Chapter. 13
Written by. CH x She_Liu
Estelle mengernyit perlahan ketika merasakan sakit yang teramat hebat pada bahu kanannya. Dengan berat, dia membuka matanya, mengerjap beberapa kali, dan menatap langit-langit ruangan yang tampak asing. Tenggorokannya terasa begitu kering dan menyakitkan, ingin rasanya dia meneguk air dingin untuk melepas dahaga.
Dia mengangkat tangan kirinya dan melihat selang infus terpasang di sana. Kesendirian. Kesakitan. Ketakutan. Semua hal itu membuatnya sedih dan mulai menangis pelan tanpa mampu beranjak sedikit pun. Rasa sakit di bahu kanan membuatnya tidak mampu menggerakkan tubuh, meski hanya bergeser sedikit saja.
Teringat kembali tentang kejadian di restoran, melihat seseorang yang pernah diketahuinya sebagai salah satu anggota mafia yang menyerang Almauric, dan hendak menembak Marion. Mengingat wanita itu, membuat rasa cemas Estelle muncul. Apakah Mom baik-baik saja? pikirnya sedih. Dia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada wanita itu, apalagi karena dirinya.
"Menangis lagi, huh?"
Suara familiar yang terdengar mengejek itu membuyarkan pikirannya. Spontan menoleh dan melihat Jared yang baru masuk ke dalam ruangan. Pria itu sudah berganti pakaian, tampak lelah, dan berjalan menghampirinya untuk melihatnya dengan seksama.
"Apa yang kau rasakan? Apa yang sakit?" tanyanya dengan suara pelan.
Estelle tidak mampu menjawab, tapi justru airmatanya semakin berlinang. Jared datang menawarkan kelegaan lewat pelukan yang dilakukannya dengan hati-hati, tampak berjaga-jaga agar dirinya tidak menyakiti.
"Ssshhhh, jangan menangis," bisik Jared menenangkan.
Estelle masih terisak dan menumpahkan kesedihannya dalam pelukan Jared. Tidak mampu membalas pelukannya, hanya bisa mengarahkan kepala pada dada Jared yang hangat dan menenangkan. Pria itu terdiam dan memberi waktu baginya untuk meluapkan perasaan. Cukup lama, isakan Estelle bergema dalam ruangan, sampai akhirnya mereda dengan sendirinya.
Begitu tenang, Jared segera mengambil segelas air putih, membantu Estelle untuk minum. Meski tidak percaya, tapi Estelle merasakan perubahan sikap Jared yang lebih lembut dan hangat padanya. Tapi itu tidak sampai seberapa lama, karena pria itu kembali menjadi orang yang tampak seperti pihak berwajib yang hendak menyudutkan calon tersangka untuk sebuah keterangan.
"Bisa kau ceritakan padaku, apakah kau mengenal orang yang menembakmu?" tanya Jared dingin.
Estelle menatap Jared dan menilai ekspresinya yang mengeras. Tentu saja, dia bisa merasakan tuduhan yang terpatri di sorot matanya yang tajam. Lagi pula, Estelle tidak heran jika pria itu akan segera memberi pertanyaan yang sudah menjadi tanda tanya terbesar dan sumber ketidaksukaannya atas dirinya yang menjadi bagian keluarga Jared.
"Dia adalah orang yang pernah kutemui sebelum menyerang Almauric," jawab Estelle jujur.
"Damnit!" umpat Jared sambil mendengus kasar dan bergumam seorang diri. "Apa yang dilakukan dua bajingan itu sampai tidak menuntaskan semua klan itu?"
Tampak cemas dan mulai waspada, Estelle mengatupkan bibir saat melihat Jared kembali menoleh padanya dengan tatapan tidak senang. "Apa kau tahu ada dia di sana? Apa kau mengetahui keberadaannya?"
Estelle langsung menggeleng. "Aku tidak pernah berkomunikasi lagi dengannya setelah penyerangan itu."
