Chapter. 3

Written by She_Liu
(Doi lagi senggol bacok. Ih sebel)

Estelle tertegun saat tiba di sebuah rumah bergaya country yang begitu asri. Saking terpana, dia sampai berdiam diri dan menatap rumah itu dengan penuh arti. Rumah impian yang selama ini diinginkannya. Tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil, dan hanya memiliki dua lantai, dengan garasi yang berada di samping rumah. Di sekelilingnya, ada taman-taman yang terawat dengan baik. Sungguh, Estelle merasa terharu bisa berada di sana.

"Kenapa berhenti, Yang Mulia? Apa rumah kami tampak begitu kecil bagimu? Jika ya, silakan kembali ke istana megahmu di negeri antah berantah itu. Mobil dan supir bisa mengantarmu ke bandara sekarang juga," ucap Jared sambil menyeringai sinis.

Estelle menoleh dan menatap Jared dengan penuh penilaian. Sejak malam itu, atau saat dimana Estelle menyerahkan diri padanya, pria itu bersikap semakin menyebalkan. Tapi, itu bukan masalah. Dia yakin jika dirinya bisa menjaga jarak, seperti yang sudah dilakukannya sekarang.

"Jangan kurang ajar terhadap Estelle, sebab dia sudah menjadi keluarga kita. Sebagai kakak, jaga sikapmu, Jared," tegur Jarvis, ayah dari Jared, dengan nada dingin.

Pria tua itu adalah sahabat ayahnya, yang sudah berbaik hati untuk mengajaknya tinggal di rumah indah itu. Tidak menyangka, jika para sahabat ayahnya, begitu penuh kasih dalam memberikan kesempatan yang sudah menjadi impian Estelle selama ini. Yaitu bisa keluar dari istana, dan hidup sebagai orang biasa.

"Estelle, ayo kita masuk," ajak Jarvis dengan ramah, sambil merangkul bahunya dengan mantap.

Estelle mengangguk dan mengikuti langkah Jarvis, dimana Jared mengikuti dari belakang sambil membawa koper bawaannya. Sambil memperhatikan sekitarnya, Estelle tidak henti-hentinya untuk kagum pada apa yang dilihatnya tentang rumah itu.

"Oh my God! Estelle! Akhirnya, aku bisa bertemu denganmu!" seru seorang wanita yang tiba-tiba keluar, dan langsung menghampiri, lalu memeluknya dengan begitu erat.

Estelle yang tidak siap dengan serangan pelukan itu, sempat oleng, dan hampir terjungkal ke belakang, jika Jared tidak langsung maju untuk menahan Estelle dengan tubuh besarnya. Deg! Kedekatan yang tidak disengaja, membuatnya menahan napas karena punggungnya yang bertubrukan dengan tubuh Jared, terasa memanas di sana.

"Tidak bisakah kau biasa saja dalam meyambut kedatangan orang asing, Mom? Aku yang pulang saja, kau tidak sampai seantusias itu," desis Jared tajam.

"Jared!" tegur Jarvis geram.

Wanita yang dipanggil Mom oleh Jared, segera melepas pelukan, dan menatap Estelle dengan penuh penyesalan. "Maafkan aku, Sayang. Aku tidak sabar dalam menunggu kedatanganmu. Perkenalkan, namaku Marion. Kau bisa memanggilku Mom."

Estelle menatap Marion dengan penuh arti, bahkan matanya mulai berkaca-kaca. Sebutan yang selalu menjadi kenangan, kini berubah menjadi kenyataan. Dia sudah mendapatkan seorang ibu yang cantik dan tampak begitu tulus padanya.

"Oh, Sayang, jangan menangis. Kami adalah keluargamu. Kau tidak akan sendirian. Orang tuamu adalah orang yang baik, dan mereka adalah sahabat kami," tukas Marion sambil mengusap pipi Estelle yang sudah basah.

