Chapter. 14
WARNING : 21+
Yang nekat baca trus batal, jangan salahin aq.
Tapi tarik aq yah, biar qt main bareng haqhaqhaq
*****
Saat Estelle bergerak sedikit saja, tangan Jared sudah otomatis meraih lengan Estelle untuk membantunya. Tapi penolakan kembali terulang saat Jared melakukan hal itu. Estelle akan menepis tangannya dan tidak ingin melihatnya seolah dirinya adalah wabah penyakit yang harus dijauhi.
“Jangan terlalu banyak bergerak. Kau belum sepenuhnya pulih,” ujar Jared ketus.
“Aku hanya ingin minum,” balas Estelle pelan.
“Aku bisa mengambilkannya untukmu.”
“Aku masih memiliki tangan dan kaki.”
Jared mendengus kesal melihat Estelle yang begitu keras kepala dan semakin membuatnya geram. Seminggu setelah kejadian itu, Jared dianggap sebagai orang asing bagi Estelle. Memang benar jika keduanya tidak memiliki hubungan spesial, akan tetapi jika mengingat bahwa dirinya adalah pria yang sudah menghamili Estelle, seharusnya dia bukan lagi orang asing.
Ditambah lagi, kakak sepupu sialannya yang menghajar Jared hingga babak belur, meski pergulatan mereka berakhir impas karena orang itu tidak lebih parah darinya. Hanya saja, aksi Patricia yang ikut membalasnya karena rasa tidak terima, membuatnya menjadi lebih parah.
Kesialannya bertambah saat Estelle tidak mempedulikan kondisinya dan lebih mencemaskan Darren dibanding dirinya. Dilanjutkan dengan tindakan mogok bicara dan terus menolak bantuannya seperti tadi.
“Aku cukup merasa kesal, kau tahu?” desis Jared sambil mengambil sebuah teko air dan menuangkannya pada gelas kosong yang sudah dipegang Estelle.
“Kau bisa pergi kapan saja jika kau mau. Bukan aku yang memintamu datang ke sini,” balas Estelle yang masih enggan bertatapan dengannya dan meneguk air putih.
“Apa kau sama sekali tidak mencemaskanku setelah sepupu sialanmu membuatku terluka dan harus menerima perawatan intensif selama beberapa hari? Lalu baru pulih kemarin dan langsung menemuimu?” tanya Jared dengan nada tidak percaya.
Akhirnya, Estelle menoleh dan menatapnya dengan lirih. Wajahnya sudah tidak pucat dan tampak begitu segar. Ada rasa rindu yang timbul ketika bisa melihatnya dari dekat. Juga kekuatiran yang menguap begitu saja saat sudah bersamanya.
“Aku yakin kau cukup kuat untuk menahan rasa sakit,” ujar Estelle kemudian.
“Apa?”
“Sementara kondisiku yang masih belum sepenuhnya normal dan tidak cukup kuat untuk menerima hinaan yang akan kau lontarkan padaku,” lanjut Estelle yang membuat Jared tercengang.
Tidak mampu membalas, hanya bisa melihat Estelle yang sudah berjalan melewatinya untuk kembali ke ranjang. Belum kembali ke rumah keluarga karena keadaan masih belum aman, meski oknum yang berusaha menyerang mereka sudah dibekuk. Orangtuanya sedang berupaya untuk mendapatkan tempat tinggal, sementara mereka masih tinggal di safe house itu.
“Aku hanya ingin melihatmu dan memastikan dirimu baik-baik saja,” ucap Jared saat kembali tersadar pada kenyataan.
Estelle mengangguk sambil membetulkan posisi di ranjang. “Terima masih, aku baik-baik saja.”
“Haruskah bersikap seperti itu padaku?” seru Jared tidak terima.
“Bagaimana aku harus bersikap, Jared? Menggoda atau mengeluh? Tentu saja tidak, karena bersikap diam saja, kau bisa mendapat celah untuk menghina dan menuduhku,” balas Estelle.
“Apakah aku sudah seburuk itu di matamu?”
“Tidak. Justru aku yang tidak bernilai di matamu.”
