XLII - Mencoba Lagi

But know that what we have will always last.

👑
Rini - My Favorite Clothes
(Wajib baca sambil dengerin ini lagu karena menggambarkan isi hatinya Noah 💓)
👑

PANDUAN MEMBACA:
1. Vote dan komen dulu 🙏🏻
2. PEGANGAN REMNYA BLONG
👑

Elata terganggu oleh cahaya terang yang masuk di sela tirai jendela. Matanya membuka berat, lalu menutup kembali karena kantuk masih tersisa. Ia memberi waktu otot tubuhnya terbangun, dengan menghirup napas panjang. Yang mengisi rongga dadanya dengan aroma kayu hangat juga maskulin. Ia selalu penasaran dengan bahan linen sprei ini. Sangat lembut di kulit dan membuatnya enggan bangun karena terlalu nyaman.

Lalu tiba-tiba ada sebuah palu besar menghantam kepalanya, Elata tersentak sadar dan terduduk di atas tempat tidur Noah. Selimutnya melorot ke pinggang, namun segera kembali diraupnya untuk menutupi tubuh bagian atasnya yang polos tanpa pakaian.

Tidak butuh waktu lama bagi Elata untuk mengingat apa yang sudah terjadi tadi malam. Ia memindai ruang, tidak ada Noah di sana. Ia menajamkan pendengaran, tidak ada suara apapun dari luar. Ia segera mencari pakaiannya, yang ternyata sudah terlipat rapi di ujung tempat tidur lengkap dengan pakaian dalamnya.

Elata memakai bajunya serampangan sambil berlari keluar. Sempat terseok karena jari kakinya terantuk meja. rasanya nyeri tapi ia tetap berlari terpincang, menyambar pakaian apa saja dari dalam koper dan masuk ke kamar mandi dengan tersengal. Lalu membenturkan dahinya di daun pintu.

"Bego-bego-bego-bego-bego!" rutuknya pada diri sendiri.

Elata bersiap dengan cepat. Sampai dirinya berdiri di depan cermin dan mendapati wajahnya yang merah muda. Memandangi dengan mata membulat beberapa bekas ciuman di leher dan dadanya. Ia merinding, saat menyentuh salah satu bekas di atas dadanya, yang langsung merajam ingatannya atas kejadian semalam. Kulitnya meremang, karena tubuhnya mengingat di bagian mana saja Noah sudah menyentuhnya.

Noah terbukti sangat lihai menyentuhnya. Mungkin ini bukan pertama kalinya bagi cowok itu. Pasti sudah ada wanita lain yang bersamanya. Dua tahun waktu yang cukup panjang. Apalagi di luar negeri hal semacam ini bukan hal tabu lagi.

Tapi ini pertama kalinya bagi Elata, ada seseorang yang menyentuhnya seintim itu.

Wajahnya terbakar. Elata sudah tersesat terlalu jauh bersama Noah. Sudah jelas tinggal bersama cowok itu adalah keputusan yang keliru dan buru-buru. Mungkin sudah saatnya ia pergi dari sini. Nyatanya ia tidak bisa menolak setiap Noah mencoba mendekat. Atau tidak benar-benar berusaha menolak.

Udah beneran nggak punya muka ketemu Noah.

Elata merasa sangat malu pada dirinya, juga pada cowok itu. Bisa-bisanya ia membiarkan Noah menyentuhnya sejauh itu, di saat hubungan mereka bahkan tidak jelas sama sekali. Sekarang apa yang akan Noah pikirkan tentangnya saat ini?

Mulutnya selalu menolak, tapi setiap Noah datang padanya Elata selalu menyambutnya. Cewek munafik? Ceklis.

Elata meminta cowok itu menyembunyikan hubungan, tapi juga menikmati kebersamaan mereka. Cewek murahan? Ceklis.

Setelah selesai bersiap, Elata menelepon Adit untuk menanyakan tentang kost wanita yang diceritakannya tempo hari. Cowok itu tentu saja bersedia membantu menanyakan dan akan mengabarinya siang nanti. Kalau pun kost itu penuh, ia akan meminta izin pada Pelita untuk sementara tinggal di asrama Yayasan.

Ya, itulah yang seharusnya dilakukan Elata dari awal. Bukan malah terjerat pesona Noah.

Noah nge-drop. Di opname dua minggu karena malnutrisi.

Elata mengusap wajah dengan dua tangan. Rasa bersalahnya pada Noah bergerak sangat cepat membuat kepalanya pening.

