XXI - Seberapa Senang?

Senyummu mengembalikan duniaku.

👑

Setelah makanan dan minuman siap, Elata dan Mona membawanya ke ruang tamu.

Oleh Mona yang berkacak pinggang, Ginan tidak punya pilihan lain selain mengakhiri permainan gamenya. Di bawah celotehan Mona, cowok itu juga mengatur film apa yang akan mereka tonton.

Setelah meletakkan pop corn di meja, jari Elata disentuh yang membuatnya menoleh.

"Sini," Noah menarik jarinya. Elata mengikuti hingga duduk di samping cowok itu.

Noah memandanginya. Tidak meninggalkan wajahnya sedetik pun. Sorot matanya mengagumi dengan sangat terang-terangan.

Tanpa suara, Elata menggerakkan mulutnya. "Apa?"

Noah pun membalas dengan sama. "Cantik."

Elata mengerutkan hidungnya, menekan telunjuk di bibirnya agar cowok itu berhenti bertingkah karena mereka tidak sedang berduaan. Noah memainkan jari Elata, sebelum menggenggam tangannya penuh kehangatan.

Noah tersenyum lembut. Memandangi wajahnya terus menerus seolah ada kerinduan dari tatapan cowok itu. Seperti Elata baru saja pergi jauh dan sekarang sudah kembali.

"Kita mau nonton film, ya. Bukan mesra-mesraan secara terang-terangan gini." ujar Mona dengan suara nyaring.

Elata tertawa namun Noah tidak juga memalingkan wajahnya.

Film dimulai, lampu dimatikan. Semuanya memangku pop corn dengan minuman di dekat masing-masing. Namun Elata tahu pacarnya itu masih betah memandangnya.

Elata mendekatkan kepalanya ke samping dan berbisik ke arah Noah. "Filmnya udah mulai, bisa berhenti dulu liatin akunya?"

Noah lalu menusuk ujung bibir Elata dengan telunjuk. Yang membuatnya menoleh. Hal ini sering dilakukan cowok itu. Tanda untuk meminta Elata tersenyum.

Dan seketika saja Elata menarik bibirnya melengkung. Cahaya dari televisi menyinari wajah sisi wajah Noah, yang di matanya terlihat menjadi misterius dan sangat tampan.

Noah ikut mencondongkan badannya maju. Berada dekat sekali dengannya hingga mampu berbisik di telinganya. "Aku senang kamu senyum lagi."

Karena badan mereka masih berdekatan, Elata hanya perlu mendekatkan kepalanya untuk balas berbisik di telinga Noah.

"Aku senang kamu di sini."

Noah menahan pinggangnya, hingga kedekatan di antara mereka menetap lebih lama. Suara Noah yang rendah dan dalam terdengar. "Seberapa senang?"

Elata berpaling ke arah yang lain. Tidak ada yang melihat mereka. Mona dan Ginan duduk saling bersandar di sofa panjang sisi kiri dekat televisi. Perlu berbalik penuh untuk melihat ke arah mereka duduk.

Setelah memastikan kedua orang itu fokus pada film, Elata kembali menatap Noah. Dengan senyum yang tak tanggal, Elata mengecup pipi cowok itu cepat. Lalu kembali duduk bersandar.

"Segitu aja senengnya?"

Elata membelalak dan mendorong wajah Noah yang masih condong padanya itu, bahkan kini sedang tersenyum. "Noah, udah dulu ya aku malu."

Noah lalu merebahkan kepalanya di bahu Elata. Mengambil tangan lentik pacarnya untuk dikurung dalam tangan besar berjari panjang miliknya. Menikmati film, juga rasa syukurnya karena perempuannya sudah kembali baik-baik saja.

Lalu tiba-tiba suara kaca pecah terdengar nyaring melawan suara televisi. Empat kepala di sana seketika menoleh ke arah sumber suara. Ginan mematikan film, hingga hening menyambut.

Mereka saling berpandangan. Noah yang pertama bangkit menuju ke pintu depan untuk memeriksa. Dan menemukan jendela berteralis yang kacanya sudah hancur berantakan. Ada sebuah batu berukuran sekepalan tangan orang dewasa yang tergeletak di lantai, yang merupakan penyebab kerusakan.

"Ya ampun!" Pekik Mona.

"Jangan buka pintu, Noah. Siapa tahu orangnya masih di luar." cegah Ginan.

Tapi Noah yang tidak pernah takut pada apapun itu justru memutar kunci dan berjalan ke teras. Tidak ada siapa pun di sana. Merasa itu belum cukup memuaskan hati, Noah menuju pagar danberencana memeriksa sekeliling rumah.

