XIII - Konfrontasi
Aku tidak suka melihatmu menjauh. Denyut nadiku terbiasa mendengar detak jantungmu.
👑
Seperti biasa, penampilan The Prince's mampu memeriahkan suasana di mana pun tempatnya. Ada tiga lagu yang mereka bawakan. Semuanya berirama santai, yang memang ditujukan untuk membuat semua penonton saling berangkulan, atau berpelukan sambil menyanyikan lagu.
Saat lagu terakhir selesai, Noah langsung meletakkan gitar dan turun dari panggung. Rasanya sulit mengalihkan tatapan dari Elata, yang mana perempuan itu juga tidak mau melihatnya.
Bisa dihitung dengan jari berapa banyak Noah dan Elata bertengkar. Bahkan tidak bisa dibilang pertengkaran karena hanya butuh kurang dari lima menit mereka akan kembali berbaikan. Noah tidak suka membiarkan sesuatu berlarut lama. Baginya lebih baik bicara pahit tapi tuntas saat itu juga.
Dan sekarang Noah tidak tahu bagaimana membujuk perempuan itu.
"Noah," Sintya menghampirinya lagi dengan gelas yang sama. "Ini minuman buat lo. Jangan ditolak lagi, dong. Lo pasti haus abis tampil."
Noah menerima uluran gelas itu. "Thanks,"
"Tadi nolak gue kasih minum karena ada Elata, ya?"
Noah tidak berminat pada minuman yang dibawakan Sintya.
"Kata lo dia nggak bisa dateng,"
"Dia nekad ke sini sendirian." Noah hampir meremukkan gelas di tangannya.
"O-ow... kalo lo bisa marah hanya karena itu, gue rasa dia orangnya."
"Dia cemburu sama lo, Sin. Sebaiknya lo kurang-kurang pegang-pegang gue."
"Makanya jelasin aja semuanya," Sintya tergelak. Namun tetap menonjok pelan bahu Noah. "Oh, iya. Gue mau ngenalin lo sama seseorang."
"Go- Hugo! Sini!" Sintya menerima pelukan dari laki-laki yang baru datang itu. "Gue tau lo pasti bisa dateng. Ini Noah yang gue ceritain kemarin. Noah, kenalin ini namanya Hugo. Lo tau dong dia siapa?"
Noah merasa tidak asing dengan wajah Hugo. Tapi ia tidak bisa mengingat di mana pernah melihatnya.
"Wah, parah dia nggak tau lo, Go!" Sintya tertawa. "Dia vokalisnya Interlude. Nggak mungkin lo nggak tau band yang lagunya diputer di mana-mana itu."
Hugo pun tersenyum. "Wajar dia nggak tau gue. Fans kami kebanyakan cewek. Lagian kami baru punya beberapa lagu. Masih amatiran, lah."
"Amatiran tapi jadi band pembuka Colday? Merendah lo kerendahan, Go."
Noah tahu band itu. Yang tampil di kencan pertamanya bersama Elata. Yang tampil di ulang tahunnya Mona. "Gue pernah beberapa kali liat kalian manggung, kok. Nggak nyangka ketemu di sini."
"Gue sengaja ke sini karena Sintya bilang gue harus ketemu lo."
Kalimat itu membingungkan Noah. "Gue?"
"Katanya ada pemain gitar yang cocok buat diajak audisi untuk gantiin gitaris gue yang kena kasus narkoba. Gue udah liat permainan lo tadi, dan kayaknya gue harus bisa maksa lo ikut audisi."
Jujur saja Noah tidak tertarik. "Sorry, mungkin lain kali."
"Wo, cepet amat gue ditolaknya."
"Dia emang gitu, Go." Timpal Sintya.
"Atau lo nggak mau audisi dulu? Kayaknya dengan skill main lo, dan tambahan tampang lo ini gue nggak punya alasan buat nggak nerima lo, deh. Malah gue yang rugi nanti Gimana?"
"Lo bisa pikirin ini dulu, Noah. Kesempatan nggak datang dua kali. Nggak pernah, lho Hugo yang nawarin orang kayak gini."