Elata berniat langsung pergi agar bisa menghindari pertemuannya dengan Noah. Pasti cowok itu sedang ada di gym seperti biasa. Tapi pergi begitu saja tanpa mengatakan apa-apa hanya akan membuatnya semakin terlihat seperti cewek murahan.

Elata pun membuka kulkas dan berencana menyiapkan sarapan. Salah satu tugas yang sering terlupa karena sejauh ini Noah lebih banyak bertindak mengurusnya. Ia memutuskan membuat roti panggang isi, mengeluarkan bahan-bahan dari dalam kulkas. Baru saja hendak menyalakan kompor listrik itu, pintu apartemen berdenting menandakan pin berhasil dimasukkan.

Sekujur tubuh Elata menegang. Ia tidak berani berbalik, meski punggungnya merasakan tatapan Noah. Tangannya menggenggam spatula begitu kuat seolah itu pegangan terakhir di hidupnya. Degup jantungnya menggila. Elata bisa saja pingsan sekarang.

Jangan ngajak ngobrol, please.

Elata sama sekali tidak keberatan jika Noah melewatinya saja. Atau kalau perlu mereka tidak perlu bertegur sapa. Namun tubuhnya sontak membeku karena hawa hangat semakin mendekati punggungnya, keberadaan cowok itu semakin terasa. Bahunya mengungkit kaku ketika Noah menunduk ke sisi kepalanya lalu mencium sudut pelipisnya.

"Morning," bisik cowok itu setelahnya.

Ya ampun ya ampun. Lututnya melemas.

"Gue beli bubur ayam," Noah yang berdiri di belakangnya mengulurkan tangan mematikan kompor. "Tunggu gue mandi dulu, sarapan bareng."

Elata masih menghadap kompor dengan spatula yang diremasnya begitu kuat. Tidak berani berbalik sama sekali dengan bahu menegang luar biasa.

"Denger, kan?" Noah mengusak puncak kepalanya. "Jangan kabur dulu. Mau ngomong sama Elata." lalu cowok itu berlalu meninggalkannya di dapur.

👑

Setelah terperangkap dalam kecanggungan tak berujung di mana Elata terpaksa ikut sarapan bersama Noah, cowok itu meninggalkannya ke balkon untuk menerim telepon. Hanya Elata yang bersikap seperti seluruh tubuhnya dijerat tali, sedangkan Noah bersikap santai seperti biasa. Terlalu santai malah. Seperti apa yang terjadi tadi malam hanyalah mimpi. Tapi itu tidak masalah, mereka jadi tidak perlu membahasnya.

Kursi di sebelahnya di tarik, membuat Elata berjengit.

"Ngelamunin apa?" tanya Noah.

Elata membungkam mulutnya dengan kerupuk dan menggeleng di hadapan piring.

"Udah selesai makan?"

Elata menyuap sendok bubur terakhir sekaligus ke mulut. Lalu mengangguk.

"Gugup banget keliatannnya," Noah memutar kursi menghadap penuh pada Elata, menyandarkan tangan di sandaran kursinya. "Nggak mau liat sini?"

Elata menjangkau segelas air, memutar kursi pelan-pelan membelakangi Noah.

"Elata, mau diajak ngomong dulu ini."

Ampun banget nih cowok!

"Iya," katanya dengan bibir gelas menyumbat mulutnya. "Ngomong aja."

"Gimana badannya?" Noah mengusap sikunya. "Ada yang nggak enak tadi pas bangun?"

Oh, mau dibahas ternyata. Nangis aja apa, ya?

Dengan masih menggigit gelas, Elata menggeleng.

"Dijawab pake mulut, Elata. Mau denger langsung."

"Nggak papa Noah udah ya bisa nggak jangan dibahas lagi aku nggak sanggup malu banget sampe nggak bisa liat kamu..." kata Elata dalam satu tarikan napas.

Noah terkekeh lembut, lalu menjangkau tangan Elata dan dibawa ke depan cowok itu. Mau tak mau kursinya berputar, menghadap cowok itu. "Dokter tadi nelepon katanya perbannya bisa dibuka."

Noah membuka selotip perban dan lapisannya pelan-pelan. Elata bahkan tidak terkejut kalau Noah mengetahui dokter yang merawat tangannya. Ia memperhatikan cowok itu yang memperlakukan tangannya begitu lembut, seperti sebuah porselen rapuh yang tersentuh angin saja akan koyak.

Begitu saja dan hatinya menghangat.

Setelah semua perban tanggal, tangannya terasa telanjang. Sedikit lembab dan kebas.

"Gimana tangannya?" tanya Noah. "Pegel? Atau kesemutan?"

