XXXII - Bukan Asing
Yang lebih menakutkan dari menghadapi kebencianmu, adalah rasa takut pada perasaaku, yang masih tetap mencintaimu.
👑
Petunjuk membaca yang baik :
1. Vote dan komen "Saya hadir, Yang Mulia." 🤣
2. Disarankan membaca ini saat sendirian
3. Sediain bantal atau guling, sebagai pelampiasan emosi
4. Banyakin sabar 🙏🏻
👑
🎼 V - Love Me Again 🎼
Selamat membaca 🤝
👑
Jefano berlari menghampirinya. Wajahnya yang selalu sumringah itu semakin terlihat saat tiba di depannya. "Udah lama nunggu? Tadi gue lagi di kantin pas chat lo masuk."
"Baru aja, kok," sahut Elata, menyeka keringat di dahi karena sebenarnya sudah setengah jam berdiri di sana.
"Ada apa, Ta? Tumben banget nih yang dicari gue. Eh, iya. Sorry banget, kemaren gue nggak bisa dateng ke acara yayasan. Kesiangan bangun, mana ditinggal lagi sama Noah."
"Nggak papa, Jef," Elata lalu menyerahkan bungkusan yang dibawanya. "Ini, titip makan, ya buat Noah."
Jefano menatap bungkusan itu seperti itu adalah benda asing. "Kenapa nggak langsung kasih ke orangnya aja?"
"Takut ganggu, kayaknya dia lagi sibuk."
"Sesibuk apaan sih sampe nggak bisa keluar liat matahari," Jefano merogoh saku, bermaksud menelepon Noah. Tapi Elata mencegah cowok itu.
"Titip lo aja, ya Jef. Gue beneran buru-buru, nih."
"Buru-buru tapi sempet nungguin gue, gimana tuh?" Jefano tersenyum, jelas sekali meledeknya.
Elata tidak menjawab. "Sama titip ini juga. Ini kartu punya Noah. Tolong bilangin dia, gue nggak bisa ngurusin makanan dia lagi."
Kali ini rona ceria di wajah cowok itu perlahan luntur, dan berubah menatapnya lebih serius dinaungi rasa prihatin. Cowok itu lalu mengajaknya duduk di kursi dekat sana. Elata mengikuti karena cuma Jefano yang bisa dimintainya tolong sekarang ini.
"Masih berantem, ya sama Noah?"
Itukah yang dikatakan Noah pada Jefano? Daripada bertengkar, lebih pantas disebut Elata yang mengusir Noah Noah menjauh. Untuk yang kedua kalinya.
Kamu lemah, Elata. Pikirannya menggerutu. Ia mengingat kembali momen di gudang. Ketika ia terdesak oleh kedekatan mereka, dan luapan perasaannya yang membabi buta. Ia hampir terhanyut, tapi untung saja bisa kembali teguh pada pendiriannya.
Noah tidak boleh bersamanya. Atau lebih tepatnya, Elata tidak berhak bersama Noah lagi.
"Waktu kami di London, setiap akhir pekan, gue selalu berusaha ngajak Noah buat jalan. Lo tau lah, ya. Membaur sesama mahasiswa, datengin party-party keren. Semua anak mencoba mendekati Noah, tapi masalahnya Noah nggak pernah mau."
"Dia bersikap ramah, tapi tertutup. Dia ketawa depan gue, tapi sekalinya balik badan dia kayak patung. Asal lo tau, gue hampir nggak betah temenan sama dia. Tapi karena dia sering bantuin nugas, jadi gue tahan-tahan aja." Jefano tertawa.
"Nggak, kalo itu bercanda. Karena lo tegang banget dari tadi gue liat. Gue mulai ngereti Noah saat akhirnya gue jadi sering ke rumah dia. Ketemu sama nyokapnya, Tante Miranda. Dari dia juga gue tau, kalo dulu Noah nggak setertutup sekarang. Dulu dia anak yang suka main dan punya banyak temen. Bahkan katanya dia pernah tinggal dijalan, temenan sama preman."
"Kata nyokapnya, Noah jadi berubah seperti sekarang setelah diputusin sama pacarnya."
Elata mengigit bibirnya dalam diam.
