XXVI - Orang Baru

Setiap permulaan, butuh ruang untuk berani gagal.

👑

Seperti yang dikatakan Pelita tempo hari, Elata hanya perlu melengkapi beberapa berkas untuk pengajuan beasiswanya. Ia sempat berpikir jika keberuntungnnya mungkin sudah habis karena bisa mendapat kesempatan langka ini.

Elata pernah dengar, kalau suami Pelita adalah pemilik kampus Pradipta. Jadi mungkin itu juga yang membuat prosesnya berjalan cukup lancar karena hanya perlu menunggu tiga minggu saja, Elata sudah mendapatkan kursi kuliahnya.

Elata mengamati ponselnya yang berisi jadwal kuliahnya hari itu. Ia menyusuri taman menuju gedung A ketika suara gaduh datang dari arah tangga.

"Lo liat, kan? Gue bener, kan?"
"Sumpah-sumpah! Itu emang beneran dia! Ganteng banget!"
"Baru kali ini mata gue liat langsung cowok secakep itu, anjing!"
"Coba lo liat, bener, kan? Dia orangnya yang viral di X kemaren!!!"

Melihat kumpulan cewek-cewek yang sedang asyik meributkan laki-laki tampan di ponsel itu seketika membuat Elata teringat pada Mona.

Dengan harapan cewek itu masih terbangun karena berpedaan waktu negara, Elata mengirimkan pesan pada Mona. Ia belum sempat menceritakan tentang kesempatannya berkuliah ini, karena bukan hanya jarak jauh yang menjadi kendala, tapi kesibukan cewek itu di sana membuat mereka sedikit jarang berkomunikasi.

Terlebih, Elata jug membatasi apa saja yang perlu diceritakannya. Kebanyakan, Elata hanya menjadi pendengar Mona. Dan selalu menjawab jika hidupnya baik-baik saja jika cewek itu bertanya.

Pesan Elata langsung dijawab dengan panggilan masuk. Sambil berjalan menuju kelas, Elata menggeser layar dan meletakkannya ke telinga.

"Gue masih bangun. Tugas gue numpuk, anjing!Gue kangen banget sama lo, Taaaa... biasanya selalu ada lo yang bantuin gue."

"Gue nggak ganggu, kan?"

"Nggak, lah. Lebih ke lo bikin gue ada alasan rebahan bentar. Kenapa, Ta? Ada kabar apa?"

Mungkin karena Elata jarang menghubungi Mona lebih dulu, suara cewek itu terdengar sangat bersemangat. "Nggak terlalu penting, sih."

"Penting, kok. Apaa? Lo dapet cowok baru?"

Elata tertawa. "Gue cuma mau bilang kalo gue kuliah lagi."

Mona berteriak di ujung telepon hingga Elata perlu menjauhkan ponselnya. Elata sudah sampai di kelas dan memilih kursi di bagian depan. Mona masih terdengar begitu gembira di ujung telepon sana, berbanding terbalik saat dulu cewek itu tahu keputusannya menunda kuliah.

Elata lalu menceritakan tentang yayasan Rumah Pelita Kasih, tentang Pelita, dan kesempatan emas yang didapatkannya.

"Serius gue seneng banget. Ternyata di dunia ini masih banyak orang baiknya. Selamat, ya Ta. Nanti gue kirimin hadiah dari sini."

"Jangan mulai, deh. Ngapain kirim hadiah segala."

"Lagian setiap kali gue mau ngirim hadiah selalu nolak. Pake bilang udah pindah segala. Nggak mau kasih alamat. Gue rasa lo tinggal ganti nomor juga gue bakal kehilangan lo."

"Mona, gue cuma nggak mau lo repot. Udah belajar yang bener aja di sana."

"Gue ngalah gini karena gue beneran takut lo beneran menghilang, ya, Ta. Eh, tunggu! Gue harus kasih tau lo ini!" Terdengar suara kain bergesekan, sepertinya cewek itu sedang mengubah posisi. "Noah abis ikut manggung sama Interlude!! Inget, kan sama Interlude? Sebelumnya juga pernah tapi yang sekarang konser Band-nya. Lo tau kan seterkenal apa Interlude sekarang. Astaga Band favorit gue!!! Bangsat emang tuh orang makin keren!"