Estelle hanya mengangguk dan mengikuti Marion yang mengajaknya masuk ke dalam rumah itu. Jika tampak luar begitu asri, maka tampak dalam menjadi dua kali lipat lebih indah. Tidak banyak furniture, dan begitu nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Bahkan, Estelle sudah merasa betah, meski baru menginjakkan kaki di rumah itu.

"Rumah yang indah," gumam Estelle pelan, sambil menatap sekeliling rumah dengan kagum.

"Ini adalah rumah keluargaku, yang adalah rumahmu juga, Estelle. Kau adalah putri kami, itulah identitasmu sekarang," ujar Jarvis dengan lembut, sambil merangkul bahu Marion yang berdiri di sampingnya.

Estelle menoleh pada Jarvis dan Marion yang sedang menatapnya penuh kasih. Sepasang suami istri yang begitu baik hati, menerima dirinya sebagai keluarga, dan sudah mewujudkan impian semua anak yang ada di muka bumi.

"Kalian tidak bisa sembarangan dalam menjadikannya keluarga. Bahkan, kalian tidak menanyakan pendapatku soal itu. Di rumah ini, hanya kita bertiga saja, sudah menimbulkan kekacauan. Apalagi ditambah dirinya, yang kita masih belum tahu siapa dia sebenarnya." Tukas Jared datar.

Jarvis dan Marion kompak menegur Jared, yang sedaritadi bersikap sinis dengan ucapan yang bernada sindiran, dan tuduhan secara terang-terangan. Jujur saja, Estelle sudah lelah. Tidak ada yang bisa dilakukannya, selain melihat pemandangan berupa orang tua yang menegur, dan putranya yang mengajukan aksi protes untuk menolak kehadiran dirinya.

"Bisakah kita berbicara, Jared?" tanya Estelle tiba-tiba, dan perdebatan itu berhenti.

Kini, Jared menatapnya dengan alis menekuk dan tatapan curiga.

"Tidak perlu," tukas Jarvis tegas. "Apa yang diucapkannya, tidak perlu dimasukkan ke dalam hati, Estelle. Dia hanya...,"

"Hanya sebentar saja, tidak akan lama," sela Estelle sopan, sambil melangkah mendekati Jared, lalu memeluk lengan kekarnya. "Kita bicara di luar."

Tanpa menjawab, Jared hanya mendengus kasar, sambil berjalan dengan Estelle yang mengikutinya. Begitu mereka tiba di luar rumah, di situ mereka langsung berdiri berhadapan.

"Ada apa?" tanya Jared langsung.

"Apa alasanmu dengan semua sikap sinismu ini? Jika kau tidak menyukai kehadiranku di rumah ini, kau bisa mengembalikanku ke Forks. Jika aku adalah ancaman, maka kau bisa menindakku sekarang," balas Estelle kemudian.

Jared menatap Estelle dengan alis terangkat setengah. "Really? Jika kau sudah tahu demikian, kenapa kau tidak menolak dan ikut ke sini? Apa kau memiliki rencana terselubung untuk memata-matai kami? Atau kau ingin mencari tahu lebih banyak tentang kami dengan tujuan yang tidak baik?" 

Selama beberapa saat, Estelle hanya mampu bergeming, menatap Jared dengan tatapan lirih, dan rasa sedih mulai menyeruak begitu saja. Meski semuanya tampak baik-baik saja, tapi mereka masih mencurigainya. Jika mereka mencoba menyembunyikan hal itu, maka Jared sebaliknya, karena tidak perlu repot-repot menjaga perasaannya.

"Aku ikut, hanya karena ingin merasakan bagaimana rasanya memiliki seorang ibu," jawab Estelle kemudian.

Tidak ada respon yang berarti, selain Jared masih mengawasi ekspresi wajahnya. Meksi sulit, tapi Estelle berusaha untuk membalas tatapan Jared dengan berani.

"Banyak yang bisa menjadi ibumu, tapi kenapa harus ibuku?" tanya Jared dingin.