“Darimana semua keberanianmu dalam membalasku? Apa karena hormon kehamilan yang katanya akan menjadi menyebalkan?”
“Tidak ada hubungannya.”
Keduanya terdiam dan saling menatap satu sama lain. Merasa bahwa perdebatan tidak akan menuntun mereka pada jalan keluar yang dibutuhkan. Untuk itu, Jared memberanikan diri untuk melangkah mendekati Estelle dan duduk di sisi ranjang.
Satu tangan bergerak untuk mendarat di atas perut Estelle yang tertutup selimut tanpa mengalihkan pandangannya pada sepasang mata biru yang menatapnya lekat.
“Apa kata dokter? Ibuku bilang bahwa kau sudah diperiksa oleh spesialis kandungan,” tanya Jared dengan nada mengulur-ulur, meski sebenarnya dia bergidik ngeri saat menanyakan pertanyaan yang menakutkan seperti itu.
Estelle menunduk lalu mengangguk pelan. “Sehat dan tidak ada masalah.”
“Berapa usia kandunganmu?”
Kepala Estelle terangkat dan menatapnya dengan seksama. “Apakah kau sedang berhitung dalam hati dan akan segera menuduhku tidur dengan pria lain?”
“Kau benar-benar sudah membuatku semakin kesal,” geram Jared.
“Sudah berjalan 8 minggu,” jawabnya sambil membuang tatapan ke arah lain.
Jika mulut Jared menolak, justru otaknya langsung berhitung tentang momen kebersamaan yang dilakukan pertama kali, saat di rumah khusus waktu itu. Tapi bukan ingin melempar hinaan, melainkan rasa bangga yang entah datang darimana menghinggap dirinya sekarang.
“Apakah ada keluhan selain menjadi menyebalkan dan keras kepala seperti ini?” tanya Jared lagi.
Estelle hanya menghela napas dan terlihat masam. “Aku tidak ingin menjawab karena nantinya akan berlanjut dalam hinaan dan…”
Anggap saja mulut Jared sering melontarkan hal yang tidak sesuai dengan isi pikirannya, tapi bertindak cepat dalam melaksanakan keinginannya. Mencium Estelle untuk meluapkan sedikit kerinduan dalam mencecap rasa, dengan tujuan untuk memercikkan sedikit gairah.
Rindu yang berbalut gairah memang tidak pernah dialami Jared sebelumnya, meski dengan Patricia sekali pun. Berbeda dan membuatnya seperti kecanduan, Jared merasa kebersamaan ini sudah sangat benar.
Ketika mendapati Estelle tertembak dan bersimbah darah, ada ketakutan atas rasa kehilangan yang membekas dalam ingatan. Bahkan, Jared tidak mampu melupakan momen itu sampai saat ini. Juga ada perasaan bersalah karena sudah menyakiti hati Estelle lewat perkataannya yang buruk sebelum penembakan terjadi.
Ciuman itu dilakukan dengan pelan, seperti ingin menikmati setiap detik lewat kesan yang didapatinya. Balasan pun datang dari Estelle, memiliki kesan kerinduan yang sama dan tidak mampu menolak apa pun yang akan terjadi selanjutnya.
Tangan yang berada di atas perut, kini merambat naik menuju satu payudara Estelle yang dirindukan Jared. Sial! Kelembutannya, kekenyalannya, kehangatannya membuat napas Jared memberat. Desakan gairah mulai mengimpit dada dan sudah membuatnya sesak. Berciuman sambil meremas payudara Estelle adalah kesukaannya, selain itu, sang empunya tubuh juga tampaknya menyukai hal yang sama.
“Ah,” sebuah erangan terlepas dari Estelle, yang sudah mengirim signal positif untuk Jared semakin bernapsu dalam melancarkan sentuhannya.
Tidak ingin menyudahi, justru ingin melanjutkan lebih lagi, Jared masih memiliki waktu cukup banyak untuk bersenggama guna sekedar meluapkan hasrat dan mencapai pelepasannya.