"Mona..."

"Nggak, dengerin gue dulu. Udah gitu dia juga sempet trending topic di X karena kemunculannya di konser mencuri banyak perhatian gitu. Dia dikenalin sebagai gitaris cadangan, tapi banyak fans yang bikin petisi buat jadiin dia anggota tetap. Gila, nggak?"

Elata diam-diam tersenyum, mengagumi pencapaian cowok itu.

"Tapi gue rasa ada untungnya lo nggak main sosmed. Karena asal lo tau ada banyak banget yang ngejar dia sekarang. Semua cewek di kampus gue lagi gila-gilanya sama Noah. Wah, makin nggak bener."

Elata menghela napas. "Nggak bener kenapa?"

"Makin susah dong buat gue benci sama tuh orang karena ninggalin lo!"

"Mon, gue yang mutusin dia," sudah sering sekali Elata mengatakan ini tapi sahabatnya itu seolah tuli. "Gue yang nyuruh dia pergi."

"Cuma cowok tolol yang disuruh pergi langsung mau pergi. Padahal gue tau banget kalian berdua saling sayangnya segimana jauh."

Sepertinya keputusan Elata mengabari cewek itu saat kelas akan segera berlangsung dirasa kurang tepat.

"Gue bakal pantau instagramnya terus buat lo. Kalo sampai dia punya cewek, abis Noah sama gue. Bodo amat gue samperin ke London gue acak-acak mukanya. Udah dulu, Ta. Gue diteriakin nyokap. Bye!"

Ketika sambungan telepon terputus, gerombolan anak cewek yang dilihatnya tadi memasuki kelas. Dan mengambil duduk tepat di belakang Elata. Rupanya kegiatan mereka stalking cowok tampan masih berlanjut.

Jari Elata menggulir layar dan membuka profil akun instagram Noah. Seperti yang dikatakan Mona, cowok itu mengalami lonjakan followers karena menjadi gitaris Interlude.

Elata hampir terlonjak di kursinya dan mendekap ponsel di dada. Lalu dengan perlahan kembali menatap layar, masih tergugu karena setelah sekian lama, Noah akhirnya menunjukkan wajahnya di sana.

Degup jantungnya bertalu lebih cepat hanya karena sebuah foto itu. Hatinya seperti tengah diselimuti genangan air yang hangat. Membekap memorinya pada wajah Noah yang tidak berubah sama sekali dalam ingatannya. Tidak disangkanya jika Elata sebegini merindukan cowok itu.

Elata ikut senang, benar-benar senang, karena melihat Noah baik-baik saja. Cowok itu bertambah tampan, bugar dan sehat. Bahkan sepertinya postur tubuh Noah jauh terlihat lebih besar dengan tambahan otot yang pas.

Setelah menangkap layar semua foto-foto Noah itu, Elata menyimpan ponselnya karena kelasnya akan segera dimulai. Selama dua jam duduk di sana, Elata sama sekali tidak berhenti tersenyum.

👑

Kampus Pradipta memiliki parkiran yang sangat luas. Semua tempat memilik kanopi, dan ada banyak mobil mewah berjejer di sana. Untungnya, tepat di sebelahnya juga menyediakan parkiran untuk sepeda. Elata menatap layar ponsel di mana pesan yang dikirimnya tiga menit lalu sudah dibaca.

Seekor anak kucing terlihat mendekati ban sepeda Elata. Dengan rasa gemas ia berjongkok dan mengambil roti sisa sarapannya di dalam tas. Memberikannya pada kucing itu yang langsung menggigitinya dengan rakus.

Sepasang sepatu mengatuk ban sepedanya. Membuat Elata mendongak, menatap pemiliknya. Elata langsung bangkit, bahkan mundur beberapa langkah.

"Gue kira tadi salah lihat," cewek itu menelitinya dari ujung kaki hingga kepala. "Tapi ternyata beneran lo."

"Resya..."

"Ngapain lo di sini? Jualan di kantin?"

"Apa kabar, Res?" Resya masih menatapnya tidak percaya. Entah apa yang membuat cewek itu begitu terkejut.

