, dan menaruhnya di atas meja pantry, lalu mengambil sekaleng bir dari kulkas.

"Panaskan makanan ini di microwave, dan makan malammu siap," ujar Jared memberitahukan, sambil membuka kaleng bir, lalu meneguknya.

Estelle masih bergeming, dan terlihat bingung. Tidak tahu apa yang harus dilakukan, selain menunggu Jared untuk menyelesaikan minumannya.

"Kenapa kau masih diam?" tanya Jared dengan alis terangkat setengah, sambil membuang kaleng bir yang sudah kosong.

Masih terdiam, Estelle seakan tidak berani menjawab.

"Apa kau tidak tahu bagaimana caranya memanaskan makanan di microwave?" kembali Jared bertanya, kali ini dengan nada sindiran.

Estelle mengangguk pelan. "Aku tidak diperkenankan untuk melakukan apa pun di istana."

"Oh, aku lupa jika kau menjadi boneka pajangan yang berada di dalam istana. Seperti dongeng yang ada di film kartun, dimana seorang ratu hanya tinggal memerintah, dan semuanya langsung tersedia," tukas Jared tanpa beban, mengabaikan ekspresi masam dari Estelle. "Sayangnya, kau tidak bisa melakukan hal itu di sini."

"Tapi...,"

"Sini, aku ajari. Jangan menyusahkan ibuku selama berada di sini. Setidaknya, kau harus bisa melakukan hal sederhana. Kita mulai dari sekarang, yaitu menyiapkan makan malammu sendiri," sela Jared, sambil menarik Estelle untuk mendekat, dan menyodorkan sekotak makanan dari meja.

Estelle menerima kotak itu, menunduk untuk menatap dengan ragu, dan membiarkan Jared mengarahkannya.

"Buka kotak itu, lalu pindahkan ke dalam mangkuk anti panas ini," ucap Jared sambil mengeluarkan sebuah mangkuk, dan menaruhnya di atas meja.

Dengan hati-hati, Estelle melakukan apa yang disuruh Jared. Terlalu hati-hati untuk memperlakukan seloyang chicken pie beralaskan kertas aluminium, yang seharusnya bisa dikerjakan kurang dari semenit, hanya untuk memindahkannya dari kotak pada mangkuk.

Jared sampai harus memutar bola mata, dan bertolak pinggang sambil menunggu Estelle yang sepertinya menahan napas saat memindahkan makanan itu pada mangkuk. Kira-kira membutuhkan waktu sekitar enam menit, Estelle baru berhasil melakukannya, lalu memekik senang sambil melompat setelahnya.

"Pekerjaanmu belum selesai, Yang Mulia," ucap Jared mengingatkan, sambil bergerak menuju ke microwave yang ada di sisi kulkas. "Ini adalah microwave, alat serba guna yang bisa kau gunakan, termasuk memanaskan makanan. Buka penutup dengan menekan tombol ini, lalu masukkan makanan itu, dan atur waktu untuk memanaskannya, dan tekan tombol ini."

Estelle mengikuti perintah Jared dengan patuh, dan tetap melakukannya dengan sangat hati-hati. Dia menoleh ke arah Jared setelah menutup pintu microwave. "Atur berapa lama untuk bisa memanaskan makanan ini?"

"Dilihat dari ukuran yang tidak terlalu besar, 6 menit cukup," jawab Jared sambil memperagakan untuk mengatur waktu di alat itu, dan menyuruh Estelle untuk menekan tombol.

"Lalu, apa yang harus kulakukan?" tanya Estelle kemudian.

"Menunggu sampai makanan itu siap," jawab Jared santai.

Alis Estelle berkerut bingung. "Apakah tidak perlu memakai piring dan alat makan?"

"Di sini bukan istana, Yang Mulia. Buang semua aturan tata cara makan di meja, karena kau bebas melakukan apa saja, tanpa adanya tuntutan harus menjadi sempurna."

"Kenapa bisa begitu?"

"Karena aku yang bilang seperti itu."

"Jadi, setelah menekan tombol itu, aku hanya harus menunggu seperti ini?"