Ciuman panjang yang seolah tidak akan berakhir membuat keduanya sudah mengubah posisi tanpa sadar. Tidak ingin menyakiti, Jared menempatkan Estelle di atasnya, membiarkan wanita itu berkuasa atasnya untuk sesi bercinta yang akan dilakukannya.
Jared mulai mencumbu sambil meremas payudara sebelah kanan, tidak ingin menyentuh bagian kiri karena takut menyakiti sisi bahu Estelle yang terluka. Wanita itu mendesah lirih, meski berhasrat tapi canggung. Seperti ada yang membebani pikirannya dan itu membuat Jared tidak suka.
“Nikmati sentuhanku,” bisik Jared lembut.
Estelle mengerjap sayu dan menggelengkan kepala. “S-sehabis kau mendapatkan pelepasanmu, segera pergi dari sini.”
Ucapan Estelle berhasil menurunkan ketegangan Jared begitu saja. Tatapannya bukan lagi berhasrat tapi penuh amarah. Jared merasa bahwa apa yang sudah diusahakannya tidak berarti dan itu membuatnya emosi.
“Apa kau benar-benar ingin membuatku marah?” tanya Jared dengan mata menyipit tajam.
Estelle menggeleng. “Aku tidak ingin kau menghinaku lagi. Kau bersikap lembut hanya karena kau membutuhkanku, setelah itu kau akan melemparkan hinaan dan tuduhanmu padaku. Tidakkah kau sadari jika itu sudah menjadi pola komunikasi yang kau berikan? Meski aku memang tidak sempurna seperti yang lain, tapi aku masih memiliki perasaan.”
“Aku tidak menganggapmu seperti pelacur.”
“Tapi kenyataannya seperti itu. Sikapmu yang membuatku merasa demikian,” ucap Estelle dengan suara bergetar.
“Kau…”
“Lagi pula, kau tidak perlu merasa terbeban dengan keadaanku. Terlebih lagi soal kehamilanku. Aku tidak menuntut tanggung jawabnya dan kau tidak perlu terpaksa untuk bersamaku,” sela Estelle sambil beranjak dari pangkuan Jared, tapi tidak sempat karena Jared sudah lebih dulu menahannya.
“Jadi, kekuatiranku terhadap keadaanmu dianggap terpaksa karena kau hamil anakku, begitu?” desis Jared dingin, hingga tak sadar mencengkeram lengan Estelle dengan kuat.
Estelle tampak meringis dan menatap Jared dengan ekspresi waspada. “Bukankah kau juga bilang bahwa kau tidak pantas bersamaku dan aku berhak memilih siapa yang akan mendampingiku?”
Jared mengingat semua yang diucapkannya tanpa terkecuali sebelum penembakan itu terjadi. Menjadi seseorang yang begitu keras kepala, bertindak semaunya, dan selalu egois, membuatnya merasa tidak layak bersanding dengan wanita sepolos Estelle. Dia yakin jika Estelle bisa mendapatkan orang yang jauh lebih baik darinya.
Tapi ketika sebuah kenyataan berkata lain, bahwa Estelle sedang mengandung keturunannya, tentu tidak akan mudah untuk melepasnya begitu saja. Di samping itu, Marion dan Jarvis sudah memberi ancaman seperti ingin mengenalkan pria lain pada Estelle. Fuck! Sudah pasti Jared tidak terima.
Sialnya, semakin mulutnya berkata lancang dan mengeluarkan perkataan yang terdengar menyakitkan, maka semakin Jared merasa sudah memiliki Estelle untuk dirinya. Tenggelam dalam pikirannya sendiri, tanpa sadar cengkeramannya di lengan Estelle semakin menguat dan membuat Estelle merintih kesakitan.
“Seharusnya kau membiarkanku mati saat itu,” ucap Estelle sambil terisak pelan.
Baru menyadari kesalahannya, Jared spontan melepas cengkeramannya dan mengumpat ketika melihat lengan Estelle memerah, atau bisa dibilang lebam di sana.
“Maaf,” ucap Jared spontan sambil mengusap pelan lengan itu dan menatap Estelle dengan ekspresi bersalah.