Elata sudah bisa menggerakkan jari tangan saat perban masih terpasang. Namun kali ini ia mencoba mengepal lebih kuat. "Sedikit kesemutan."

"Katanya wajar karena baru buka perban." Lalu Noah memotret tangannya sekali.

"Kenapa difoto?"

"Dokternya minta," Setelahnya Noah kembali sibuk merapikan bekas perban, membuangnya ke tong sampah. Lalu ke kamar membawa bungkusan tempo hari juga mengambil kompres es dari kulkas. Cowok itu sibuk membaca resep yang ada dan membandingkan salep mana yang harus digunakan.

Setelah menemukan salep yang tepat, Noah mengambil tangannya lagi, namun Elata menepisnya pelan. "Aku... bisa sendiri, kok."

"Iya, tau. Elata bisa apa aja. Bisa panjat pohon buat nurunin kucing, bisa lari dari kejaran preman, bisa lompat dari atas gedung," Noah mengambil tangannya lembut. "Tapi sekarang ada gue."

Elata tidak bisa lagi mengelak, membiarkan cowok itu mengoleskan obat. "Aku boleh tanya?"

"Tanya aja,"

"Kenapa kemarin fotoin aku diem-diem?"

Noah menggenggam tangannya untuk mengolesi jari-jarinya satu per satu dengan telaten dan sabar. Sama seriusnya seperti tadi malam ketika membantunya melepaskan permen karet. "Kalo terang-terangan pasti nggak mau."

"Agak kaget aja."

"Sama. Gue juga kaget. Karena setelah sekian lama, akhirnya gue bisa liat lagi senyuman Elata yang kayak dulu."

Degup jantungnya bertalu lebih cepat dua ketukan.

"Senyumnya cantik," Noah meniup punggung tangannya yang sudah terolesi salep obat. "Mau disimpen senyumnya jadi difoto."

Semakin lama Elata dibuat semakin pening. Karena hatinya terus menerus dibanjiri kehangatan, merasakan guncangan hebat tatkala sosok di depannya benar-benar menjelma menjadi orang yang dua tahun lalu ditinggalkannya dengan kejam.

Dia masih sama. Tapi perasaanku sudah rusak.

Setelah selesai mengoles obat, Noah mengambil kantong kompres di atas meja. "Tadi disuruh kompres sama dokter. Sebentar aja." Noah menempelkan ke punggung tangannya sesaat. "Bisa ditahan dinginnya?"

Elata menggangguk pelan. "Bisa."

Mereka saling berpegangan tangan, di bawah kompres dingin itu. Untuk beberapa saat mereka hanya diam. Meski berhadapan, Elata belum berani menatap mata cowok itu. Walau ia berani bertaruh saat ini Noah pasti sedang memerhatikannya.

Noah menggerakkan genggaman tangan mereka, seperti hentakan lembut. Membuat mata Elata berlarian naik menemukan mata cowok itu, yang tengah tersenyum menatapnya. Elata buru-buru menunduk, lalu mengalihkan matanya ke jendela kaca terbuka dengan sinar matahari menyorot masuk.

Hatinya menjerit mendapat perlakuan semanis ini. Ia pun bingung apakah harus membahas tentang kejadian Om Lukman atau tidak. Ia tidak tahu sejauh mana Noah tahu tentang masalahnya ini. Dan cowok itu masih tidak menyinggung soal apapun tentang penyebab lukanya.

Elata terlalu takut jika Noah akan menanyakan banyak hal, di mana ia tidak ingin melibatkan cowok itu dalam masalahnya dan menyusahkan cowok itu lebih banyak lagi. Terlebih, Om Lukman adalah tanggung jawabnya. Ia tidak akan membiarkan laki-laki itu mengganggu Noah.

Elata merasakan usapan di tangannya yang digenggam Noah.

"Udah nggak papa sekarang," Noah menyudahi kompresan. Beralih mengeringkan tangannya yang lembab dengan tisu. "Elata udah nggak papa. Di sini aman. Jangan takut lagi. Kalo ada masalah bisa bilang. Pasti dibantuin."

Noah mungkin hanya mengatakan hal acak, untuk menenangkannya. Tapi entah kenapa itu sangat tepat di hatinya. Sangat sesuai dengan apa yang ingin didengarnya.

Elata menelan ludah. "Makasih, ya Noah."

Noah masih menggenggam tangannya.

"Kamu... udah terlalu banyak ngelakuin sesuatu buat aku. Sampe aku bingung gimana harus berterima kasih. Padahal aku aja masih nggak berani minta maaf sama kamu. Karena aku sadar kesalahanku yang dulu nggak pantas kamu maafin. Sekarang, berada di sini, di hadapan kamu, bikin aku bener-bener bingung harus ngapain."

