IX - Cemburu
Yang tidak kamu ketahui adalah, aku mudah cemburu. Pada daun yang jatuh di rambutmu, bahkan kucing yang kamu selamatkan itu.
Bolehkah semua perhatianmu hanya untukku?
👑
🎼 Zack Tabudlo ft Tiara Andini - By My Side 🎼
👑
Untuk sesaat yang berlangsung lama di kepalanya, Elata mematung di halaman parkir itu. Ia tidak berani bergerak, atau tidak berani menghampiri apa yang dilihatnya saat ini.
Noah yang sedang berpelukan dengan wanita lain.
Elata masih membeku sampai Noah menoleh ke arah tempatnya berdiri. Cowok itu segera melepaskan pelukan dan berlari menghampirinya.
Noah memungut ponsel Elata. Layarnya retak. "Kenapa bisa jatoh?"
"Tanganku... licin."
Noah mengantongi ponsel Elata. "Sini, aku kenalin seseorang."
Tentu saja, yang dimaksud seseorang itu adalah wanita tadi. Yang berdiri menunggu di sisi mobil mereka. Berwajah cantik, tinggi semampai, rambutnya sebahu dan mengenakan dress kuning cerah. Senyumnya ramah dengan mata berbinar menatap Elata.
Laki-laki mana pun akan sepakat mengatakan kalau dia adalah wanita yang cantik.
"Hai, kenalin gue Sintya," wanita itu mengulurkan tangan. "Temennya Noah."
Oh.
Ia menyambut jabat tangan itu. "Elata..."
"Pacar gue," sambung Noah, seraya menggenggam tangan Elata.
Sintya menyentuh lengan Noah. "Udah bisa pacaran ya lo sekarang. Gue nggak nyangka ketemu lo di sini. Terakhir pas kita masih SMP, kan? Dulu lo lebih pendek dari gue. Sekarang udah makin tinggi," Sintya memindahkan tangannya ke atas kepala Noah. "Mana tambah ganteng banget lagi."
Ih pegang-pegang mulu.
"Kok lo bisa ada di sini, Sin?" tanya Noah.
"Gue nemenin temen dari sekolah ini. Dia nggak punya pasangan. Nggak rugi juga ternyata karena gue bisa ketemu lo di sini. Mana nomor hape lo? Biar lo nggak ilang-ilang lagi!"
Setelah selesai bertukar nomor, Noah langsung mengajaknya pulang. Sintya sempat menahan, mengatakan ingin mentraktir mereka makan. Noah menolak dengan ramah, dan cewek itu memaksa jika lain kali kami harus mau diajak makan bersama.
Setengah perjalanan menuju rumahnya diisi sunyi. Elata sudah melepas heelsnya. Hanya ada suara musik dari dashboard mobil yang mengipasi suasana.
Setelah keluar dari jalan tol, Noah menepikan mobil di jalan yang tidak terlalu ramai.
Elata pun menoleh. "Kok, berhenti?"
Noah melepaskan seatbelt. "Mobilnya nggak bisa jalan."
"Tapi mesinnya nyala."
Noah menghadap ke arahnya. "Nggak bisa jalan kalo kamu masih cemberut gitu."
Emang keliatan? "Aku nggak cemberut."
Noah membuka telapak tangan menghadap ke atas, meletakkannya di bawah dagu Elata. "Coba jatohin senyumnya."
Elata hanya bisa menghela napas, lalu menunduk mencium telapak tangan Noah. "Tuh, udah."
"Coba bilang lagi mikirin apa?"
"Aduuhh," Elata memijat betisnya. "Kaki aku pegel, mau cepet pulang biar bisa direndem air hangat."
"Jangan ngalihin pembicaraan, Elata."
"Ngalihin apanya? Beneran pegel, kok."
Setelah menatapnya beberapa lama Noah kemudian memundurkan kursinya. Dengan gesit menunduk ke arah lutut Elata, membuatnya kaget luar biasa ketika cowok itu mengangkat kedua kakinya dan ditumpukan ke pangkuan Noah.
"Noah, nggak usah!" Elata merasa tidak nyaman meletakkan kedua kakinya di atas pangkuan cowok itu. Namun saat ingin menarik kakinya turun, Noah menekan lututnya.
Jika biasanya Noah memijat jari-jari tangannya setelah bermain piano, kali ini cowok itu tanpa ragu memegang kakinya. Dress lebar yang dikenakannya bergumul di pangkuan Elata seperti gumpalan awan. Dan tiba-tiba saja ia merasa malu.