"Karena hanya ayahmu yang menawarkan hal seperti ini padaku," jawab Estelle.

"Seperti yang sudah kubilang, bahwa mereka hanya tidak sampai hati padamu, karena kau adalah putri dari Uncle Brick. Seharusnya, kau perlu tahu diri untuk tidak menimbulkan masalah, dan jika aku mendapatimu seperti itu, maka kau tidak akan kulepaskan!"

Estelle mengangguk, sambil menahan diri untuk tidak menangis. "Jika memang demikian, maka aku tidak akan pergi. Aku akan menyerahkan diri dan membiarkanmu untuk mengambil apa yang tersisa dariku."

Jared tertegun. Tidak lagi membalas, selain menatap Estelle dengan ekspresinya yang tidak terbaca. Mungkin saja, dia menganggap Estelle sedang bermain drama, karena kepercayaan sama sekali tidak dimiliki Estelle dari orang-orang sekelilingnya. Juga, kebaikan yang mereka tampilkan adalah hal yang patut dihargai Estelle, sekalipun itu adalah palsu.

"Aku sudah tidak memiliki siapa-siapa, selain diriku sendiri. Karena itu, beri aku waktu selama beberapa hari untuk beristirahat, dan menikmati sisa hidupku, Jared. Aku benar-benar lelah," lanjut Estelle dengan nada memohon, dan ekspresi wajah yang sudah begitu lelah.

"Aku hanya tidak ingin kau melakukan sesuatu yang fatal, seperti waktu itu, Estelle," ucap Jared dengan penuh peringatan.

"Jika aku melakukan hal itu, maka kau diperkenankan untuk membunuhku," balas Estelle dengan lugas. "Dan itu adalah perintah."

Lagi. Jared tertegun dan menatap Estelle tidak percaya. Sekali lagi. Tidak ada kepercayaan. Tidak ada ketulusan. Yang ada hanyalah kecurigaan, kewaspadaan, dan pengawasan. Untuk itulah, kesempatan itu akan digunakan Estelle untuk menjadi diri sendiri. Tanpa beban. Tanpa paksaan. Tanpa tuntutan.

"Apa kau memang sudah mempersiapkan diri untuk mati?" tanya Jared sambil memicingkan matanya.

Estelle mengembangkan senyuman hangat mendengar pertanyaan itu. "Aku bahkan tidak tahu apa artinya kehidupan, saat aku merasa di ambang kematian setiap harinya. Jika ada cara yang bisa kulakukan untuk menyusul kedua orang tuaku, maka akan kulakukan."

"Jadi, kau berniat untuk...,"

"Bolehkah aku bermalam di sini? Aku sudah sangat lelah, dan kita bisa lanjutkan besok," sela Estelle cepat.

Jared terdiam, sambil memperhatikannya dengan seksama. Tidak menyukai tatapan yang ditampilkan Jared, juga tidak bisa melarangnya, karena dia tahu jelas apa yang sudah pernah dilakukannya. Bisa hidup sampai hari ini adalah anugerah yang Tuhan berikan lewat kebaikan ayahnya semasa hidup. Itu saja.

"Baiklah. Ayo kita masuk," ucap Jared akhirnya.

Menghela napas lega, Estelle mengikuti Jared untuk masuk kembali ke dalam rumah, dimana Jarvis dan Marion tampak tidak senang melihat Jared di sana. Sebelum pertengkaran keluarga itu kembali dimulai, Estelle sudah lebih dulu membuka suara.

"Maaf jika kehadiranku membuat suasana rumah ini menjadi tidak nyaman. Tapi kumohon, berikan waktu untukku beristirahat, dan kalian juga. Besok, kita akan membicarakan lebih lanjut tentang masalah ini," ujar Estelle dengan tulus.

"Baiklah, Sayang. Ayo, kuantar kau ke kamarmu," balas Marion sambil menghampiri dan merangkul bahunya, untuk berjalan berdampingan menuju ke lantai atas.