"Tidak juga. Banyak hal yang bisa kau lakukan, termasuk ini."

Tanpa peringatan, Jared langsung bergerak maju, dan membungkuk untuk mencium bibir Estelle kembali. Mengabaikan pekikan kaget dari wanita itu, dengan mengangkat tubuhnya untuk duduk di atas meja pantry, sehingga Jared tidak harus membungkuk.

"Engghh, Jared,"

Panggilan protes Estelle, dianggap sebagai erangan untuk menuntut lebih oleh Jared. Karena itu, dia menyesap lebih dalam, mengisap lebih banyak, dan menggigit pelan bibir bawah Estelle, untuk memperdalam ciuman itu. Semakin Estelle berusaha memberontak, Jared semakin melancarkan godaannya.

Sambil mengerang, tangan Jared sudah bergerilya untuk meremas pinggul Estelle, mendesak masuk di antara kedua kaki Estelle yang sudah dilebarkan, dan memagut penuh perasaan. Hal itu membuat pertahanan Estelle goyah, lalu mulai membalas ciumannya. Meski tampak kewalahan dalam mengikuti ritme ciuman Jared yang semakin liar, tapi setidaknya dia sudah tidak menolak.

Estelle membuka mulut, membiarkan lidah Jared meringsek masuk ke dalam, menjelajahi rongga mulut, dan memberi liukan yang bernapsu. Kini, tangannya sudah mengarah ke atas, mendarat tepat di atas payudara Estelle yang hanya ditutupi kain tipis gaun malam satinnya tanpa bra, dan meremasnya lembut.

"Ahhh," desah Estelle kemudian.

Desahan Estelle membuat ciuman Jared semakin menggila. Remasan yang dilakukan pun kian menguat, seiring usapan lembut ibu jarinya di puting mungil yang sudah menegang keras. Sangat lembut, batin Jared kesenangan.

Ting! Bunyi microwave sialan itu membuat Estelle spontan mendorong keras bahu Jared, dan ciuman itu terhenti. Keduanya bernapas dalam buruan kasar, sambil bertatapan dalam sorot mata yang mendamba.

"S-Suara apa itu?" tanya Estelle parau.

Memberi senyuman setengah, Jared menarik diri dan membiarkan Estelle segera turun dari meja sambil membetulkan jubah tidurnya. Jika dipikirkan kembali, apa daya tarik dari wanita itu sehingga membuatnya merasa tertarik? Bahkan untuk memanaskan makanan saja, dia tidak bisa. Berbeda dengan Patricia yang serba bisa, dan mampu membuat makanan dengan cita rasa restoran ternama.

"Buka microwave itu, makananmu sudah siap," ucap Jared kemudian, sambil mengambil duduk di bangku pantry, dan melihat Estelle melakukan perintahnya.

Setelah membuka microwave, Estelle hendak mengambil mangkuk dari dalam, tapi Jared sudah lebih dulu menarik Estelle untuk mundur dari situ.

"Apa yang kau lakukan?" pekik Estelle kaget.

"Apa kau ingin tanganmu terbakar? Jika kau ingin ambil makanan dari situ, kau harus memakai sarung tangan tahan panas untuk mengambilnya," cetus Jared dingin, sambil menunjuk sepasang sarung tangan yang digantung di pintu kulkas.

Kembali teringat ucapan Petra tentang wanita berambut pirang, umumnya tidak terlalu cerdas, atau memiliki kepintaran di bawah rata-rata alias bodoh. Sudah jelas jika mangkuk itu panas, dengan adanya uap yang mengepul dari sana, tapi Estelle tidak bisa berpikir lebih jauh, atau setidaknya bertanya.

Estelle menaruh mangkuk berisi chicken pie itu dengan hati-hati, dan duduk di bangku kosong yang berada di sebelah Jared. Ekspresinya tampak begitu antusias melihat makanan itu, lalu mendekatkan wajah pada mangkuk untuk menghirup aroma yang menguar dari chicken pie.

"Lapar sekali, yah?" tanya Jared sambil menopang dagu.