"Noah nggak usah," Elata menahan tangan cowok itu.
Noah menjepit pipinya hingga bibirnya mengerucut. "Katanya kamu pegel,"
"Thaphi khaushah dhipihit hugha,"
Namun Noah tetap melakukannya. Cowok itu memijat kakinya dengan tekanan lembut dari pergelangan lalu naik ke betisnya.
"Dia bukan siapa-siapa, Ta." Noah mulai bicara tanpa melihatnya. "Beneran cuma temen."
Harus diakui, pijatan Noah membuat Elata merasa lebih nyaman. Perlahan, ketegangan di kakinya mengendur. Bahkan ia sudah bersandar menikmati.
"Mungkin karena lama nggak ketemu, dia jadi terlalu excited dan meluk aku," Noah menatapnya. "Tapi aku ngerti kamu pasti nggak suka liatnya."
"Tau dari mana?"
"Karena aku mungkin akan hilang akal kalo liat kamu dipeluk cowok lain."
Nah.
"Ngomong dong, Ta."
"Aku cuma kaget tadi liatnya," Elata percaya Noah berkata jujur. Tidak ada alasan untuk meragukan cowok itu. Ia bahkan diperkenalkan sebagai pacar secara terbuka. "Jadi kalian satu SMP?"
Noah mengangguk.
"Emang kamu sama dia temen deket banget? Sampai harus peluk gitu kalo ketemu?"
"Nggak yang gitu juga," nada suara Noah berat. Seperti enggan membicarakan. "Biasa, dulu anak di kelas suka jodoh-jodohin gitu. Buat bahan becandaan. Tapi nggak pernah ada hubungan selain temen."
Sebagai cewek yang punya imajinasi berlebih di kepala, Elata tidak mau diam. "Yakin cuma temen? Cantik banget loh padahal dia."
"Yakin," Noah menatapnya tanpa keraguan, di saat tangan cowok itu memijat turun ke pergelangan hingga telapak kakinya. Elata menahan kakinya untuk bergerak.
Elata lalu mengusap rambut Noah, meniru seperti yang dilakukan Sintya tadi. "Oke, aku percaya, kok sama kamu. Noah, kan sekarang udah besar, ya. Pasti ngomongnya juga jujur. Ck ck ck, anak baik."
Karena Noah tau Elata meledeknya, cowok itu menggelitik telapak kakinya. Membuatnya belingsatan menahan geli. Ia bahkan tidak sanggup menarik kakinya menjauh, karena tenaga cowok itu lebih besar menekan lututnya agar diam.
"Noah...! Stop! udah-udah. Geliii...!!!"
Ujung mata Elata sudah mengeluarkan air mata. Ia tidak sanggup lagi menahan rasa gelinya. Tawanya pun sudah tidak lagi bersuara. Ia lalu menarik kerah kemeja Noah, bermaksud ingin berdiri untuk melepaskan diri. Namun ruang sempit mobil membuat kepalanya terantuk langit-langit.
Kakinya tak bertenaga untuk berdiri, dan entah bagaimana caranya, Elata justru jatuh terduduk di pangkuan Noah. Untung saja cowok itu sigap menahan tubuhnya. Sebuah kekonyolan yang membuat mereka tertawa lagi.
Masih tertawa, Noah mengusap puncak kepalanya. "Heboh banget, sih kamu. Sakit kepalanya?"
Elata menelan tawanya dan menggeleng. "Kamu gelitikin aku!"
Setelah deru tawa mereka benar-benar hilang, keduanya baru menyadari jika mereka sedang terperangkap dalam jarak yang begitu dekat. Di mana tatapan mereka lekat seolah Elata bisa melihat pantulan dirinya di mata Noah.
— cut scene —
Tiba-tiba ponsel Elata berbunyi. Membuat Noah seketika berhenti, dan dirinya yang langsung menarik diri. Mereka sama-sama tersentak dari kesadaran.
Hal pertama yang ia pikirkan adalah Elata harus turun dari pangkuan Noah. Cowok itu pun membantunya kembali ke kursi penumpang lalu memberikan ponselnya yang berdering nyaring.
Noah kembali menjalankan mobil dan Elata menarik napas panjang sebelum menjawab panggilan.
"Iya, ma. Udah jalan pulang, ini." Elata tidak berani melihat ke samping. "Iya-iya.... nggak ngebut, kok. Iya, ma. Udah makan tadi di sana. Iya, bentar lagi sampai rumah, kok. Enggak, enggak macet. Iya. Iya, ma."