"Katanya kalo bukan karena diputusin pacar, Noah nggak mungkin mau kuliah di London. Tapi itu jadinya juga percuma, karena seolah-olah cuma badannya aja yang terbang ke sana, pikirannya masih ketinggalan di Jakarta. Awal-awal kepindahan, keadaan Noah memburuk karena dia jarang makan. Cuma mau minum jus padahal sehari-hari dia nyibukin diri sama tugas. Setiap hari dia cuma tidur paling banyak 4 jam. Itu juga masih untung karena seringnya malah keblablasan nggak tidur. Akhirnya Noah nge-drop. Di opname dua minggu karena malnutrisi."
"Setelahnya Tante Miranda jadi merhatiin banget makanan Noah. Gue jadi ikutan pengen gebukin juga tiap kali liat dia yang masih suka skip makan itu. Untungnya pelan-pelan dia udah mau balik makan lagi. Bahkan mau olahraga juga. Better lah kalo sekarang."
Seolah ada sebuah truk besar yang baru saja menghantam tubuh Elata, ia terpaku. Kepalanya mencoba mencerna semua informasi yang dikatakan Jefano tadi. Rasa pusing menderanya ketika membayangkan kesulitan yang sudah diberikannya pada Noah. Sesuatu seolah sedang menjeratnya, menjerumuskannya dalam lubang hitam penuh rasa bersalah.
Jadi Noah nggak baik-baik, aja. Semua postingan cowok itu di Instagram adalah palsu.
Jefano diam, lalu menyenggol lengannya pelan. "Gue tau lo mantannya Noah."
Sontak Elata menoleh ke arah Jefano, bahkan menarik badannya menjauh.
"Nggak usah kaget gitu. Noah nggak cerita apa-apa," Jefano bersandar pongah. "Gue itu pinter nganalisa. Sejak pertama liat sikap Noah ke lo aja gue udah bisa tarik kesimpulan. Dia bisa santai menghadapi cewek lain, tapi sama lo dia tegangnya udah kaya tali kutang."
"Biarpun Noah duduk di meja gambarnya, gue tahu itu orang lagi mikir hal lain. Dan itu cuma terjadi di sini. Setelah ketemu lo. Dia yang ngajakin nugas di klub. Terus kemaren dia datang ke acara Yayasan. Itu bukan Noah yang gue kenal di London. Mungkin itu adalah Noah yang dulu ada di Jakarta."
Elata kehilangan kata. Bibirnya hanya membuka tanpa suara. Jefano perlahan mengambil bungkusan makanan, namun menyimpan kartu hitam Noah di telapak tangan Elata.
"Gue cuma orang luar, Ta. Yang nggak tau apa masalah sebenernya di antara kalian. Yang gue tau cuma Noah bisa cari makan sendiri, dia udah gede ini. Bisa pake aplikasi atau layanan pesan antar tanpa perlu lo yang ngurusin hal ini."
Jadi ini hanya alasan?
"Kecuali, itu karena Noah yang berusaha buat deketin lo lagi."
👑
"Elata! Elata!! Gila, ya lo. Ngelamun di jam kerja. Elata!!"
Gertakan Bu Riska itu menyentaknya. "I-iya, Bu."
Sepertinya kemarahan wanita itu memang selalu ada setiap kali mereka berhadapan. "Kenapa lagi lo? Nggak terima gue suruh masuk di hari off lo, hah? Mau ngadu lo ke Noah?"
"Hah? Maksudnya, Bu?"
"Tiap gue ajak ngomong hah hoh hah hoh doang. Jangan mentang-mentang dilirik sama anak bos lo jadi belagu ya."
Apa lagi coba? "Nggak, kok Bu."
"Hari ini emang harusnya lo nggak masuk, tapi kita lagi kekurangan orang jadi gue nggak punya pilihan selain manggil lo. Ada banyak tamu di lantai satu karena ada acara ulang tahun, dan booking-an tempat buat party di lantai dua. Jadi gue perlu lo sekarang buat sadar dan bawa minuman ini ke atas! Cepetan!"
Ada lima botol yang harus dibawanya. Dengan perlahan Elata meniti tangga dan masuk ke ruangan tiga. Hiruk pikuk orang-orang yang berpesta dengan musik berdentam menyambutnya. Lampunya redup, remang dihiasi asap rokok. Semuanya tengah tertawa-tawa dan menari. Memang ruangan ini lebih besar dari ruang lain, karena diperuntukkan untuk acara sekumpulan grup atau komunitas yang ingin merayakan sesuatu.