"Gue udah denger kejadian dua tahun lalu. Semua anak-anak di villa malam itu tau beritanya. Ternyata semua itu mengubah lo jadi kayak gini, ya..." sudut bibir cewek itu melengkung. "Gue kasian sama orang tua lo."

Sudut hatinya yang pecah dan retak bergetar. "Gue kuliah di sini sekarang. Gue harap kita nggak ada masalah apapun lagi."

Seakan bicara di dua arah yang berbeda, Resya bermaksud menyerangnya dengan berbagai cara. "Lo bahkan dibuang sama Noah."

Elata tidak keberatan dirinya dipandang buruk oleh orang lain, termasuk oleh teman-temannya di SMA dulu. Ia juga tidak ingin memperbaiki pendapat orang tentang hubungannya dengan Noah.

Dengan cepat Resya mengarahkan kameranya pada Elata. Kilatan muncul dari sana.

Elata membulatkan mata, mengerjap, meremas tasnya. "Lo... ngapain?"

"Buat nunjukin ke grup sekolah, kalo tuan putri sudah jadi upik abu."

Sejenak terbersit di pikiran jika Elata ingin meminta Resya menghapus fotonya. Tapi untuk apa? Ia sudah tidak peduli pada pandangan orang lain tentangnya. Kedua tangannya hanya bisa terkepal.

"Elata!"

Panggilan itu datang dari arah belakang Resya, yang memanggilnya berlari mendekat lalu seakan hendak menubruknya dengan pelukan saking terkejutnya.

"Sialan, lo!" Alih-alih memeluk, Adit justru mendorong bahu Elata pelan. "Nggak bilang-bilang kalo kuliah di sini."

Adit baru menyadari kehadiran Resya. "Sorry-sorry, temennya Elata, ya? Gue Adit."

Dengan seringai yang dipenuhi ketertarikan, Resya menelengkan kepala menatap Adit. Cowok yang cukup tinggi dan menarik itu tentu saja menciptakan persepsi sendiri bagi Resya.

Resya sengaja mendekati Elata, terlihat seperti memeluk tapi mereka sama sekali tidak bersentuhan. Cewek itu hanya berbisik, "Seru banget hidup lo, Ta. Udah dapet gantinya Noah, aja sekarang," Resya mengendikkan bahu dengan seringai menyebalkan. "Bye, Elata. Gue seneng lo kuliah di sini."

Sepeninggal Resya, Adit menyentuh pundaknya karena Elata yang masih diam. "Temen lo tadi?"

Elata memaksakan senyum. "Temen SMA."

Adit mengangguk, lalu wajahnya kembali berseri. "Eh, kenapa nggak bilang kuliah di sini juga?"

Elata tersenyum lemah. "Sengaja, biar kejutan."

"Kejutan banget! Wah jadi adek tingkat gue, dong."

"Siap, kakak tingkat!" Elata mengangkat tangan dengan sikap hormat. "Mohon bimbingannya."

"Karena lo baru, gue traktir di kantin yuk."

Elata sudah membuka mulut hendak menolak, tapi Adit menggamit tangannya lebih dulu. "Kali ini lo nggak boleh nolak! Ini bayaran karena bikin gue kaget. Sekalian, gue temenin muterin kampus."

👑

Elata bukannya tidak tahu, kalau Adit memiliki perasaan untuknya. Adit sedikit banyak mengingatkannya pada Rafa dulu ketika mengejarnya. Sama gigihnya, Adit sering mengajaknya jalan dan memberikan perhatian tidak biasa untuknya.

Tapi masalahnya, hati Elata sudah terlanjur tertutup. Tidak ada tempat yang tersisa di sana untuk orang baru. Sudah sesak oleh pemilik sebelumnya. Belum beres. Masih berantakan. Maka dari itu yang bisa diberikannya hanyalah pertemanan.

Elata juga sudah mengatakan dengan jelas tentang keengganannya menjalin hubungan, bahkan sebelum Adit melangkah melakukan pernyataan. Ia tidak mau membuat harapan cowok itu sia-sia. Ia kira Adit akan menjauh, namun rupanya, Adit tidak keberatan dengan batas yang Elata bangun.