Estelle menarik napas lelah, sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling, saat sudah berjalan menuju ke kamar. Di belakangnya, sudah pasti ada Jared yang mengikuti sambil membawa kopernya. Kamarnya bertempat di ujung koridor lantai atas, pintu sebelah kanan.

"Ini adalah kamarmu," ucap Marion sambil mengarahkan tangan ke arah kanan, lalu berpindah ke arah kiri. "Dan di kamar sebrang, adalah kamar Jared. Jika kau membutuhkan sesuatu, kau bisa segera memanggilnya."

Estelle menoleh pada Jared yang sudah menatapnya. Tatapan tajam pria itu, seolah menyiratkan sesuatu yang membuat dadanya bergemuruh kencang.

"Great! Sudah pasti, seorang ratu membutuhkan bantuan untuk memakaikan gaun, atau sekedar melepas ikatan rambutnya, bukan begitu?" komentar Jared sambil mengulum senyum setengah.

"Estelle adalah adikmu, Jared. Jaga ucapan dan sikapmu selama dia berada di rumah kita! Aku tidak menginginkan affair yang tidak diperlukan!" tegur Marion dengan tegas.

"Easy, Mom. Aku akan menjadi kakak yang baik dan selalu menjaga adik perempuannya. Tenang saja," balas Jared dengan nada mengejek.

Marion hanya mendesis, dan menarik Estelle untuk segera masuk ke dalam kamar tidurnya. Tentu saja, dia langsung jatuh hati pada kamar sederhana yang tampak begitu cantik dengan nuansa floral. Seperti biasa, Estelle akan mengedarkan pandangan ke sekeliling untuk mempelajari ruangan itu, dan kembali terkagum-kagum dengan keindahan rumah itu. Dan yang pasti, kamar itu adalah kamar impiannya.

"Kau bisa beristirahat di sini, Sayang," ujar Marion ramah, lalu memeluk dan mencium pipinya. "Good night. See you tomorrow."

"Thanks," balas Estelle sambil tersenyum.

Marion melepas pelukan, dan berjalan menghampiri Jared, lalu berbicara dengan nada perintah. "Taruh koper itu di dekat lemari, lalu turun ke bawah! Urusanmu dengan kami, masih belum selesai!"

"Yes, Ma'am," balas Jared dengan masam.

Marion pun berlalu, meninggalkan Jared dan Estelle di kamar itu. Koper dibawa ke sudut kamar, dan Jared kembali berjalan pelan, lalu berhadapan dengan Estelle.

"Selamat malam, semoga mimpimu indah," ujar Jared pelan, lalu membungkukkan tubuh untuk mendekatkan bibirnya tepat di telinga Estelle, dan berbisik. "Jika kau membutuhkan bantuan untuk melucuti pakaianmu, panggil aku. Dengan senang hati, aku akan melayani Yang Mulia."

Estelle tersentak dan segera mundur untuk menjauh dari Jared. Dia mengerjap cemas melihat pria itu terkekeh geli. Apa maksud dari perubahan sikap yang begitu drastis darinya? Jika tadi bersikap sinis dan dingin, kali ini bersikap menggoda. Bahkan, Jared terang-terangan menurunkan tatapan ke arah dadanya.

Tak lama kemudian, Jared berbalik dan meninggalkan Estelle sendirian di kamar itu. Buru-buru, Estelle segera mengunci pintu, dan beringsut jatuh di lantai untuk menangkup dadanya yang sudah bergemuruh kencang.  

■■■■■

Monday, Jan 13th 2020
22.26 PM

Start from here, I won't play safe 🍌
Cerita kolabs yak, POV cewek ditulis She_Liu lalu yang cowok, Babang.

Yang sedih-sedih, melow-melow, senggol bacok, biar doi aja yang nulis.
Yang asik-asik, ena-ena, santai-santai, biar Babang yang ambil alih.
Apa? Omes? Kayak yang ngarep, nggak aja 😏

Ngomong sama tangan 🖐


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top