XXXIII - Masih Kamu

Seberapa pun jauhnya terpisah, selama apapun waktunya terentang, masih kamu orangnya.

👑

🎼 Lee Hi - Only 🎼

👑

—— CUT SCENE ——

Noah menjangkau hoodie di kursi samping, mengalungkannya di kepala Elata seperti tadi. Memasukkan kedua tangannya hingga Elata kembali direngkuh kehangatan beraroma Noah. Meraup rambutnya keluar dari kerah.

Cowok itu membuka pintu dan berkata, "Dicariin pacar lo."

Tenggorokan Elata tercekat. Sakit sekali untuk bicara. Noah lalu menurunkan kakinya, memeganginya hingga ia benar-benar berdiri di atas aspal parkiran. Butuh waktu untuk menarik udara yang banyak agar bisa menenangkan dirinya sekarang. Berdirinya lemah, sesuatu di antara kakinya pun lembab.

Adit yang melihatnya dari kejauhan langsung berlari menghampiri. Wajahnya panik menanyakan keadaan Elata. Mungkin kabar keributan di lantai dua tadi sudah tersebar di Vodess.

Noah turun dari mobilnya. Menyugar rambut yang berantakan. Terlihat tenang dan terkendali. Tidak terlihat sama sekali bahwa baru saja cowok itu melakukan cumbuan panas di dalam mobil. Bersamanya.

Sedangkan Elata masih berusaha menormalkan debaran menggila dalam dadanya.

"Gimana di dalam?" tanya Noah pada Adit.

Adit mengalihkan perhatian pada Noah. "Tamu kita meminta ganti rugi, Pak. Dia nggak terima dipukuli."

"Masih untung cuma gue pukul."

"Sekarang dia lagi ngacak-ngacak lantai dua sampai tamu yang lain terganggu. Sudah ada keamanan yang mau ngusir dia. Tapi dia bersikeras nyari Pak Noah."

Bulan yang menggantung setengah di langit, membuat Elata bisa melihat punggung tangan Noah lebih jelas sekarang. Tangan cowok itu lecet, dihiasi dengan bercak darah.

Elata mengepalkan tangan di dada. Ia ingin mengobati tangan itu. Mungkin karena Noah merasakan tatapan Elata, cowok itu lalu menenggelamkan tangannya ke dalam saku.

"Lo dikasih izin," kata Noah pada Adit.

"Izin apa, Pak?"

Noah menyentuh pinggang Elata, hanya untuk mendorongnya pelan ke arah Adit. "Elata minta diantar pulang sama lo."

Setelahnya Noah berlalu menuju Vodess. Tatapan Elata masih mengikuti cowok itu, meski di hadapannya Adit saat ini sangat khawatir menanyakan keadaannya. Elata memberikan senyuman sebagai jawaban. Adit lalu membawanya pergi, memaksa Elata berhenti melihat punggung Noah yang tidak berbalik lagi.

👑

"Beneran nggak apa-apa?" pertanyaan kesekian dari Adit didengarnya lagi ketika mereka berjalan menuju gang tempat kosnya.

"Gue mulai bosan lo nanyain itu mulu."

"Tadi gue denger ceritanya. Lo bahkan sampe disiram. Mereka ngelecehin lo, itu bisa dilaporin, Ta. Gue yakin Vodess nggak akan tinggal diam ngeliat pegawainya dilecehin sama tamu."

"Gue udah bukan pegawai Vodess lagi, Dit."

"Hah? Lo dipecat? Tapi ini bukan salah lo, Ta." Adit lalu berkata jika ia akan membelanya. Kalo perlu memohon pada Bu Riska dan Noah.

Adit hanya tidak tahu jika Noah sendirilah yang tidak mengizinkannya lagi bekerja di sana. Sudut kecil di hatinya dengan angkuh berkata, jika itu karena Noah mengkhawatirkannya. Perasaan kecil yang lalu bertumbuh semena-mena.

Mungkin, Noah tidak terlalu membencinya.

Elata segera berpamitan dengan Adit. Cowok itu menunggunya benar-benar masuk sebelum pergi dan kembali ke Vodess. Baru jam setengah sebelas malam dan shift cowok itu belum selesai. Sesampainya di kamar, Elata malas membasuh diri. Ia langsung rebah di tempat tidur, enggan melepaskan hoodie abu-abu yang dikenakannya.

Sendirian dengan kesunyian, serta merta membuatnya kembali menggilas ingatan pada ciumannya bersama Noah tadi. Semua bagian tubuhnya yang disentuh Noah masih tertinggal jelas denyut panasnya. Elata menenggelamkan wajahnya di bantal. Mungkin jika bantal itu adalah es krim, maka pasti sudah meleleh karena mencair.