Sayangnya, Jared tampak tidak mempercayai jawaban Estelle dan menatapnya curiga hingga menyipitkan mata. Tanpa peringatan, Jared menautkan rambut Estelle ke belakang telinga untuk memeriksa sepasang anting yang dikenakannya, juga kalung yang dipakainya.
"Kapan kau bertemu dengan mereka? Dan apa yang kalian lakukan?" tanya Jared sambil melepas kalung Estelle.
"Seminggu sebelum Darren kembali ke Almauric," jawab Estelle.
"Lalu?"
"Kami bertemu di Finland, tepatnya di perbatasan. Aku meminta mereka untuk memberitahu tentang Almauric pada dunia, dan mereka meminta balasan untuk mengambil kekayaan negeri seperti wilayah kekuasaan sekaligus tempat persembunyian mereka."
"Dan dirimu yang akan menjadi ratu mereka, untuk dijadikan wanita bergilir, begitu?"
Ucapan yang bukan pertanyaan, tapi sudah menjadi tuduhan dan pernyataan yang menyakitkan, dari seseorang yang sudah tahu tentang kebenarannya karena Estelle sudah memberi kesaksian, sebelum dibawa ke rumah penahanan khusus di Forks.
Merasa dikekang, tidak bisa keluar dari negerinya, dan seperti hidup di pengasingan, membuat Estelle tidak berpikir panjang untuk mencari orang suruhan guna menghancurkan negerinya sendiri, demi sebuah kebebasan yang diinginkan. Juga dirinya yang tidak ingin dianggap seperti wanita tak berdaya atas otoritas kerajaan yang menekannya, seperti harus menikahi kakak sepupunya sendiri, yang dengan telak menolaknya hingga meninggalkan negeri itu.
"Apakah aku benar-benar terlihat seperti pelacur? Apakah aku memang serendah itu di matamu?" tanya Estelle dengan suara bergetar.
Jared masih menatapnya dengan tajam, seolah masih mencari kebenaran dari tatapannya. Jika tadi bahu kanannya terasa begitu sakit, kali ini tidak lagi karena rasa sakit itu berpindah ke dalam hatinya. Terasa nyeri, bahkan membuatnya sesak. Sudah cukup baginya untuk terus dicurigai tanpa alasan.
"Kau tidak perlu membalas pertanyaanku dengan pertanyaan. Kau...,"
"Kenapa kau tidak membiarkanku mati?" sela Estelle yang sudah terisak di sana. "Aku sudah tertembak, bukan? Aku yakin jika kau membiarkanku, aku akan mati dengan damai."
"Apa kau sangat ingin mati? Really? Seharusnya kau bersyukur karena masih hidup sampai detik ini!"
"Bersyukur untuk apa? Untuk dihina dan diperlakukan seperti ini olehmu, begitu? Kau sudah menyakitiku, Jared!"
"Kau juga demikian!"
"Aku?"
"Ya, kau!"
"Kapan aku menyakitimu? Aku bahkan tidak pernah memukulmu, meski aku sangat ingin."
"Tidak usah berpura-pura lagi! Kau berbohong kepada semua orang! Kau bahkan tidak jujur padaku!"
"Tentang apa? Aku sudah mengatakan apa yang kutahu padamu."
"Tidak! Kau tidak memberitahuku soal kau hamil!"
"A-Apa? Aku... apa?"
Ucapan Jared nyaris membuat Estelle kehabisan napas dan detak jantungnya seperti berhenti sejenak. Hamil? Estelle bahkan lupa kapan terakhir kali dirinya mendapat menstruasi bulanannya karena terlalu stres dalam menjalani hidupnya selama beberapa bulan terakhir, atau semenjak dirinya berada di Forks.
Jika dirinya memang hamil, itu berarti kebersamaannya dengan Jared di malam pertama waktu itu membuahkan hasil yang sama sekali tidak diketahui dan dirasakannya. Spontan, tangan kirinya mengusap perutnya yang rata dan terdiam di sana. Degup jantungnya bergemuruh kencang, merasa kaget dan bingung di saat yang bersamaan.