Estelle mengatupkan bibir dan mengangguk saja. “Pergilah.”
“Tidak. Aku datang untuk melihatmu,” ujar Jared jujur.
“Jangan membuatku seperti ini, Jared. Aku sudah lelah dan tidak ingin…”
“Aku tidak berniat untuk menghina atau menganggapmu seperti pelacur, Estelle! Bisakah kau tidak menuduhku seperti itu lagi? Jika kau berpikir aku merasa terbeban karena kau hamil, tentu saja tidak! Aku bahkan tidak peduli. Yang kuharapkan adalah kau baik-baik saja,” sela Jared dengan sengit.
Isak tangis Estelle justru semakin terdengar dan Jared mengumpat pelan karena merasa gerah dengan tangisan wanita itu.
“Kau tahu? Kau benar-benar berbakat untuk menjadi sedih dan ahli dalam menangis. Kabar baiknya adalah aku tidak akan menaruh perhatian pada hal yang tidak berguna seperti itu. Aku sudah bilang agar kau harus menjadi kuat karena kau adalah seorang ratu. Tapi lihat dirimu, si ratu yang terus bersedih. Ckck. Mengecewakan,” sinis Jared.
“Aku membencimu,” balas Estelle sambil mengusap wajahnya yang sembap dan kembali berusaha untuk beranjak dari pangkuan Jared, kali ini berhasil karena dia tidak menahannya.
“Aku akan tetap berada di sini. Hari ini dan sampai seterusnya adalah giliranku untuk menjagamu. Sampai nanti kita mendapat tempat tinggal baru. Sepertinya, kita akan pindah ke Malibu,” ujar Jared tanpa beban.
Estelle menatap Jared dengan ekspresi bingung dan seperti mencerna apa yang diucapkannya tadi. Meski demikian, dia tidak membalas dan saling bertatapan dalam hening. Hal itu memberi kesempatan bagi Jared untuk menilai Estelle saat ini.
Meski memakai piyama, tapi Jared bisa menangkap lekuk payudara Estelle tanpa bra di dalamnya dan bentuk tubuh yang menggairahkan. Wajahnya pucat dan sedikit tirus tapi tidak mengurangi kecantikan alamiah yang dimilikinya. Dia menjadi dua kali lebih cantik dari sebelumnya dan tampak cemerlang dengan kulit sehatnya.
“Apa kau tahu jika aku sedang haus?” tanya Jared dengan tatapan yang tertuju pada dada Estelle.
“Aku merasa jika kau…”
“Let me, Estelle,” sela Jared lembut sambil menaruh satu tangan tepat di atas payudaranya dan meremasnya lembut. “Let me fulfill your need.”
Napas Estelle memberat, sama seperti dirinya. Seolah tercipta untuknya, tubuh Estelle selalu bereaksi kuat terhadap sentuhannya, dia tahu itu. Meski berusaha menolak dan merasa malu, tapi Jared tahu jika Estelle memiliki kebutuhan yang sama. Kerinduan yang berbaur menjadi hasrat yang menyatu.
Mendapat angin segar, Estelle mulai membuka kancing piyamanya sambil menatap Jared dengan lirih. Ketika semua kancing sudah terbuka, tangan Jared sudah bekerja untuk melepas atasan itu dan menampilkan keindahan yang membuat degup jantungnya berpacu lebih kencang.
Sepasang payudara yang membulat indah, tampak lebih besar, dan puting mungil yang sudah menegang keras. Kulit tubuh Estelle meremang ketika punggung tangan Jared sudah membelai naik turun di belahan dada Estelle.
“You’re beautiful,” ucap Jared lembut.
Saat Jared mendekatkan wajahnya, Estelle memiringkan kepala untuk memberi ruang bagi Jared menyapu sisi lehernya dengan ciuman hangat. Wanita itu mendesah lembut, menggumamkan nama Jared dalam bisikan lirih, dan menoleh untuk menyambut ciuman Jared.