Setelah mendapatkan kursi di kantin, Adit memesan nasi goreng untuk Elata dan ketoprak untuknya.

"Jadi gimana hari pertamanya?" tanya Adit ketika pesanan makanan mereka tiba.

"Seru. Terlalu bersemangat kayaknya karena aku nggak sadar kelasnya selesai."

"Jurusan musik, ya? Gedung lo sebelahan sama gue berarti."

"Iya tau. Gue sempet liat lo sama temen-temen lo tadi sebelum kelas."

Cowok dengan wajah maskulin dan rambut terpotong rapi itu menunjukkan ekspresi gemas. Siapapun bisa menebak hanya dari penampilannya saja jika Adit patut diperhitungkan. "Sialan emang," Lalu tertawa. "Orang Vodess udah ada yang tau?"

Elata menggeleng. "Lo nggak dilarang sambil kuliah, kan?"

"Nggak, kok. Cuma diwanti-wanti sama Bu Riska aja jangan sampe telat shift."

"Gue takut kasih tau Bu Riska. Nanti aja, deh."

"Tenang, gue bantu kalo lo kena shift double. Lagian katanya yang punya klub bentar lagi dateng. Orangnya baik."

"Oh, ya?" Elata memang sudah sering mendengar cerita tentang pemilik Vodess yang sedang berada di London itu.

Dari ujung kantin, terdengar suara ribut menderu. Seruan yang didominasi oleh suara cewek itu menarik perhatian seluruh pengunjung kantin.

Elata membalikkan badan, namun hanya kerumunan orang yang bisa dilihatnya. "Ada apa, sih?"

Dengan mulut penuh, Adit turut memanjangkan leher. "Katanya ada mahasiswa baru pindah gitu."

"Kayak gue, dong. Tapi, kok sampe ribut-ribut gitu?"

"Katanya artis. Anak band. Nggak terlalu jelas gue cuma denger selentingan doang. Makanya tadi cewek-cewek pada ribut di kelas gue. Biasa, katanya cakep banget."

Elata tertawa. "Untung gue bukan artis."

Adit tersenyum. "Untung lo bukan artis, jadi bisa gue monopoli buat gue sendiri."

"Heh, nggak boleh serakah." Tunjuk Elata dengan tawa.

"Eh, mau liat orangnya, nggak?" Adit meletakkan sendoknya. "Gila banget dikerubungin gitu sampe nggak tenang mau duduk."

Belum sempat berbalik, ponsel Elata lebih dulu bergetar di dalam tas. Satu panggilan masuk yang berhenti ketika ia ingin menjawab. Rupanya sudah ada lima panggilan tak terjawab di sana.

Dari rumah sakit.

Seketika degup jantung Elata bertambah cepat.  Saat panggilan baru masuk, ia cepat-cepat menggeser layar. Suara Mbak Lia dengan tegas terdengar, tanpa terbata, sarat dengan intruksi jelas yang menghipnotisnya.

Membawa Elata segera beranjak dari sana dan berlari pergi.

👑

😳

Siapa coba itu yang pindah? 🤧

Salaman dulu 🤝

Bilang makasih dulu

Salaman lagi 🤝

Rencananya nggak mau update malam ini tapi aku dirayu di instagram dan aku jadi senang jadi aku up hohoho

Terima kasih yaa karena sudah menemaniku sampai sekarang. Aku mungkin nggak tau apa yang udah kalian lewati, apa yang kalian lalui. Tapi aku selalu berharap kalian mendapatkan apa yang terbaik dari doa yang selalu kamu panjatkan.

Semangat terus, ya. Bukan buat orang lain, tapi buat kamu.

Faradita
I love you in every word 🤍

Ps : buat yang ngikutin instagram Noah, kalo kamu jeli sebenarnya kamu bisa dapet petunjuk buat cerita loh wkwkwk

Ps 2 : Elatakuuu... secantik ini apanya yang upik abu. Mulut lo bau Resya 😭🫵🏻
Jujur ya makin lama aku liatnya visual Noah dan Elata ini makin serasi 😭🙏🏻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top