Bagaimana ini? Kenapa ia bisa kalah dengan perasaannya sendiri dan membiarkan ciuman itu terjadi.

Kangen.

Elata menghela napas panjang. Meski mulutnya bersusah payah menyangkal, namun tubuhnya bertindak diluar kendalinya ketika bersentuhan dengan Noah. Tubuhnya seolah memiliki pemikirannya sendiri, dan mendatangi kenyamanan yang familiar yaitu tangan Noah.

Dua tahun lalu, Elata merasa dirinya kehilangan arah. Rasa bersalah yang menempati ruang terbesar di dadanya membuatnya letih setiap saat. Butuh waktu baginya untuk berhenti berpikiran buruk. Seperti, setiap orang yang dilihatnya di jalan, Elata merasa orang-orang asing itu menghakiminya atas kematian Papanya.

Tanpa disadarinya, alam bawah sadarnya melarangnya untuk bahagia.

Rasa bersalah dan penyesalan itu sudah merusak keberanian Elata untuk bahagia. Elata pun membentengi dirinya dan membatasi perasaan. Satu-satunya tujuan dalam hidupnya sekarang adalah Mamanya yang bisa bangun dari koma.

Lalu Noah datang. Menghancurkan pendiriannya.

Elata penasaran, apa arti ciuman mereka tadi untuk Noah? Kenapa cowok itu menciumnya?

Elata mengambil ponselnya. Dengan posisi menyamping, ia membuka layar dan notifikasi masuk dari Instagram Noah. Sebuah story tanpa foto, hanya berisi dua kata.

Istirahat. Tidur.

Noah pasti kelelahan. Cowok itu harus mengurus keadaan Vodess yang kacau karena tingkah Leo. Ia pun jadi mengkhawatirkan Noah. Bagaimana kalau kejadian ini tersebar di kampus dan memengaruhi statusnya sebagai mahasiswa pertukaran.

Ya ampun. Apa yang sudah Elata lakukan. Seharusnya ia bisa keluar saja dari ruangan itu, menolak permintaan Resya. Atau bahkan seharusnya ia menolak Bu Riska yang memintanya masuk.

Dari kejauhan suara gaduh merambati dinding kamar kostnya. Elata bangkit terduduk, menajamkan pendengaran pada keributan di tengah malam ini.

Elata pikir ia salah dengar, namun suara gaduh itu memanglah benar. Semakin terdengar jelas. Lalu terdengar suara bantingan barang. Suara jeritan penghuni kost lain. Lalu bantingan pintu. Suara gedebuk benda besar jatuh. Ramai sekali di luar sana. Elata turun dari tempat tidurnya menuju pintu. Tapi ia terjengkang jatuh karena pintu itu lebih dulu berdebam terbuka.

"Di sini lo rupanya."

Om Lukman melenggang masuk dan mencengkram rambut Elata. "Kenapa telepon gue nggak diangkat, hah?!"

Elata meringis, memegangi cengkraman Om Lukman. Kulit kepalanya terasa terbakar karena ditarik. "Om, lepas! Sakit..."

Dari arah luar, penghuni kost yang lain sibuk mencari pertolongan. Ada juga yang mengintip, ada juga yang merekam. Tidak ada yang berani maju menolong. Entah kerusakan apa yang sudah dilakukan Om Lukman di luar sana. Seketika ia membayangkan wajah marah ibu kost.

"Gue minta transferin duit lagi! Kenapa lo jadi betingkah gini? Pesan gue nggak dibalas. Telepon gue nggak digubris. Lo emang suka gue datengin?"

Gajinya menjadi tutor memang belum turun. Begitu pula dengan di Vodess. Lagipula ini belum tanggal biasanya Elata mengirimkan uang. "Belum ada, Om. Belum gajian."

"Lo pasti punya tabungan, kan? Masa duit jual rumah, mobil dan harta lainnya udah abis. Pasti lo sembunyiin. Mana? Kasih liat gue tabungan lo, cepatan!"

"Harus kayak gini mintanya? Lepas, Om! Sakit..."

"Lo nggak diginiin nggak bakal ngerti. Gue jadi kayak ngemis tiap kali minta hak gue. Padahal ini udah tanggung jawab lo."

Malam ini berlangsung sangat panjang, dan Elata merasa begitu lelah. Mungkin itu juga yang membuatnya menyahut, tidak diam seperti biasanya.

"Bukan aku yang bikin Om kayak gini."