Noah mengitari komplek perumahan itu dua kali. Dan tidak menemukan siapa pun di jam sembilan malam itu.

Saat kembali ke dalam rumah Elata, pecahan beling kaca sudah selesai di bereskan.

"Ketemu orangnya?" Ginan bertanya.

Noah menggeleng. "Tapi gue udah lapor satpam depan. Mereka bakal patroli lebih sering."

"Aneh banget lagian zaman gini masih ada orang iseng nggak ada kerjaan lempar-lempar batu." Tukas Mona kesal.

Ginan mengajak Mona kembali ke ruang tengah, melanjutkan film yang mereka tonton. Begitu pula dengan Elata jika bukan Noah menahannya.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya cowok itu.

Elata tersenyum. "Cuma orang iseng. Besok aku panggil tukang buat benerin jendelanya."

Tapi Noah merasa tidak tenang dengan hal ini. Ada sesuatu yang mengganggu perasaannya.

Melihat Noah yang kembali khawatir, Elata mendekat dan memeluk cowok itu. Bisa didengarnya degupan jantung Noah yang begitu cepat. Mungkin cowok itu berlari saat memeriksa keadaan di luar.

"Jangan khawatir, Noah." Elata mendongak. "Semuanya baik-baik aja."

Ketegangan Noah perlahan mengendur, dan pelukannya dibalas dengan lebih erat.

👑

Pelukannya dengan Mona hampir berlalu selama dua puluh menit. Cewek itu menangis dan merengek di bahunya. Elata berusaha menenangkannya dengan usapan di punggung. Sesekali mengomel dan mengejek sahabatnya itu cengeng.

"Harusnya gue sih yang sedih. Pasti di sana lo punya banyak temen baru terus gue dilupain." katanya setelah melepas pelukan.

Mona menyeka air matanya. "Nggak ada yang bisa gantiin lo. Emang orang sana suka dimintain contekan?"

"Nggak tau juga, sih. Emang masih mau minta contekan?"

"Atau gue tanya lo aja ya nanti. Stand by hp lo."

Elata tertawa. Perpisahan mereka di Terminal 3 itu berlangsung layaknya sebuah drama. Cewek itu menangisi semua orang. Termasuk Ginan. Siapa yang mengira kalo pasangan yang terlihat selalu bertengkar itu justru terlihat sangat romantis sekarang. Dan mereka juga akan menjalani hubungan jarak jauh.

Mereka melepas kepergian Mona, melambaikan tangan sampai cewek itu menghilang dari pandangan mata. Ginan rupanya diam-diam juga menangis dan Noah merangkul cowok itu.

Setelahnya mereka pulang terpisah. Ginan membawa mobil sendiri karena sebelumnya menjemput Mona dan keluarganya. Sepuluh menit kemudian mobil Noah melaju mulus di jalan tol arah keluar bandara.

"Mau langsung ke rumah sakit?" tanya Noah menoleh sekilas.

"Kalo... jalan-jalan dulu, boleh?"

Noah tersenyum simpul. "Boleh, Elata."

"Tapi ke mana ya..." Elata lalu membuka mesin pencari. Melihat rekomendasi tempat-tempat yang bagus untuk berkencan.

Sebelah tangannya yang sedang memegang ponsel tiba-tiba diambil. Dikurung dalam genggaman tangan Noah. Membuat cowok itu menyetir dengan satu tangan.

"Kenapa?" Elata bertanya.

"Seneng," Noah menarik tangannya dan mengecup punggung tangan Elata. "Diajakin kamu kencan."

👑

Tempat pertama yang mereka datangi adalah Dufan. Setelah membeli tiket fast track untuk menghemat waktu, Elata menggiring Noah menaiki berbagai macam permainan. Mulai dari kora-kora sampai komidi putar. Cowok itu mengikutinya, memenuhi semua permintaannya tanpa menolak sedikit pun.

Sampai saat Elata menariknya menuju wahana histeria, Noah menahan perempuan itu dan membawanya ke kursi yang dinaungi pohon.

"Pindah tempat aja, yuk." kata Noah ketika Elata sudah mau protes.

"Kenapa? Kamu nggak suka main di sini?"

Noah yang sejak tadi memegangi minuman meletakkan gelas di samping kursi lalu merangkum wajah Elata dengan tangannya yang dingin. Membuat perempuan itu seketika mendesah karena merasakan kesejukan. Rupanya cuaca yang terik membuat wajah Elata memerah.

"Kamu kepanasan gini."

"Tapi kita belum nyoba semua permainan."

"Masih ada lain kali, Elata. Kita masih bisa datang ke sini lagi."

Dengan berat hati perempuan itu mengangguk menyetujui. Karena sudah memasuki waktu makan siang, mereka pun singgah di salah satu restoran di bilangan Senopati.