Bibir mereka bertemu dalam ungkapan rasa yang memberi arti yang tak terucap, mencecap dalam eksplorasi yang bergelora, mulai tergesa lewat irama yang semakin menanjak, menyatu dengan sentuhan-sentuhan liar yang sudah diluncurkan. Kembali Jared merasakan bahwa kebersamaan ini terasa benar dan bukan kesalahan seperti yang sering diucapkan Estelle.
Dengan sikap berbeda dari sebelumnya, bisa dibilang sangat hati-hati, Jared melakukan sesi bercinta seolah Estelle adalah kristal yang berharga dan rapuh.
Merebahkannya secara perlahan, membuka sisa pakaian yang dikenakan sambil mengawasi ekspresinya, memastikan agar wanita itu tidak terlihat menahan sakit. Meski dalam dirinya sudah terbakar oleh api gairah yang membara, tapi Jared harus menahan diri lewat hembusan napas kasarnya yang terdengar berat.
Estelle merebah di ranjang tanpa sehelai benang pun, memberi pemandangan cantik yang menghangatkan perasaan Jared. Hanya kepadanya, wanita itu berserah diri. Mendesah karenanya, basah karenanya, dan namanya yang terdengar dari mulutnya yang terus merintih pelan. Hanya seperti itu saja, Jared hilang akal dan mulai tidak terkendali.
“Aku bahkan belum melakukan apa pun tapi kau sudah sangat basah, Yang Mulia,” ucap Jared parau sambil membelai lembut celah basahnya dengan jari tengah yang bergerak naik turun.
“Aku sudah sangat siap,” balas Estelle dengan suara tercekat.
“Aku tahu,” sahut Jared sambil membungkuk dan melebarkan kedua kaki Estelle untuk menampilkan vagina-nya yang begitu merah, basah, dan tampak licin dengan cairan yang sudah sangat banyak.
“Kau sangat indah,” gumam Jared.
“Please, Jared.”
Suara yang terdengar memohon membuat Jared menarik napas dan mendekatkan wajah pada tubuh Estelle, lalu menikmatinya dengan rakus dalam jilatan panjang dari bawah hingga ke atas, diakhiri dengan sesapan di klitoris mungil itu.
“Ouch, ohhhh,” lenguh Estelle panjang.
Setiap kali bercinta dengan Estelle, selalu ada kesan yang berarti bagi Jared. Perasaan mendamba seolah tidak ada habisnya dengan keinginan untuk terus melakukan seks yang menjadi kesukaannya. Tubuh Estelle begitu spontan dalam menerima sentuhannya, bereaksi sesuai dengan keinginannya, dan tahu kapan harus membuatnya puas.
Cairan hasrat yang begitu banyak memudahkan Jared untuk memastikan tiga jari, memompa dengan teratur, membuat jeritan Estelle semakin kencang, dan tubuhnya menggelinjang bertepatan dengan cairan kental yang keluar dari tubuhnya. Tidak ingin membuang waktu, Jared menyesap cairan itu dan menelannya sambil memejamkan mata, merasakan kenikmatan yang tidak mampu diungkapkan selain erangan yang teredam saat menelan cairan itu.
Guncangan tubuh Estelle tidak berkurang, justru semakin menguat saat Jared kembali menggoda dengan lidahnya. Liukan cepat dalam gerakan naik turun memberikan sensasi menggelitik yang membuat erangan Estelle semakin gelisah. Celah vagina-nya terbuka lebar, klitoris membengkak, siap untuk menerima dirinya kapan saja.
Rintihan yang terdengar seperti memohon pun mengudara, menambah sensasi gairah penuh damba, dan tidak pernah merasakan gulungan hasrat sebesar ini, Jared segera menarik diri dan melepas celananya dengan cepat.
Satu dorongan kuat berhasil memasukkan penisnya ke dalam tubuh Estelle, keduanya mengerang penuh nikmat. Terlalu bergairah, hingga kepalanya semakin pening, Jared bahkan sudah tidak mencemaskan hal lain, selain mencapai pelepasannya.
“Don’t hold up. Just come,” desah Jared parau sambil terus memompa tubuh Estelle dengan bernapsu. “Come with me, My Queen.”