Noah menarik tangannya lebih dekat, meletakkan tautan tangan mereka di paha cowok itu. "Bisa kasih izin aja?"

"Izin apa?"

Noah menggeser kursinya mendekat. Membuat lututnya berada di antara kaki cowok itu yang membuka lebar. Membuat Elata tidak dapat lagi memalingkan wajah, memaksa keduanya saling menatap.

"Boleh ya ngejar Elata lagi?"

Elata menarik napas tertahan, menegakkan tubuhnya tegang. "Jangan, Noah. Aku... belum bisa. Aku nggak tau... perasaanku gimana. Aku nggak mau bikin kamu sakit lagi nantinya," Elata mencoba melepaskan genggaman. "Jangan, ya..."

Noah mengeratkan genggaman. "Nggak papa. Udah siap jatuh. Siap ditolak juga. Nggak papa kalo Elata belum mau, makanya ini mau dikejar lagi. Mau dikasih liat seberapa serius sama Elata. Mau diusahain lagi hubungannya."

Elata merasakan hatinya teremas. Matanya berembun merasakan ketulusan dalam suara cowok itu. Namun kepalanya terus menggeleng pelan tak bertenaga. "Noah jangan, ya... aku nggak baik buat kamu."

"Elata masih boleh lari. Nggak papa kalo itu jalan yang saat ini bikin tenang. Tapi bolehin juga buat dikejar lagi. Biar nggak ngerasa sepi, larinya nanti ditemenin. Mau, ya?"

Setetes air mata tiba-tiba lolos dari pertahanannya. Noahnya yang manis. "Kenapa... kenapa masih kayak gini?"

"Nggak tau," Noah mengusap pipinya lembut dengan ibu jari. "Nggak ngerti juga kenapa maunya cuma Elata."

👑

Rini - My Favorite Clothes (lirik)
Got ashes on my pants, my favourite ones but I don't care no more
Ada abu di celana favoritku tapi ku tidak peduli lagi
If you're not here with me, my favourite one, I might as well just go
Jika kau tidak di sini bersama ku, favorit ku, ku mungkin pergi saja
I'll leave it in your room my favourite clothes and you can wear them out, if you want
ku akan meninggalkan pakaian favorit ku di kamarmu dan kamu bisa memakainya, jika kamu mau
But just in case you miss the way I smell, it'll just be there
Tapi untuk berjaga-jaga jika kamu rindu aroma ku, aroma ku akan di menempel di baju itu

Cause I can't make you stay if you wanna go
Karena ku tak bisa membuatmu tinggal jika kamu ingin pergi
But I will wait for you to say "Come home"
Tapi ku akan menunggu mu untuk mengatakan "Pulanglah"
Now might not just be the time for us
Sekarang mungkin bukan waktu yang tepat bagi kita
But know that what we have will always last
Tetapi ketahuilah bahwa apa yang kita miliki akan selalu bertahan lama
I fear the day might come that I will see you with another man
aku khawatir hari suatu hari ku akan melihat mu dengan pria lain
As much as it hurts me in the feels, I hope he holds your hand
Sebanyak apapun itu menyakitkan perasaanku, ku harap dia memegang tangan mu
I pray to God that you live happily, appreciate yourself
Ku berdoa kepada Tuhan agar kau hidup bahagia, bahagialah kau.
Who knows maybe one day we'll be a family
Siapa tahu suatu hari nanti kita akan menjadi keluarga

👑

Hehe 😃
Begini banget nulisnya.
Nulis yang manis jadi salting, nulis yang sedih jadi reog sendiri.
😮‍💨😮‍💨

Hai... apa kabar kamu?
Banyak kerjaan ya di kantor?, tugas kuliahnya numpuk ya? Ngerasa jenuh di rumah setelah jadi ibu?

Hanya perlu ingat ini, setiap orang punya rintangannya masing-masing. Yang kamu liat di luarnya itu hanya secuil kamuflase dari usaha mereka menutupi masalahnya.

Sama aja kayak kita. Kalo lagi seneng posting pamer sana sini. Kalo lagi sedih, disimpen sendiri.

Lewatin aja, ya. Kuat aja, ya. Pasti bisa kok. Kalo nggak pun, nggak ada yang nyalahin.

Faradita
I love you in every word 🫶🏻

Ps: pada ketagihan uncut yaaa? Hehehehehehe

Ps 2: sudah bisa dekat sama kucing ya Ta

Ps 3 : yang tiba-tiba cemburu kucingnya deket sama  kucing lain 🤣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top