Saat pesanan mereka sampai, Elata baru menyadari jika sejak tadi ia kelaparan. Terlalu excited bermain. Saat sedang menikmati makan, seorang anak kecil dengan dua kunciran di atas kepalanya mendekati meja mereka. Membuat Noah dan Elata sama-sama menoleh.

Anak kecil berparas imut itu menatap Noah tanpa berkedip. Bukan hal yang baru sebenarnya mendapati orang yang mengagumi wajah cowok itu. Sudah tidak terhitung berapa banyak orang di Dufan tadi yang tersandung karena menoleh ke arah Noah. Namun anak kecil ini dengan terang-terangan menunjukkan kekagumannya.

Noah akhirnya menyapa karena merasa terus diperhatikan. "Ada yang bisa kakak bantu?"

"Kakak mau jadi pacal aku?"

Elata hampir tersedak.

Noah mengulum senyum. "Adek namanya siapa?"

"Aluna."

"Mamanya mana?"

"Lagi ke toilet. Kita pacalan ya kakak. Mau ya kakak."

Elata harus menutup mulutnya karena adegan di hadapannya sekarang sangatlah lucu. Ia pun berdeham. "Adek, kenapa mau jadi pacar kakak ini?"

"Kalena ganteng. Milip cowok anime kesukaan aku."

Pantas saja tadi anak ini sampai tidak berkedip menatap Noah. Elata jadi teringat pertama kali dirinya melihat Noah. Tidak jauh berbeda dengan yang dirasakan anak kecil ini.

"Tapi kakak sudah punya pacar." Kata Noah dengan nada yang lembut.

"Mana pacalnya?

Noah menunjuk ke arahnya. Gadis kecil itu lalu menatap Elata. Dahinya berkerut. Seolah sedang menilai dirinya apakah pantas menjadi pacar Noah.

"Kakak suka yang cantik-cantik, ya?"

Noah tersenyum, kali ini menatap Elata. "Iya, suka yang cantik-cantik."

"Kalo lucu-lucu nggak suka?"

"Kebetulan dia cantik iya, lucu juga iya."

Elata menendang kaki Noah di bawah meja. Karena wajah gadis kecil itu yang seketika menjadi sedih.

"Adek bisa berhitung?" Noah bertanya lagi.

"Bisa?"

"Sampai berapa?"

"Sepuluh."

Noah kemudian membuka tangannya menghadap atas. "Kita pacaran sepuluh detik, ya. Kamu yang hitung."

Seketika senyuman gadis itu merekah. Ia melatakkan tangannya di atas tangan Noah. Lalu mulai berhitung dengan suara yang menggemaskan.

Sampai pada hitungan ke sepuluh gadis itu melepas pegangan untuk bertepuk tangan. Kemudian menatap Elata yang membuat kuncirannya bergoyang. "Kakak jagain mantan aku, ya."

Elata tidak bisa menebak umur gadis itu karena sudah mengetahui kata ppacaran dan mantan. Gadis kecil itu pun pergi setelah mamanya kembali memanggil.

"Kamu baru aja selingkuh depan aku."

Noah memegangi dadanya, memberikan ekspresi penyesalan. "Nggak akan diulangin lagi."

Lalu keduanya sama-sama tertawa.

👑

"Jadi Ibu minta tolong aku buat bawa kamu potong rambut. Jadi inilah hari yang tepat. Maaf banget tapi nggak bisa ditolak. Rambut kamu udah kepanjangan."

Begitulah titah Elata sambil menariknya masuk ke dalam salon dengan bersemangat. Senyumannya yang indah terlalu melemahkannya sampai Noah tidak bisa menolak.

"Mau dipotong model gimana, nichh ganteng??"

"Dipendekin sedikit aja." Sahut Elata yang berdiri di samping kursi Noah. Mereka bertatapan melalui cermin di hadapannya. "Bagian belakang sih yang kepanjangan."

Sang hair stylist itu sudah mencuri lihat ke arah Noah sejak mereka masuk. "Ganteng banget ye pacarnya ini... nemu di mana eyke mau satu. haduu... enak yang begini ini."

Noah sampai melonjak ketika laki-laki metroseksual itu memasangkan penutup mengelilingi di lehernya.

"Jangan banyak dipegang-pegang, ya mas. Ini punya saya." kata Elata setengah bercanda.

"Kok, mas. Nama gue Seskey. Tenang aja. Gampang nih kerjaannya digimanain juga jadinya tetep cakep."

Noah terlihat gelisah selama proses pemotongan rambut itu karena sekaligus mendapatkan sentuhan-sentuhan genit dari Seskey. Saat tatapan mereka bertemu kembali melalui cermin, Elata tersenyum sambil melemparkan ciuman di udara.