Estelle mengangguk. "Aku tidak bisa makan jika sedang terbang. Kepalaku akan pusing, dan aku lebih memilih untuk tidur saja."

"Bisa tolong ambilkan dua sendok dari laci yang ada di sampingmu?" tanya Jared sambil mengarahkan laci yang dimaksud.

Estelle segera mengambilkan dua sendok dari laci itu, dan memberikannya sebuah pada Jared.

"Apa kau yakin harus makan dengan cara seperti itu?" tanya Estelle dengan ekspresi ngeri, ketika melihat Jared sudah membelah chicken pie itu dengan sendoknya.

"Tidak ada aturan soal makan di rumah ini. Lagi pula, Mom bilang jika makanan ini adalah makan malam kita, yang berarti adalah untuk kita," jawab Jared sambil memotong suapan besar dengan sendok, lalu melahap dan mengunyah dengan santai.

Masakan buatan ibunya memang sangat nikmat. Selain rumah, makanan Marion juga dirindukannya. Jared kembali menyendok dan mengambil suapan kedua, dimana Estelle memperhatikan cara Jared, lalu mengikutinya. Dengan ragu, Estelle mengambil suapan besar, lalu mencondongkan tubuh untuk bisa melahapnya agar tidak ada yang terjatuh.

Jared tersenyum geli, saat Estelle berusaha untuk tidak menumpahkan atau menjatuhkan apa pun, dan itu berhasil, tapi tidak dengan suapan yang benar. Sebab bibirnya dipenuhi oleh isian pie yang tertinggal di sana. Tapi Estelle tidak menyadari hal itu, melainkan memekik girang sambil melebarkan mata ketika sudah mendapatkan suapan pertamanya.

"Ini enak sekali," ucap Estelle dengan mulut penuh, sambil menunjuk chicken pie itu, dan bersiap untuk mengambil suapan kedua.

Jared mengangguk setuju dan mengambil serbet untuk mengusap bibir Estelle dengan lembut. "Arahkan sendok tepat ke dalam mulut dalam satu garis lurus, bukan melintang seperti tadi, supaya mulutmu tidak belepotan seperti ini."

Estelle terkekeh lalu mengangguk, dan kembali menekuni makanannya. Keduanya menikmati satu loyang chicken pie dengan tekun, ditemani beberapa kaleng bir sebagai pelepas dahaga. Sesekali mengobrol ringan, tentang pertanyaan Estelle mengenai apa saja yang ada di dapur, seolah sedang mempelajari sesuatu.

"Jika kau sudah paham, apa kau akan memasak?" tanya Jared kemudian.

Estelle tampak berpikir, lalu mengangguk dengan mantap. "Tentu saja. Sebab aku ingin belajar mandiri dan berdiri sendiri, tanpa perlu mengandalkan orang lain, seperti yang selama ini kualami."

"Kenapa baru sekarang terpikirkan olehmu? Kenapa tidak dari dulu?"

"Sudah terlalu banyak, aku membuang waktu, hingga aku merasa perlu berpikir untuk tidak menyusahkan orang lain, setelah melakukan tindakan yang tak termaafkan. Setidaknya, jika masih ada ruang kesempatan untukku berbenah diri, dan menjalani hidupku sebagaimana mestinya," jawab Estelle dengan tatapan menerawang.

Jared memperhatikan Estelle sesaat, lalu tersenyum hambar. Segala sesuatu, ada rasa dan logika yang terus bertabrakan. Tentunya dalam hal ini, Jared lebih memenangkan logika ketimbang rasa belas kasih yang tak wajar, dan memilih untuk mengabaikannya. Karena dia ingin melihat sejauh mana wanita itu bisa bertahan dalam kepalsuan.

■■■■■

Friday, Jan 17th 2020
07.00 AM

Ngga jadi malem, karena udah bobo.
Abis nulis, bawaannya lemah 😛
Jarinya kecapean, jadi butuh istirahat.
Buat jalanin malam jumat haqhaqhaq

Sebenarnya, cuma nungguin Sheliu bikin beginian. Lambreta, bo! Jadi ngantuk kan aing? 😖

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top