Hugo merogoh kantongnya dan memberikan kartu nama kepada Noah. "Itu nomor gue, dan kantor Iram Music. Lo bisa mikirin dulu. Tapi gue berharap banget lo mau nyoba ini."
Hugo tidak datang untuk tinggal lama. Ia cuma datang untuk melihat penampilan Noah. Dan setelahnya laki-laki itu pamit pulang.
"Gue kenal Hugo karena bokap gue jadi salah satu pemegang saham di label musik Iram. Dan waktu gue denger mereka lagi cari gitaris, gue ngebet banget sama Hugo soal dia yang harus liat lo," Sintya tersenyum gembira dan merangkul lengannya. "Gimana?"
Noah melepaskan rangkulan Sintya perlahan. "Baru aja gue bilang kurang-kurangin pegang gue."
Sintya tertawa dan menggangguk. "Dah, sana. Cari cewek lo."
Noah pernah berkata ia ingin melihat Elata cemburu. Tapi ternyata ia dibuat kalang kabut karena tindakan gegabah perempuan itu. Sekarang Noah hanya ingin segera membawa Elata pulang.
👑
Elata baru saja ditinggalkan Mona karena cewek itu mendatangi Ginan yang baru selesai tampil. Biasanya ia juga akan menghampiri Noah. Tapi kali ini tidak. Kekesalan menuntunnya duduk di sofa pendek dengan gelas minuman di tangan. Ia belum mau melihat Noah lagi.
Elata meletakkan gelasnya di meja yang penuh dengan puntung rokok juga gelas minuman lainnya. Ia merogoh tas dan memeriksa ponsel. Membuatnya lega karena tidak ada panggilan atau pesan dari orang tuanya. Artinya semuanya masih baik-baik saja.
Saat itulah kakinya disenggol. Elata mendongak dari layar ponsel. Noah berdiri di depannya.
"Berdiri." Noah berujar singkat.
Kalo Noah mau mempertahankan kemarahan ituc maka Elata pun demikian. "Mau ngajak pulang lagi? Nggak mau."
"Elata..."
"Mau nyeret aku?" tantangnya. "Coba aja." Elata meraih gelasnya lagi dan meminum isinya yang kemudian membuatnya terbatuk-batuk.
Noah berlutut dengan satu kaki ditekuk. Cowok itu menepuk-nepuk punggungnya, mengambilkan tisu dari tengah meja untuknya. Mengambil gelas di tangan Elata dan mengendus isinya.
"Kamu minum apa?"
"Soda."
"Ini bir."
Rupanya Elata salah mengambil gelas dari atas meja. Sepertinya kabut di wajah Noah semakin pekat. Sedetik Elata sempar menciut dibuatnya.
"Pulang, sekarang." Noah yang tidak menyerah itu membuat justru Elata semakin kesal.
"Kalo kamu nggak suka ada aku di sini, anggap aja aku nggak ada." Elata lalu berdiri dari sana dan ikut menonton penampilan band selanjutnya. Ia tidak tahu itu siapa, tapi mereka menampilkan musik rock yang sangat berisik.
Elata berdiri di antara penonton yang menikmati lagu, dan tiba-tiba saja telinganya ditutupi oleh tangan seseorang yang berdiri tepat di belakangnya. Elata hanya perlu mendongak ke atas, untuk bisa melihat Noah.
Elata mencoba melangkah maju untuk menjauh, tapi Noah lebih kuat menahannya. Rasanya kehangatan tangan cowok itu seperti melelehkan kekesalannya. Sangat sulit untuk ditolak. Suara musik yang berisik itu pun tidak lagi mengganggunya.
Dasar, hati lemah.
Meski kepala Elata merasa sedikit pusing, tapi ia tidak mau beranjak dari momen ini. Ia akan menerima perlakuan manis Noah, tapi tidak dengan berdamai dengan laki-laki itu malam ini.
Namun seseorang yang menghancurkan momen itu dengan sebuah sapaan.
"Hai, Elata," Sintya yang datang dengan senyuman lebar. "Gue kaget liat lo di sini. Soalnya Noah bilang lo nggak diizinin dateng."
Waw, perlu banget Noah lapor ke dia?
"Kami udah mau pulang," kata Noah mengambil alih tasnya. "Bye, Sin."