“Ah, Jared!” jerit Estelle kencang ketika gulungan klimaksnya datang.
Denyutan klimaks Estelle membawa Jared pada pelepasannya secara bersamaan. Mereka saling berpelukan untuk berbagi kenikmatan yang terasa begitu hebat dan panas.
Jared mencium ringan kepala Estelle berkali-kali, mengusapnya lembut di sana, dan mengeratkan pelukan sambil menarik napas dengan dalam, membiarkan kelegaan menjalar di sekujur tubuh dengan penyatuan yang masih terjadi.
Hening. Keduanya terdiam untuk menenangkan diri dan menikmati suasana sepi yang ada di dalam kamar. Jared tidak bisa menampik rasa nyaman yang terjadi ketika memeluk Estelle dalam dekapannya dan berbagi ranjang yang sama.
“Jangan keras kepala, Estelle. Kau tidak perlu kembali ke Almauric dengan keadaan seperti ini,” ujar Jared sambil membelai rambut Estelle.
“Aku akan menetap di sana karena itu adalah tanah kelahiranku,” balas Estelle pelan.
Jared menunduk sambil memasukkan dagu Estelle dengan telunjuk agar mereka saling bertatapan. “Aku tidak akan membiarkannya.”
“Kau tidak bisa melarangku. Aku sudah bilang jika kau tidak usah terbeban dengan kehamilanku.”
“Aku memang sama sekali tidak merasa terbeban atas kehamilanmu karena itu tertanam di rahimmu, bukan aku. Tapi satu hal yang perlu kau ketahui bahwa aku tidak yakin jika kau tidak akan merindukanku.”
“Begitu menurutmu?” tanya Estelle dengan nada tidak percaya.
Jared mengangguk tanpa ragu. “Karena itu, aku tidak ingin mengambil resiko sewaktu-waktu dirimu merindukanku dan aku terpaksa harus mendatangimu. Kau tahu? Almauric bukan negeri yang kusukai, meski aku menyukai ratunya.”
Alis Estelle bertaut dan menatap dengan ekspresi bingung. “Jangan membuatku…”
“Karena itu, lebih baik kita menikah saja. Baru setelah itu, jika kau ingin berkunjung ke Almauric, silakan. Aku akan menemanimu untuk menginap selama beberapa hari, tapi setelah itu kembali ke sini. Tempatmu bukan lagi di sana, melainkan di sini, atau tepatnya di sini,” ucap Jared sambil menunjuk dadanya sendiri.
Dia bisa melihat mata Estelle berkaca-kaca dan masih menatap tidak percaya. “Jika kau seperti itu hanya karena harus bertanggung jawab, lebih baik lupakan. Dalam kerajaan, tidak boleh ada perceraian.”
“Bagaimana jika aku ingin bersamamu dan menjalani kebersamaan ini sampai semampuku? Apakah itu tidak masuk dalam perhitungan?” tanya Jared dengan satu alis terangkat.
“Aku…”
“Sudah cukup, Yang Mulia. Intinya, kau boleh pergi jika statusmu sudah berubah.”
“Status?”
“Aku tidak bodoh, Estelle. Kau ingin kembali ke Almauric dengan keadaan hamil di luar nikah? Apa bedanya kau menyerahkan diri untuk digunjing dan dihina oleh rakyatmu nantinya? Ingin pergi ke tempat pengasingan? Daripada seperti itu, lebih baik kau menjadi orang Amerika dan menikmati hidup. Kau tahu? Aku tidak ingin anakku menjadi kaku dan kolot seperti ibunya.”
Ekspresi Estelle menjadi tidak terbaca setelah mendengar ucapannya. Entah itu haru, sedih, marah, atau lega. Jared masih belum yakin. Namun yang pasti, dia tidak akan membiarkan wanita itu kembali ke negerinya tanpa kepastian. Hanya itu.
Thursday, Apr 30th, 2020
23.07 PM
Actually, ada kontribusi dari Sheliu untuk part ini.
Enakan tulis mature daripada ciyusan tyus.
Mau eksekusi Uncle Matteo ah 🍌🍌🍌
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top