Elata menyimpan ponselnya kembali. Kini sunyi yang ada terasa berbeda, bercampur ketegangan. Bercampur keinginan. Rasa panas di wajahnya tertutup gelapnya malam. Elata hanya berani melihat ke luar jendela.
Bukan berarti mereka tidak pernah melakukannya sebelumnya, tapi sudah lama sekali Noah tidak berada sedekat tadi dengannya. Membuat hal itu menjadi sangat baru seperti pertama kalinya.
Elata tersentak, namun berhasil ditutupinya ketika Noah menggenggam tangannya.
"Maaf," Dengan satu tangan di kemudi, cowok itu mengecup punggung tangannya.
Elata menoleh, melihat sisi wajah Noah. "Maaf kenapa?"
"Yang tadi...," Noah berdeham canggung. "Aku kelepasan."
Debaran beberapa saat lalu masih tercetak jelas di setiap ujung syarafnya. Elata mengulum senyum. "Nggak papa, kok."
"Itu agak kelewatan."
Mungkin? "Aku nyalain lagi ACnya, ya."
"Kenapa nggak nyuruh aku berhenti?"
Karena aku juga menginginkannya? "Aku nggak bisa mikir."
"Sama."
Sisa perjalanan mereka ditemani musik dari radio. Suara duet seorang laki-laki dan wanita, yang liriknya seakan mengamini suasana di antara mereka.
What's wrong with my chest its beating
so fast I can't even hear myself
you look in my eyes with meaning
I drown in it so deep I can't escape
"Kamu pernah nanya kenapa aku jarang cemburu," Elata memerhatikan tautan tangan mereka. "Sebenarnya aku cemburu setiap hari sama kamu."
Noah menoleh sekilas sebelum mengembalikan tatapan ke depan.
"Aku mudah cemburu kalo itu berhubungan sama kamu. Aku cemburu liat cewek-cewek yang suka cari perhatian ke kamu. Cemburu kalo kamu ketawa lepas saat lagi nggak sama aku. Nggak masuk akal, kan?
Aku pernah bilang cemburu berarti nggak percaya. Tapi ternyata itu seperti dua mata koin. Di sisi yang berbeda, itu seperti perasaan sementara. Perasaan yang cuma sebentar. Nggak bertahan lama. Itu hanya perasaan kompleks yang aku ciptain sendiri tanpa sebab. Ketakutan nggak beralasan.
Aku bisa cemburu setiap hari, tapi kamu bikin aku langsung menyadari kalo nggak ada yang perlu aku takuti. Karena setelahnya, kamu selalu datang ke tempat di mana aku berdiri. Kamu selalu kembali ke aku."
Noah kehilangan kata-kata. Tapi cowok itu langsung mengembangkan senyum lebarnya yang dari sudut tempat Elata duduk terlihat sangat manis.
Mobil mereka berhenti di depan pagar rumah Elata. Noah memutari mobil dan membukakan pintu untuknya.
"Barusan, kamu bikin aku berdebar hebat," Baru satu kakinya yang turun menjejak tanah, Noah menunduk dan berbisik ke telinganya. "Bahkan lebih mendebarkan dari pada ciuman kita tadi."
👑
Muehehe 🫣😳🤣
Jadi Noah nggak nakal ya. Itu cuma temen. Nggak mungkin lah Noah selingkuh. Dia dapetin restu emaknya Elata susah payah 🤣
Aku mau jelasin keterangan cut scene di atas. Karena lumayan tidak ramah anak (🤣) jdi bagian uncut versionnya ada di karyakarsaku ya. (Username: faradisme)
Iya berbayar 2 ribu 🥹🙏🏻
Tapiii kalian nggak harus baca dan beli di sana. Karena scene yang dihapus sama sekali nggak memengaruhi alur cerita. Itu cuma bumbu aja. Kalo nggak suka, skip aja ya. Kamu bisa mengikuti cerita ini tanpa baca versi uncutnya kok jadi jangan sedih.
Haahh... oh iya gimana hari ini?
Hari ini aku hampir mau nangis. Alasannya? Nggak ada apa-apa. Hehe
Karena kadang kepengen nangis aja, biar dadanya plong. Kamu juga. Nggak papa sesekali nangis. Selayaknya kamu yang sudah kuat sejauh ini, mengijinkan diri kamu nangis berarti nggak bikin kamu lemah kok.
Sekali lagi, semangat! Untuk apapun yang mau kamu capai, yang sedang kamu jalani, atau yang sedang kamu impikan.
Faradita
I love you in every word 🌬️🤍
Mau dipangku 🫠
Tidak bisa diam 🤧
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top