I - Noah Vernand Allard

👑

Saat itu istirahat kedua di hari rabu, dan satu sekolah gempar dengan teriakan yang kompak : "Ada yang mau bunuh diri!"

Elata ditemani Mona yang baru keluar dari perpustakaan segera menyingkir karena arus laju dari para siswa yang berlarian menuju lapangan terbuka. Dari omongan samar yang dicuri dengar, rupanya ada siswa yang ingin bunuh diri. Hal itu membuat Mona juga lantas menarik Elata untuk ikut menuju ke sumber kegaduhan.

"Ngapain, sih?" Elata yang ditarik oleh Mona, berjejalan untuk bisa berdiri di baris depan. "Liat dari jauh aja, Mon."

"Nggak keliatan, dong. Nanti gue ketinggalan berita. Gue pengen liat orangnya."

Karena Mona lihai memarahi orang, akhirnya mereka berhasil menerobos ke baris paling depan. Menghadap pada bangunan terpisah dua lantai yang difungsikan khusus untuk ruang BK. Elata mendongak dengan memayungi mata. Di atap bangunan itu ada sosok yang tengah duduk. Mata Elata memicing, seraya mulutnya yang ternganga.

Elata segera merogoh saku dan menghubungi seseorang. Sementara Mona menjerit di sampingnya.

"Elata, Elata! Itu Noah! Cowok lo ngapain nangkring di atas sana buset?!"

Elata masih mendongak diiringi nada sambung panggilan yang belum terangkat. Napsnya tertahan, pada setiap dering yang didengarnya terasa mendebarkan. Namun sampai nada tunggu terputus, Noah tidak juga menjawab teleponnya.

Semua yang menyaksikan di lapangan saat ini juga menyadari jika sosok yang tengah berada di atas atap itu adalah Noah. Dan dimulailah soranan sejenis orasi, atau jeritan-jeritan yang lebih didominasi oleh suara cewek-cewek.

"AAAAA KAK NOAH NGAPAIN DI SANA?"

"JANGAN LOMPAT KAK AYO TURUN!"

"KAKAK JANGAN BEGINI! NANTI AKU SAMA SIAPA?"

"KAK NOAH KALO LAGI PATAH HATI SINI AKU OBATIN."

"KAK NOAH AKU BELUM BISA DITINGGALIN KAYAK GINI!"

Suara-suara itu ternyata lebih membuat Elata jengkel. Tapi ia masih terus berusaha menghubungi Noah. Tidak bisa dipungkiri, ia pun merasakan ketakutan yang luar biasa. Apa yang dipikirkan cowok itu sebenarnya.

Mona berbalik dan seraya berkacak pinggang, "Heh!" melotot sebisa yang bisa matanya lakukan, ke arah gerombolan cewek-cewek yang berteriak. "Lagak lo udah kaya pacarnya Noah aja. Berisik tau. Teriakan lo nggak membantu, cuma bikin kuping gue sakit!"

Keributan yang ada di lapangan tentu menarik perhatian para guru. Ibu Naja, guru BK yang sepertinya belum selesai menghabiskan makan siangnya tergopoh-gopoh menghampiri kerumunan. Suaranya yang lantang tanpa membutuhkan pengeras itu menggema. "ADA APA INI?! KENAPA RIBUT-RIBUT?!"

Seketika semua orang di lapangan terdiam. Namun mereka menunjuk ke arah atap yang diikuti oleh pandangan Ibu Naja. Wanita bersanggul tinggi itu lalu terperanjat.

"ASTAGFIRULLAH ITU ANAK SIAPA?!!" Kepanikannya melihat sosok Noah di sana membuat siswa yang tadinya diam kini kembali ikut tertular panik. Ibu Naja berlari kembali ke ruang guru, sepertinya meminta bantuan. Suaranya yang nyaring terdengar menyuruh seseorang untuk mengambil tangga. Ada juga yang memerintahkan menghubungi petugas damkar, polisi atau apa saja.

Elata meremas roknya. Telapak tangannya basah. Ia menggigit bibir, dan rasa logam terasa bercampur air liurnya. Ujung matanya mulai menggenang, tapi dengan cepat ditangkasnya dengan punggung tangan. Kepalanya tetap mendongak, tidak ingin berkedip dan kehilangan sedetik pun keadaan Noah di atas sana.

Noah mulai bergerak. Membuat semua orang yang menonton terkesiap dalam satu irama yang serentak. Cowok itu berdiri lalu dengan langkah cermat yang hati-hati menjejak satu per satu genteng tanah liat di atas sana. Sedikit lagi ia akan sampai di ujung atap, namun sepertinya langkahnya berada di titik genteng yang sudah rapuh. Membuat Noah akhirnya terpeleset.