Lukman berhenti mencengkram rambutnya dengan melemparkan Elata ke lantai. Laki-laki itu tersenyum menjijikan. Berjongkok di hadapan Elata. "Emang bukan lo. Tapi bokap lo," Lukman menjepit wajahnya, memaksanya menatap wajah tak terurus dengan kumis dan jambang. "Karena lo bikin kakak gue mati, makanya ini jadi tanggung jawab lo. Pake cara apa lagi harus gue jelasin. Lo bunuh bokap lo sendiri, jadi anggap aja cara nebusnya dengan meneruskan urusannya sama gue."

Sebutir air jatuh di ujung matanya. Lukman membuang wajahnya. Laki-laki itu mengambil tas Elata yang tersampir di kursi. Mengaduk isinya. Menghamburkannya ke lantai. Mengambil dompet miliknya dan susah payah mengambil semua uang yang ada di sana.

"Apa ini?" Lukman menarik keluar kartu hitam dari dompetnya. "Gue nggak pernah liat lo punya ini. Punya orang tajir doang, kan ini?"

Elata panik. Ia segera bangkit, menjangkau ingin merebut tapi gagal karena Lukman menjauhkan tangannya.

Lukman membaca nama yang tertera di kartu. "Noah V Allard? Noah pacar lo dulu? Ini punya dia? Diem di situ atau gue tendang! Jawab gue aja. Lo balikan sama dia? Lo dikasih duit sama dia?"

"Balikin, Om! Itu bukan punya aku!"

Senyuman yang selama ini tidak disukai Elata muncul di wajah Lukman. Seketika ia menyesal karena tidak mengembalikan benda itu.

"Berapa pinnya?"

PPerebutan pun tak terelakkan. Entah kekuatan dari mana Elata melompat dan menampar tangan Lukman. Membuat kartu itu terjatuh. Lukman yang murka, lalu menendang perutnya hingga Elata tersungkur. 

Lukman ingin mengambil kartu itu lagi, tapi Elata menggeser tubuhnya dan menutupi kartu itu dengan tangannya. Laki-laki itu jelas semakin kesal. Dan serta merta menginjak tangan Elata dengan sepatu boots yang dikenakannya.

Elata menjerit. Rasa perih teramat sangat menjalari tangannya, jari-jarinya berdenyut perih akan rasa sakit. Lukman rupanya tidak main-main menginjaknya. Laki-laki itu berjongkok di depan wajahnya. Sekali lagi meminta Elata menyerah dan memberikan nomor pin kartu. Elata menggeleng, Lukman memutar kakinya dan memberikan tekanan lebih keras lagi.

"Brengsek, juga ya lo!" Lukman yang habis kesabaran mengangkat tangan kirinya yang mengepal, lalu memukul sisi wajah Elata. "Lo sama kayak nyokap lo yang mau mampus itu. Dari dulu kalian nggak pernah suka sama gue!"

Lukman memukul wajahnya lagi. Rasanya pusing dan rasa sakit menggulung membuat Elata bernapas dengan susah payah.

Suara-suara berisik datang lagi. Berasal dari luar. Ada banyak langkah kaki. Seruan-seruan pada Lukman. Semuanya berlangsung sangat cepat. Pandangannya membayang kabur. Ada beberapa kaki masuk ke kamarnya. Menyergap Lukman.

Seruan-seruan datang silih berganti. Semua suara bergabung menjadi satu dengungan. Menghantarkan Elata menutup mata. Menyerah dalam kegelapan yang menghilangkan kesadarannya.

👑

Mau Noah. 🧎🏻‍♀️

Aku nggak nyangka kalo bisa bikin sekuel dan sesayang ini sama ceritanya. 🥹🥹
Rame banget komen di bab sebelumnya. Pada nebak Elata bangun di mana 😂

Dasar om lukman 😡

Hi...
Gimana kabarnya?
Semoga baik dan sehat ya. Cuaca lagi kurang baik, nih. Di kalimantan banyak asap karena pembakaran lahan.
Jaga kesehatan kalian, ya. Kalo sehat, mau apa aja jadi enak.

Aku juga ngatur waktu tidur nih. Kalo biasanya tiap hari begadang, sekarang jadi dua hari sekali. Terus nulisnya dicicil. Kalo Noah tidur, juga sambil nulis.

Terima kasih ya yang sudah mendukung cerita ini. Seneng banget aku bisa menghibur kalian lagi.

Faradita
I love you in every word

Ps : semakin sempit semakin yahut
Interior Aston Martin; mobilnya Noah

Ps 2: rambutnya panjang jadi gampang dijenggut elata 🤧

Ps 3: spill parfum nowaahh karena pada banyak yang nanya. Ini dicampur EDT nya juga beuh mau kumakan

Ps 4: Elata suka senyum ya?


Ps 5: tau dong kalo mau baca uncut scenenya di mana. Yuk udah update di sana duluan malah 🫶🏻
Uncut scene-nya ada di karyakarsaku
(@ faradisme)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top