"Jadi, kau tidak tahu jika kau hamil? Bagaimana mungkin kau begitu ceroboh dan tidak memahami kondisi tubuhmu?" tanya Jared kemudian, kali ini suaranya terdengar melembut.
Estelle menggeleng dan enggan melihat ke arahnya. Masih berpikir keras tentang kehamilan yang terjadi pada dirinya. Sebagai anggota kerajaan, tentu saja hamil di luar nikah akan menjadi aib dan mempermalukan nama keluarga. Sudah pasti, Estelle tidak akan diterima oleh rakyatnya karena tidak bisa menjaga diri dalam mengemban kehormatan sebagai pemimpin negeri.
Air matanya mengalir tanpa permisi, karena rasa takut dan sedih mendominasi pikirannya. Penolakan Jared dan akan diusir dari Almauric ketika rakyat mengetahui keadaan dirinya, Estelle merasa sudah tidak memiliki harapan untuk hidup di dunia ini.
"Hey, kenapa kau melamun?" tanya Jared sambil menangkup wajahnya dan mengarahkannya agar bisa bertatapan. "Apalagi yang ingin kau sampaikan?"
"Apa kau yakin jika aku hamil?" tanya Estelle untuk sekedar memastikan.
Jared mengangguk. "Dan itu cukup mengagetkan. Juga Mom."
Mata Estele melebar kaget. "M-Mom sudah tahu?"
Dia segera mengusap wajah dengan kasar ketika melihat Jared mengangguk. Apa yang akan dikatakan wanita baik hati itu ketika mendengar dirinya hamil? Estelle sudah membatin tidak karuan jika dia akan segera diusir dari rumahnya karena sudah membuat malu.
"Jujur saja, aku tidak menyangka akan mendapat kejutan seperti ini. Aku juga melupakan tentang pengaman saat bersamamu. Untuk itu, aku harap...,"
"Tidak apa-apa, Jared," sela Estelle cepat, berusaha untuk tidak mau mendengar lebih banyak sebelum rasa sakit di hatinya semakin menyesakkan. " Aku bisa menangani hal ini."
"Apa maksudmu?" tanya Jared dengan alis menekuk dan terdengar tidak senang.
"Kau tidak perlu merasa terbeban. Aku tidak akan menuntut apa pun darimu," jawab Estelle.
Memberanikan diri untuk menoleh pada Jared, Estelle menelan ludahnya dengan susah payah ketika melihat pria itu memicingkan matanya seolah ingin menghabisinya. "Apa kau berpikir untuk lari dariku dan tidak membiarkanku untuk tahu soal kehamilanmu? Maka dari itu, kau menyembunyikan hal ini dariku?"
"Eh? Apa maksudmu?"
"Kau sudah tahu kau hamil, dan kau menyembunyikannya dariku!" tuduhnya tanpa basa basi.
"Aku sudah bilang jika aku sendiri pun tidak tahu, Jared," balas Estelle menjelaskan.
"Bullshit! Jika tidak, kenapa kau terlihat seperti orang yang ketahuan berbohong dan dengan lantang mengatakan tidak menuntut tanggung jawab dariku? Apa tujuanmu sebenarnya? Apa yang kau inginkan dariku? Apa kau memang sengaja untuk membiarkan dirimu dihamili? Begitu?"
Jika saja tubuhnya tidak lemah, jika saja tangannya bisa dengan bebas bergerak, Estelle sudah pasti akan menampar wajah pria itu. Tidakkah dia tahu jika Estelle masih belum sepenuhnya pulih dan membutuhkan ketenangan? Apakah seorang agen khusus seperti Jared memang harus mengintimidasi seorang korban seperti ini? Estelle bahkan tidak bisa membalas karena rasa sesak yang terasa berdenyut di dalam sana.