Elata memeluk nampannya, hendak keluar dari sana jika saja ujung matanya tidak menangkap sosok familiar di ujung sofa.
Cukup aneh melihat Noah ada di pesta ini. Bahkan tidak ada Jefano di sebelahnya. Justru sekumpulan cewek-cewek yang berusaha menarik perhatian cowok itu.
Elata harus pergi. Sebelum Noah melihatnya. Tapi kakinya memaku di sana. Seolah menyaksikan Noah digoda cewek lain itu tidak memengaruhinya. Satu cewek dengan berani menggeser duduknya, lalu berbicara sesuatu, sebelum merebahkan kepala di bahu Noah dan dengan gesit mengambil foto mereka bersama.
Noah tidak merespon sama sekali. Cowok itu sangat fokus pada ponselnya, dengan sebatang rokok yang terselip di antara jari.
Elata, itu bukan urusan kamu lagi.
Bukankah ini yang kamu mau? Sekali lagi kamu berhasil mendorong Noah. Mengatakan dirinya sudah berpacaran, sepertinya cukup ampuh membuat cowok itu tidak lagi mencoba mendekat.
"Hell, no!"
Elata kira harinya tidak bisa lebih buruk lagi dari ini.
"Lo kerja di sini?!" Resya menatapnya dari ujung kaki sampai kepala. Mulut wanita itu terbuka lebar. "Astaga, Elata lo selalu berhasil bikin gue terkejut."
"Siapa, Res?" tanya cewek di sebelah Resya. "Temen lo?"
"Maaf, saya permisi dulu," Elata memasang senyum profesionalnya.
"Eits, mau ke mana?" Resya merangkulnya. "Gue lagi party. Kebetulan banget lo ada di sini. Ikut aja sekalian."
"Makasih, tapi saya harus kembali kerja."
"Gue udah bayar tempat ini sama pelayannya sekalian. Jadi udah tugas lo berada di sini biar bisa layanin gue dan semua temen-temen gue,"
"Resya," Elata meremas tangannya. "Please jangan sekarang."
Resya justru tersenyum pongah. Cewek itu lalu mengambil mic, di tempat itu memang tersedia alat karaoke. "Hei-hei semuanya, gue mau ngasih tau kalau gue punya tamu spesial malam ini." Cewek itu lalu menarik Elata secara paksa, dibantu temannya yang ikut mendorong punggungnya untuk naik ke atas meja setinggi lutut tempat banyak botol berada.
"Kenalin, ini Elata, dia yang akan layanin kita semua di pesta gue ini."
Semua orang di sana berseru bertepuk tangan. Dari sini pula, Elata tepat berseberangan dengan Noah yang sudah tidak melihat ponselnya lagi. Cowok itu menatapnya lurus tak terbaca.
Elata ingin melompat turun, tapi Resya mencekal lengannya kuat. "Dan asal lo tau," Resya kembali bicara. "Dia juga mahasiswi di kampus kita. Jurusan musik. Ya, kan Ta? So, udah jelas dia mau menghibur kita malam ini."
Kini sorak sorai semakin nyaring menggaung. Semua kalimat yang dilontarkan padanya berkumpul jadi satu. Membuat keributan yang membuat Elata gemetar. Seolah menggigit bibirnya saja tidak cukup mengurangi rasa malunya sekarang.
Resya kemudian menyerahkan mic ke tangan Elata sebelum turun dari meja. Cewek itu mengambil gelas berisi cairan merah dan mengangkatnya tinggi ke hadapannya. "Silakan, tuan putri. Hibur kami."
"Nyanyi woy!"
"Boleh request lagu, nggak?"
"Joget sekalian joget."
"Yah, malah diem anaknya."
"Boleh juga tampangnya."
Elata melihat Noah masih menatap ke arahnya. Cowok itu masih duduk di sana.
Ayo, Elata. Jangan bodoh, kamu sendiri yang meminta Noah menjauh. Kamu berharap apa?
Semua mata saat ini tertuju padanya. Elata menghela napas, ia cukup melewati ini, kan?
Lalu tiba-tiba suara entah dari mana datang. "Striptease, aja!"
Semua orang tertawa. Mengamini hal itu dengan tepuk tangan dan sorakan.
"Bener kata Leo, goyangin kita dong!"
Tertawa lagi.