"Nggak mau," Elata kukuh menolak. Menguji kesabaran Noah hingga pada batasnya.
"Pulang!" Noah menggandengnya. "Mau ngapain di sini?"
"Terserah aku, lah. Apa pedulinya sama kamu?"
"Elata!"
Keberanian Elata terpecut setiap kali Noah menyebut namanya dengan tegas seperti itu. "Kamu aja pulang sendiri!"
"Yaudah, Noah." Sintya berdiri begitu dekat dengan Noah. "Biarin aja Elata di sini. Makin banyak orang makin asik. Atau lo mau anterin gue?"
Hah?
"Sama yang lain aja, Sin." Noah melepaskan pelukan Sintya di lengannya. "Gue harus sama Elata."
Sintya sengaja memegang tangan Noah. "Lo liat sendiri Elata masih mau di sini. Nggak baik maksa anak orang. Nanti biar Elata diantar sama supir gue."
Sintya sengaja meletakkan kepalanya bersandar di bahu Noah.
Dan begitulah caranya memantik api di dalam diri Elata berkobar lebih besar. Ia maju berdiri di antara Noah dan Sintya. Berhadapan langsung dengan cewek itu yang tergopoh mundur.
"Lo suka sama Noah?" Elata tidak mengurangi volume suaranya, pemain band pun sudah selesai sehingga hal itu menarik perhatian orang-orang yang ada di sana.
Dengan kepercayaan diri, Sintya menatap Elata dari kepala hingga kaki. "Ya suka dong, kan gue temen Noah dari dulu."
"Temen macam apa yang suka nempel-nempel nggak jelas gitu?"
Mona dan Ginan datang. Mereka berdiri tidak jauh dari sana, sambil memberikan dua jempol pada Elata. Wajah cewek itu berkata, "Lanjutkan, sahabatku! Babat sampai habis! Gue back-up dari sini!"
"Elata, lo cemburu liat gue deket sama Noah? Tenang aja, kami udah lama kenal. Emang biasa kayak gini, kok. Jangan salah paham, ya."
Entah dari mana adrenalin ini berasal, tapi Elata ingin memuntahkan semuanya. "Gue nggak mungkin salah kalo lo suka sama Noah. Semua rangkaian acara malam ini bahkan lo setting buat deketin dia, kan?"
Kini musik pun berhenti seluruhnya. Semua orang di sana menatap ke satu titik, ke arah Elata.
"Elata, biar gue jelasin—"
"Oke, lo lebih dulu kenal dia. Oke lo temen deket dia. Tapi sesama cewek lo harusnya tau gimana perasaan saat liat cowoknya digrepein cewek lain," Elata melangkah maju. "Gue nggak peduli lo temen Noah dari kapan. Tapi sekarang dia pacar gue. Jadi jauhin tangan lo dari Noah."
Dari sudut matanya, Elata tahu Mona tengah kegirangan. Semua orang di sana sekarang saling berbisik. Tidak ada yang pernah melihat seorang Peristeria Elata mengeluarkan emosinya. Ia cenderung menjadi anak pendiam yang sabar di kelas.
Seseorang berpakaian casual dengan t-shirt kebesaran dan rambut pendek berwarna ungu datang. Dia menyelip di antara kerumanan, lalu berdiri di samping Sintya yang juga menyambut kedatangannya dengan senyum lebar. Dan setelahnya membuat semua orang terkesiap serentak karena keduanya berciuman. Di bibir.
"Dari mana aja, babe? Gue nungguin dari tadi," kata Sintya manja. Memeluk lengan orang yang baru datang itu. "Eh, kenalin. Ini pacar gue namanya Putri."
Ya, dia seorang wanita meski penampilannya tomboi dengan celana kargonya itu. Yang diperkenalkan tersenyum kecil. Tampak kebingungan.
Elata hampir menjatuhkan mulutnya ke lantai. Ia ingin menggigit lidahnya sendiri sampai putus. Tampaknya Sintya sama sekali tidak tersinggung dengan ucapannya barusan, justru wanita itu mengedipkan sebelah mata pada Elata.
Sialan. Noah harusnya memberitahunya! Rasa malu hampir membuat Elata tidak bisa mengangkat kepala.