"Jared! Apa yang kau lakukan?" seru Marion tiba-tiba, yang sudah masuk ke dalam ruangan dan segera menarik Jared untuk menjauh darinya.
Kedatangan Marion adalah pertolongan bagi Estelle. Tidak ada kata yang terucap dan hanya bisa mendengar serentetan ocehan Marion yang dilayangkan pada Jared. Saat Estelle mengalihkan tatapan pada pintu masuk, matanya langsung berkaca-kaca dengan luapan kerinduan yang tidak sanggup dibendung lewat airmata yang sudah keluar.
"My Dear Princess," ucap orang itu yang langsung datang menghampiri tanpa ragu, lalu memeluknya dalam rengkuhan erat, tapi juga berhati-hati dalam bergerak seolah takut jika Estelle kesakitan.
"My Brother Prince," balas Estelle dalam suara tercekat dan menangis pelan dalam pelukannya.
Julian, yang biasa dipanggil Darren, adalah kakak sepupu yang sudah menjadi favoritnya sejak lahir, juga teman bermain yang selalu bersamanya. Hubungan mereka cukup dekat, bahkan sangat dekat. Pria itu adalah putra baptis ayahnya dan menjadi kesayangan bagi semua anggota kerajaan. Mereka terpisah oleh karena wasiat sang Raja, yaitu Brick, yang menginginkan Julian mengambil tahta dengan syarat harus menikahinya.
"Apa kau baik-baik saja? Demi Tuhan, kau membuatku takut dan sudah berpikir macam-macam," tanya Darren sambil menarik diri dan menangkup wajahnya dengan sorot mata yang sedang mempelajari ekspresinya.
"A-Aku...," balas Estelle yang masih terisak dan langsung mendapat pelukan kembali dari Darren.
"Ssshhh, jangan takut. Aku akan menyelesaikan mereka. Kau sudah aman, tenang saja," ucap Darren sambil menenangkan dalam nada suara yang begitu lembut.
Dari balik bahu Darren, tampak Patricia yang sedang melihatnya dengan ekspresi datar sambil bertolak pinggang. Meski terkesan tidak senang dengan apa yang dilakukan Darren, tapi wanita itu tidak melakukan sesuatu. Hanya mendengus dan melirik pada Jared dengan sinis.
"Kau sama sekali tidak berubah, Jared. Sangat ceroboh dan tidak becus dalam melakukan sesuatu. Pantas saja aku tidak terkesan denganmu," ujar Patricia tanpa beban, dan menyilangkan tangan sambil menatap lantang saat Jared mulai bereaksi.
"Dan mulutmu masih sama seperti dulu, semakin berbisa," balas Jared ketus.
"Ah, tentu saja. Harus ada yang bisa melawanmu, karena kulihat sepertinya, adik iparku tidak sepintar dan secerdik diriku," sahut Patricia sambil melirik singkat pada Estelle.
Estelle bisa mendengar Darren berdecak kesal sambil menarik diri dari pelukan, lalu menoleh pada Patricia dan Jared secara bergantian. Masih terdiam karena Marion yang mengambil alih pembicaraan.
"Kau memang tepat sekali, Patricia. Harus ada yang membuat anak sialan ini jera. Aku sudah lelah dalam mengurusnya," keluh Marion sambil mendelik sinis pada Jared.
"Aku turut prihatin padamu, Auntie. Seharusnya sudah sejak lama, kau menendangnya keluar dari rumah," balas Patricia tanpa beban sambil berjalan untuk melihat keadaan Estelle dengan tatapan menilai. "Kau sudah membaik, jadi tidak usah bersikap tak berdaya. Sungguh menyakitkan mataku saja."
"Petal!" tegur Darren sambil menarik Patricia menjauh dari Estelle.
"What? Aku hanya berkata apa adanya," sahut Patricia dengan ekspresi tidak senang.