Elata menutup mulut, juga menekan dadanya. Jantungnya terasa dipukul. Lututnya lemas. Hal itu juga turut membuat teriakan dari siswa lain yang semakin histeris.

Untung saja Noah mendapatkan pegangan di belakang tubuhnya. Cowok itu jatuh terbaring di atap. Dengan bertumpu pada kaki yang menahan, menginjak talang air.

Kini semua guru sudah keluar dari ruang guru. Mereka sibuk menelepon, ada yang sibuk mencari tangga. Noah kembali bergerak bangun. Kini berjalan jongkok menuju ujung atap, dengan tangan yang meraba setiap genteng. Memastikan tidak ada lagi yang rapuh. Setelah sampai, laki-laki itu memanjat turun di tiang besar penopang bangunan. Dan berhasil menginjakkan kaki di lantai dua bangunan.

Hal itu membuat deru napas lega dari semua orang yang melihat. Tidak terkecuali Elata. Sementara itu, suara mobil damkar terdengar mendekat. Dengan gesit para penolong itu turun dari mobil dengan memanggul tangga. Mereka sampai bertepatan dengan Noah yang turun dan kini mereka semua saling berhadapan.

Ibu Naja menerobos kerumunan menghampiri Noah, berkacak pinggang dengan wajah penuh amukan. "Ngapain kamu di atas sana? Kamu mau melakukan apa? Jangan macam-macam ya, Noah. Sekolah ini sekolah terhormat. Sudah cukup kasus penyelundupan narkoba tempo hari yang mencoreng nama sekolah. Kamu mau nambahin dengan kasus bunuh diri juga?"

Semua mata kini tertuju pada Noah. Menunggu cowok itu menjelaskan.

Petugas damkar terlihat bingung. "Jadi situasi gentingnya di mana, bu?"

"Ini, anak ini situasi gentingnya!" tunjuk Ibu Naja di muka Noah. "Dia tadi naik ke atap situ mau lompat."

"Tapi," Noah menggaruk alisnya. "Saya bukan mau lompat, bu."

Alis Bu Naja makin menukik tajam. "Terus? Ngapain di atas sana?"

Noah kemudian membuka dua kancing teratas seragamnya. Memperlihatkan baju dalamnya berwarna putih, juga seekor anak kucing berwarna keabuan yang menyembulkan kepalanya keluar dari sana. "Mau nolongin dia turun. Dari pagi dia di atas sana."

Jawaban Noah seketika menyulut tawa dari siswa yang ada di sana. Tapi Bu Naja justru memejamkan matanya. Kedua tangannya terkepal. Ketika hembusan napas kasarnya terdengar, suaranya turut menggelegar. "NOAH!"

Bu Naja menjewer kuping Noah. Cowok itu meringis, menundukkan kepala karena kupingnya ditarik oleh Bu Naja. "Ikut saya! Kamu harus saya hukum karena udah bikin keributan. Liat, nih. Sampai petugas damkar datang. Kamu bikin mereka datang sia-sia ke sini. Padahal bisa aja mereka sibuk."

Petugas damkar terlihat menahan tawa. "Nggak papa, bu. Kebetulan kami belum ada panggilan. Lagian kami lebih senang kalo ternyata memang nggak terjadi apa-apa."

"Tuh bu, denger." sahut Noah.

"Diam kamu!" bu Naja semakin menarik kuping Noah. "Tetap aja kamu harus dihukum."

"Bentar, bu. Pacar saya keliatannya syok. Kasian dia. Boleh ngobrol sama dia dulu, nggak?"

Permintaan itu hanya membuat Bu Naja semakin mengomel dan menjewer Noah lebih kuat. Dengan tergopoh Noah yang masih menggendong anak kucing itu mau tidak mau mengikuti Bu Naja.

Walau pun mata Elata sempat basah, tapi ia masih sempat melihat Noah tersenyum ke arahnya, sambil mengedipkan sebelah mata.

👑

;)
Halo, kita bertemu lagi yaaa

Gimana hari kamu? Berat, ya? Tapi hebat deh kamu bisa melaluinya. Aku yakin besok-besok pun kamu akan selalu sekuat ini.

Terima kasih sudah kembali ke sini. Bersamaku dan ceritaku. Aku menyayangi kalian

Faradita
I love you in every word 🤍

Makin tengil ya kamu sekarang 😭😭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top