Setelah selesai, Noah melihat pantulan dirinya di cermin. Jujur harus diakui jika ia memang sudah membutuhkan potong rambut. Penampilan barunya ini membuatnya terlihat segar.

Noah berterima kasih pada Seskey. Berupaya menghindar dari berbagai sentuhan-sentuhan laki-laki itu dan segera mencari Elata. Anehnya perempuan itu tidak ada di selasar ruang tunggu.

"Mbak, liat cewek yang tadi dateng bareng saya, nggak?" tanya Noah pada staff di sana.

"Oh di sana, mas."

Noah mengikuti arah yang di tunjuk. Lalu terpaku. Menatap ke arah Elata yang datang menghampirinya dengan berlari kecil. Senyuman masih ada di wajah perempuan itu. Hingga sampai berdiri di hadapannya, Noah masih saja terbungkam.

"Gimana?" tanya Elata memegangi rambutnya. "Bagus, nggak?"

Rambut Elata yang tadinya panjang bergelombang sebatas pinggang kini sudah dipotong pendek di atas leher.

Elata tetap terlihat sempurna. Ia hanya terkejut luar biasa. Karena sejauh yang ia tahu, Elata begitu menyukai rambut panjang. Perempuan itu senang merawat rambutnya.

"Nggak cocok, ya?" tanya Elata lagi. Kali ini gurat sedih muncul di matanya.

Noah berdehem. Elata akan selalu terlihat cantik di matanya. "Cocok, kok."

"Tapi ekspresinya gitu."

"Cuma kaget kamu potong rambut juga," Noah mengusap rambut pendek Elata. "Cantik, sayang. Aku senang lihatnya."

Elata kembali tersenyum. Melihat tampilannya lagi di cermin sebelum mereka pergi meninggalkan salon.

👑

Dari semua tempat yang ada di Jakarta, Noah tidak pernah menyangka kalau Elata menginginkan datang ke tempat ini.

Mobilnya di parkir agak jauh di depan minimarket. Keduanya berjalan menyusuri tepi jalan yang ramai dengan kepadatan motor dua arah tanpa pembatas di bagin tengah.

Setelah memindahkan Elata ke sisi tubuhnya, mereka menyebrangi jalan. Di bagian ini lebih banyak penjual yang berjejer di bahu jalan. Berbagai jenis kue tradisional, hingga buku-buku bekas yang disusun alakadarnya.

Beberapa kali Noah harus merangkul Elata karena di siang menuju sore, pasar itu dipadati pengunjung. Membuat mereka berdesakan. Ia memosisikan Elata berjalan di depan dengan dua tangannya memagari perempuan itu.

"Kamu mau cari apa?" bisik Noah.

"Nanti juga kamu tahu. Beli minum dulu, ya?"

Elata berhenti di gerobak cendol. Satu es cendol dengan sedotan disambutnya gembira. Noah menarik dompet dan membayar minuman itu ketika Elata lebih dulu berjalan meninggalkannya.

"Elata tunggu... ini pak. Ambil aja kembaliannya." Setelah meletakkan lembaran seratus ribuan itu Noah segera mengejar Elata yang berada semakin jauh di depan. Menyelipkan tubuh tingginya di antara pengunjung pasar lainnya.

Tiba-tiba suara ribut dan teriakan melengking terdengar. Menarik perhatian seluruh pengunjung pasar. Seolah waktu berhenti dan semuanya menoleh pada satu titik.

Di depan sana ada satu preman pasar berbadan kekar dengan banyak tato di tubuhnya yang memang sengaja ingin dipamerkan. Sedang mendelik marah, pada perempuan di hadapannya.

Perempuan milik Noah.

👑

Nggak mungkin ada yang nyangka aku update tiga hari berturut-turut 😝

Ada yang bilang di DM instagram aku, (padahal bisa aja commen di sini karena aku senang bacain comment kalian)
Dia bilang dia ngerasa asing sama Elata.
Aku cuma berharap Elata nggak putus asa dan bunuh diri.
(Lah yang nulis kan saya)
Aku kalo nulis suka nggak sadar diri 🤣

Haii... gimana harinya?
Baik-baik yaa... kalo enggak, marah-marah aja. Nangis aja. Ngomel aja. Siapa tau bisa lega.

Terima kasih sudah membaca cerita ini.
Jangan bosen dukung aku ya

Faradita
I love you in every word 🌬️🤍

Ps : mungkin... kalo isi kepala dan moodku nggak berubah, part depan ada versi uncut. Hehe 🤭

Yang abis potong rambut bareng

Dadah Elata rambut panjang

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top