"Dia tidak sepertimu yang terbiasa dengan tembakan atau kejadian yang mengejutkan seperti ini," balas Darren menjelaskan.
"Bukan berarti itu membuatnya terlihat seperti ingin mati. Jika bukan dirinya sendiri yang menyemangati, bagaimana mungkin dia bisa menjalani hidupnya? Lagi pula, dia masih hidup, belum mati. Jadi, tidak usah terlalu banyak drama," tukas Patricia lantang.
Estelle menatap Patricia dengan sorot matanya yang sayu. "Maaf jika tadi suamimu memelukku. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu cemburu."
"Jika kau sudah tahu aku tidak suka, jangan mengulanginya atau aku akan menyeretmu dari ranjang itu," celetuk Patricia ketus.
"Patricia!" kini giliran Jared yang menegur.
"Oh, please," erang Patricia sambil memutar bola mata. "Haruskah seperti ini? Seorang putri yang dibela oleh dua lelaki tolol? Jujur saja, aku sudah merasa kesal."
"Bisakah kau keluar sebentar? Aku ingin menyampaikan beberapa hal pada Estelle," ujar Darren kemudian.
"Kenapa aku harus keluar? Aku adalah istrimu dan tidak ada rahasia di antara kita, bukan?" balas Patricia dengan alis terangkat menantang.
"Oh, God," cetus Darren sambil mengusap wajahnya. "Dengan berada di sini, kau sudah menjadi kesal, bukan? Jika kau ingin tetap di sini, maka tutup mulutmu. Aku tidak ingin ada keributan karena Estelle masih dalam pemulihan dan membutuhkan ketenangan."
'Kalau begitu, langsung saja. Tidak usah memberiku adegan memeluk seperti itu," ucap Patricia tidak senang.
Jarvis masuk dan tampak biasa saja, seolah sudah terbiasa dengan adanya keributan yang terjadi. Dia menghampiri Estelle untuk memeriksa keadaan dan tersenyum lembut padanya. Sebuah usapan ringan mendarat di pucuk kepala dari Jarvis, membuat Estelle merasa dikasihi oleh seorang ayah.
"Aku tidak ingin membuang waktu lama karena akan segera menghabisi sisa klan yang sudah membuat Estelle seperti ini," ujar Darren sambil menatap semua orang yang ada di ruangan itu. "Aku akan membawa Estelle kembali ke Almauric setelah urusan ini selesai. Sebelumnya, aku meminta maaf atas pemberitahuan ini. Bukan karena aku tidak menghargai kebaikan kalian dalam mengurus Estelle atau meragukan keamanannya di sini, tapi kurasa, Almauric adalah tempat teraman baginya."
Tidak ada yang memberi respon yang berarti, selain Estelle yang menatap bingung Darren. Hanya Patricia yang berdecak pelan sambil menatap Estelle tidak suka.
"Rapunzel akan kembali ke kastilnya," cibir Patricia sinis.
"Petal!" tegur Darren dalam suara rendah.
"Maaf sekali, Darren. Perlu kau ketahui jika aku keberatan. Estelle sudah kuanggap seperti putriku sendiri dan aku menyukainya," balas Marion dengan lugas.
"Tapi kejadian hari ini bukanlah hal yang biasa saja, Ma'am," sahut Darren.
"Lagi pula, kau tidak bisa membawanya begitu saja," ujar Jared dengan satu alis terangkat.
"Kenapa tidak?" tanya Darren tidak senang.
"Karena aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi," jawab Jared sambil bergerak pada sisi ranjang Estelle.
"Okay, aku ingin mual melihat adegan ini," gumam Patricia sambil menggelengkan kepala.
"Ada apa ini?" tanya Darren dengan tatapan menuntut pada Estelle. "Apakah ada hal yang tidak kuketahui, Princess?"