Elata membalikkan badan. Tepat di hadapan Noah yang diam memperhatikannya. "Jadi pulang, nggak?!"
Noah mengangkat tangan ke arah Ginan dan Mona sebagai bentuk pamit singkat, lalu membawa Elata keluar dari sana.
👑
Tidak ada yang bicara di dalam mobil yang melaju itu. Elata menatap keluar jendela, sedangkan Noah fokus pada jalanan di depannya.
Sepertinya Elata tadi mabuk. Karena kalau bukan, berarti ia sedang kerasukan.
Bisa-bisanya ia menuduh Sintya secara langsung dan terang-terangan begitu. Di hadapan puluhan pasang mata pula. Bukan sifatnya mengonfrontasi seperti itu. Ia cenderung diam saja dan tidak ambil pusing. Sikap berani tadi bukanlah apa yang akan Elata pikir lakukan.
Lebih parahnya lagi tuduhannya langsung hangus tak bersisa. Ia seperti orang tolol. Ia ingin mengubur wajahnya yang sangat malu sekarang.
Elata menutup matanya. Sekarang semua orang pasti mengira dirinya adalah cewek gila. Ia mengetuk-ngetukkan dahinya ke kaca jendela. Sebelum tangan Noah menggapai kepalanya dengan sebelah tangan, menutupi dahinya dengan telapak tangan cowok itu.
"Kenapa?" tanyanya.
Elata menggeleng. Ia membenarkan posisi menjadi duduk tegak. "Berapa lama baru sampe?"
"Kira-kira satu jam lebih," Noah menekan tombol yang membuat sandran kursi Elata bergerak turun. "Tidur aja kalo mau."
"Aku nggak ngantuk."
Noah tersenyum. "Malam ini kamu selalu ngebantah, ya?"
"Emang biasanya aku penurut?"
Noah mengangkat bahu. "Yang biasanya manis."
Elata bersidekap, membalikkan setengah tubuhnya ke arah jendela. Memangnya gara-gara siapa ia jadi kacau begini.
"Tapi ternyata aku juga suka kamu yang kayak gini," Noah menurunkan sandaran kursinya lagi. Membuat Elata nyaman berbaring. "Rasanya pengen aku bikin nurut."
Elata tidak tahu bagian mana dari kalimat Noah itu yang justru membuat wajahnya memanas. Rasa malunya berkali lipat naik.
Untungnya cowok itu tidak bisa melihatnya. Elata menutup mata, dan tubuhnya berkhianat karena tidak berapa lama setelah itu ia tertidur.
👑
Elata terjaga dan yang pertama kali dilihatnya adalah langit-langit rumah yang asing. Matanya mengerjap, menyesuaikan dengan rona temaram di ruangan itu. Ia bangun dan menyadari kamar itu juga asing.
Kamar bernuansa abu-abu itu tidak pernah dilihatnya sebelumnya. Tidak ada foto, tidak ada tanda kepemilikan. Seolah ini adalah kamar dari rumah contoh agen properti.
Elata panik. Ia mengingat apa yang terjadi sebelum tertidur tadi. Elata pulang bersama Noah. Mereka di dalam mobil. Elata tertidur, lalu... pintu di sudut dekat jendela besar berayun terbuka. Sosok Noah muncul dengan handuk di kepala, bertelanjang dada.
Elata menjerit dan bersembunyi ke dalam selimut. Kenapa Noah juga ada di sini? Apa yang sebenarnya terjadi?!
👑
Siapa yang kemaren bilang nggak suka sikap Noah?!"
Tombol minta maaf cefat 😡😡👊🏻 🤣
Warning dikit, next part chapter uncut ya 🫣
Ada di karyakarsaku. Kapan? Besok!
Huahahahhaa
Tapi pemberitahuannya aku post jg di sini!
Chapter uncut cuma bumbu pedas ya. Yang nggak suka bisa skip kok.
Halo teman.
Selalu aku harap hari kamu baik-baik saja. Paling nggak ada satu hal kecil yang bisa bikin kamu senyum dan bersyukur masih bertahan sampai hari ini.
Terima kasih sudah membaca cerita ini. Makasih sudah jadi bagian perjalanan menulisku.
Faradita
I love you in every word.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top