Yang disebut sebagai Leo tadi lalu mendekat ke arah meja tempat Elata berdiri. Secara kurang ajar memindainya dari atas sampai bawah. Cowok itu lalu memintanya minum dari gelas yang dibawanya. Elata mengelak. Leo memaksa. Sampai cowok itu akhirnya malah menyiramnya.
Suara tertawa semakin kencang.
Elata memejam. Wajahnya basah begitu pula bagian depan seragam putihnya.
Suara tertawa lagi. Kini dihiasi siulan.
"Liat, toketnya gede juga. Apa gue bilang lebih cocok striptease aja daripada nyanyi," cowok itu lalu mengeluarkan uang dari saku. "Ayo joget, mau duit berapa gue kasih."
Elata menyilangkan tangan di depan dadanya, menunduk untuk menitikkan air di wajahnya ke atas meja. Ketika sebuah rokok diulurkan padanya. Ia mendongak, uluran itu dari Noah.
Melihat itu membuat Leo semakin bersemangat. "Wah, Noah join. Maksudnya striptease sambil isep, bro? Mantep-mantep. Udah sering ya lo di London? Emang beda kalo mahasiswa bule."
"Pegang." kata Noah padanya.
Cuma perlu dilewatin.
Dengan tangan yang basah, meminimalkan getaran, Elata menerima rokok yang tersisa setengah menyala itu. Tepat setelahnya suara terkesiap menyebar. Semua orang menjerit dan melangkah mundur. Histeris menyaksikan Noah memukul Leo hingga cowok itu tersungkur.
"Bangsat!" Leo mengumpat. Lalu berusaha membalas. Pukulan Leo luput, dan Noah menghantam perut cowok itu. Membuat Leo membungkuk. Lagi, Noah menarik Leo tegak, dan melayangkan pukulan kembali.
Leo terjatuh. Noah menduduki Leo, memukul lagi. kepalan tangannya sekeras batu, melayang lagi. Darah keluar dari hidung Leo. Semua orang semakin histeris. Seorang cowok mencoba melerai, namun berakhir terlempar oleh dorongan Noah. Seakan belum cukup, cowok itu merenggut baju bagian depan Leo, memukulnya lagi tanpa jeda.
Pintu ruangan terbuka, Jefano datang dan mengumpat. Ia mendatangi Noah, melingkari pinggang cowok itu dan susah payah menarik Noah menjauhi Leo yang wajahnya sudah berlumuran darah.
Semua orang yang menghimpit dinding seolah menjadi penonton atas apa yang terjadi. Entah apa yang dibisikkan Jefano, tapi Noah perlahan tenang, dan bisa mengendalikan dirinya kembali. Cowok itu menyugar rambut ke belakang kemudian mengambil hoodie abu-abu dari sofa yang tadi didudukinya dan menghampiri Elata.
Noah mengambil rokok dari tangan Elata, menyelipkannya kembali ke mulut. Menutupi tubuh bagian depan Elata dengan hoodie tadi dan membawanya keluar dari ruangan itu.
👑
"Siapa yang nyuruh lo masuk hari ini?" pertanyaan itu terlontar ketika mereka sampai di parkiran, di samping mobil Noah. "Jawab!"
Tapi Elata membisu. Ia menggigil. Bukan karena sapuan angin pada bajunya yang basah. Semua hal tadi masih terlalu mengejutkan.
Noah merenggut hoodie itu, lalu mengalungkannya lubang leher memasuki kepala Elata. Meraih tangannya, memasukkannya ke bagian lengan, begitu pula tangannya yang lain. Noah juga membebaskan rambutnya yang sudah memanjang itu tergerai.
Elata merasa hangat, karena hoodie itu sudah terpasang di tubuhnya. Karena aroma Noah berputar di penciumannya. Karena Noah ada di dekatnya.
Dorongan untuk menangis semakin besar.
"Gue anter pulang," cowok itu membuka pintu mobil. "Dan jangan bikin gue harus maksa lo."
"Sebenernya kamu kenapa, Noah?"
"Gue kenapa apanya?"
Elata mengangkat tatapannya. "Kenapa nolongin aku... lagi?"
"Jadi lo mau striptease di sana? Jangan gila! Nggak bakal gue biarin."
"Tapi itu bukan urusan kamu." Elata menahan air matanya yang sangat gatal di ujung mata. Ia beralih menggigit bibir. Hatinya sesak. Oleh harap, dan juga ketakutan. Ia berharap bisa memeluk Noah saat ini, tapi ia ketakutan atas perasaannya sendiri.