Kini, Jarvis berdeham dan berhasil menarik semua perhatian padanya. Tampak begitu tenang dan sama sekali tidak menampilkan emosi yang berarti, tapi memiliki aura kuat yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
"Aku mengerti jika kau mencemaskan Estelle, tapi tenang saja, kejadian hari ini akan menjadi pertama dan terakhir kalinya, Darren," ujar Jarvis tenang.
"Tidakkah kau lihat jika dia sudah ketakutan?" balas Darren sambil mengusap kepala Estelle dengan lembut tanpa menoleh ke arahnya.
Jared mendengus dan hendak membalas, tapi Jarvis sudah memberi tanda lewat tangan yang terangkat agar dia diam.
"Aku sangat tahu," balas Jarvis kalem. "Maafkan kecerobohan kami atas hal ini, juga kusampaikan terima kasih banyak pada Estelle yang sudah melindungi istriku. Jika bukan karena Estelle, mungkin Marion yang terbaring di ranjang ini, dengan aku yang akan bersedih dan marah atas diri sendiri karena lalai dalam menjaganya, seperti dirimu saat ini."
Estelle mengerjap pelan saat Jarvis tersenyum penuh kasih padanya, kembali merasa lelah yang tak tertahankan. Di samping itu, matanya mulai memberat.
"Pada intinya, biarkan kami yang menjaganya," lanjut Marion dengan serius. "Kau baru saja menikah dan nikmati kebersamaan dengan Patricia. Tidak perlu mencemaskan Estelle karena sudah ada kami."
Kening Darren berkerut dan menoleh pada Estelle dengan tatapan bertanya. "Apa kau baik-baik saja? Apakah ada hal yang belum kau sampaikan padaku?"
"Dia akan tetap berada di sini, Darren," tukas Jared dengan nada sinis.
"Bisakah dipersingkat saja? Waktu penyerangan tinggal setengah jam dari sekarang," sela Patricia tidak sabaran.
Darren menoleh dan menatap Patricia tajam. "Kau akan tetap di sini! Aku tidak akan membiarkanmu ikut serta dalam..."
"Aku hanya memantau dan mengawasi saja, Suamiku. Kau tahu? Terkadang pria sulit untuk menyelesaikan masalah dan tidak menyadari masih ada yang tertinggal, sama seperti kaum kalian yang mudah untuk memberi janji tapi tidak berani memberi kepastian. Hukum yang sangat tidak adil tapi untung saja wanita dengan cepat bisa membaca situasi," sela Patricia tegas.
"Pergilah, Darren. Estelle akan aman di sini," ujar Jarvis kemudian.
"Aku ingin membawanya kembali ke Almauric, Sir," balas Darren tegas.
"Tidak!" tolak Marion tegas. "Aku sudah bilang bahwa Estelle akan tetap di sini."
"Maaf, tapi aku akan tetap membawanya dan...,"
"Tutup mulutmu, Brengsek!" sela Jared tajam. "Dia tidak akan kemana pun dan akan tetap di sini. Kau tahu kenapa?"
"Aku tidak perlu tahu. Yang aku inginkan hanyalah..."
"Karena Estelle sedang hamil dan akulah penyebabnya," sela Jared sambil mengangkat kedua alis dan menatap dengan lantang.
Estelle menahan napas melihat ekspresi Darren yang tercengang, demikian juga dengan Patricia. Dan setelahnya, Estelle menjerit histeris saat Darren tiba-tiba melompati ranjangnya untuk menyerang Jared yang berada di sisi lainnya dan terjadi pergulatan di sana.
■■■■■
Friday, Apr 17th 2020
23.00 PM
Berantem aje lu sono. Drama bener.
Untung yang bantu nulis, Babang sayang.
Qlo nggak, dah eneg duluan.
Aing syukak sama Neng Petal.
Bitchy-bitchy sadis, tapi bucin.
Lebih enak sama yang mulutnya pedes, qlo lagi main, sahhh shhhh sahhh shhh, haqhaqhaqhaq 🍌🍌🍌
Bosen seriusan. Nanti main basah-basahan... ulalala 🍌🍌🍌
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top