"Terserah urusannya siapa. Mulai malam ini lo gue pecat. Jangan datang lagi ke sini, atau nginjekin kaki lo ke tempat ini."
Elata membelalak. "Kamu nggak bisa gitu—"
"Nyatanya gue bisa. Gampang nyari pegawai baru."
"Tapi aku butuh kerjaan ini!"
"Peduli setan!"
Elata menggertakkan gigi. Kedua tangannya mengepal, menahan diri. Bahunya naik turun. Semua itu tak luput dari pengamatan Noah padanya, yang menatapnya sambil menghisap rokok.
"Apa?" Noah meniupkan asap ke samping. "Ngomong! Jangan diem aja! Mau marah? Maki-maki gue? Ayo!"
"Kenapa kamu kayak gini, sih?!" Elata mendongak, agar air matanya tidak jatuh. "Kenapa campurin hidup aku?!"
"Lo nggak pantes di tempat kayak gini."
"Bisa nggak jangan peduliin aku lagi?" Elata menarik napas panjang. "Aku ini udah jahat sama kamu, Noah! Aku udah mutusin kamu secara sepihak. Bahkan aku bikin kamu ngelewatin waktu yang sulit di sana. Kenapa kamu masih bersikap kayak gini?"
Noah mundur beberapa langkah, seolah memberi Elata ruang untuk meledak. Cowok itu menghisap rokoknya lagi, menatapnya tanpa terputus.
"Apa yang kamu harapin dari aku? Kamu mau apa? Aku udah nggak punya apa-apa lagi buat kamu. Aku udah baik-baik aja tanpa kamu di sini. Aku udah bisa nerima hidup aku. Tapi kenapa kamu harus tiba-tiba datang. Ngerusak semua usaha aku. Tiba-tiba kamu ada di mana-mana sampai aku nggak bisa mikir apa-apa."
"Mau kamu apa, Noah? Kenapa kamu pulang? Kenapa kita harus ketemu lagi? Kenapa setelah semua yang aku lakuin, kamu masih mau repot nolongin aku?"
"Kita udah nggak mungkin bisa bersama, Noah. Apapun yang ada di antara kita sudah rusak. Aku sudah rusak. Perasaanku buat kamu udah nggak bisa diselamatkan."
Elata mengusap wajahnya, menahan sekuat tenaga air mata yang hampir menetes di ujung matanya. "Kita cuma dua orang asing, Noah. Terlalu asing buat dipaksa kembali."
"Udah?" Noah membuang puntung rokok dan menginjaknya. "Sekarang giliran gue yang ngomong."
Noah melangkah menghampiri Elata dalam dua langkah panjang yang tegas. Tanpa ragu meraih sisi wajahnya dan mendekap pinggangnya hanya untuk membungkam mulut Elata ke dalam ciuman tiba-tiba yang dalam dan basah.
👑
😳😳😳😳😳
😆😆😆😆😆
Salaman dulu 🤝
Noah udah mulai ngegas nih. Elata ribet sih. Disosor kan lu. 🤣
Oh iya, makasih yaa di bab sebelumnya kalian berusaha banget menuhin permintaanku. Terharu terus bacainya.
Ada yang ngide katanya mau buat grup chat pembacaku. Tapi aku masih ragu, takut nggak ada yang minat 🤣
Menurut anda sekalian gimana? Buat aja? Kalo iya, maunya di aplikasi apa?
Hi... gimana kabar kamu?
Aku seneng deh kalo cerita ini bisa membuat hari kamu jadi lebih berwarna. Ada juga yang membuat cerita ini jadi sesuatu yang ditunggu tiap harinya.
Jadi nggak pengen ceritanya tamat ;"
Liat, kan? Alasan bahagia itu sederhana aja.
Sekadar liat cerita favorit update, atau kamu bisa sampe rumah dan rebahan di kamar.
Semoga kita bisa merayakan kebahagiaan sederhana setiap hari ya.
Faradita
I love you in every word 🤍
Ps : bab ini nggak ada target. Jadi next part suka-suka aku wleee 🤧
Ps 2 : ini hoodie yang dipakein Noah ke Elata
Kata aku sih gausah dibalikin, Ta. Lumayan 🙏🏻
Ps 3 : spoiler next bab (bangun-bangun cantik)
Ps 4 : bab selanjutnya sepertinya UNCUT 😳😆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top