Special Part (Park Jin-Wook)

SURPRISE!!!

Ada yang protes, kepengen menyampaikan salam perpisahan juga.

Semoga kalian senang 💜



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Park Jin-Wook memasuki sebuah kamar besar dengan ekspresi yang tidak biasanya. Dengan memakai setelan jas rapi, juga tatanan rambut yang memukau, dan sorot mata yang berkilat tajam. Dia tampak begitu serius.

Langkahnya terhenti ketika sudah berada tepat di depan ranjang, dengan seseorang yang sedang menikmati sarapannya. Pria paruh baya itu tampak sehat, meski harus terbaring di ranjang dengan selang infus dan alat-alat kedokteran yang berada di sisi kanan ranjang.

Kim Seng-Hoo. Pria yang sudah berumur 92 tahun itu tersenyum melihat kedatangannya. Di sisi kiri ranjangnya, ada sosok yang dikenal Jin-Wook luar dalam sampai ingin mual rasanya. Dialah Park Yoo-Jin, ayahnya yang sok keren itu. Si orang kepercayaan Kim Seng Hoo sejak lama, dan tidak tergantikan.

"Aku senang kau kembali, Jin-Wook," ucap Seng-Hoo dengan suara seraknya. Dia tampak mengusap bibirnya, tanda bahwa dirinya sudah menyelesaikan sarapannya. Yoo-Jin dengan sigap memberikan minum padanya, lalu menarik meja sarapan ke sudut kamar.

"Semua sudah kuselesaikan, Harabeoji," balas Jin-Wook sambil mengbungkuk hormat pada Seng-Hoo.

Seng-Hoo tersenyum senang lalu menoleh pada Yoo-Jin, "Lihat anakmu, Yoo-Jin. Dia sangat menyukakan hatiku."

"Itu sudah menjadi tugasnya, Sajangnim," balas Yoo-Jin lugas.

Jin-Wook mencibir dalam hati. Dia heran kenapa ayahnya harus bersikap sok dingin seperti itu. Menurutnya hal itu sangatlah tidak keren. Pekerjaannya hanya menemani Seng-Hoo dan duduk manis di depan laptop khususnya. Sedangkan dirinya yang selalu kebagian turun lapangan, karena katanya anak muda harus banyak bergerak, demi kesehatan jantung. Cih!

"Dia selalu menyelesaikan tugasnya dengan sempurna. Kau sudah berhasil melatih putramu dengan sangat baik," ucap Seng-Hoo senang.

"Heh?" Jin-Wook spontan merespon ucapan Seng-Hoo barusan, dengan memberikan tatapan tidak rela. "Abeoji sama sekali tidak melatihku. Dia seperti mandor gila yang memecutku habis-habisan."

"Tapi kau bisa melakukan sesuatu di luar dari perkiraanku," sahut Seng-Hoo dengan alis terangkat.

"Aku memiliki perasaan yang lembut dan sensitif. Aku tidak bisa diperlakukan seperti itu, dan harus mengadu kelicikan dengan Abeoji," cibir Jin-Wook sambil melirik sengit ke arah Yoo-Jin. "Jadi aku tunjukkan kemampuanku. Aku bukan kerbau ataupun kuda yang harus dipecut. Aku adalah manusia keren yang pantas dikasihi, penuh cinta, dan memiliki ketampanan luar biasa."

Ucapan Jin-Wook yang penuh antusias, nyatanya tidak membuat Yoo-Jin ataupun Seng-Hoo terkesan. Dua pria tua itu malah menatap Jin-Wook dengan tatapan seolah dirinya berasal dari planet lain yang sedang berbicara. Sial! Leluconnya sama sekali tidak berpengaruh kepada orang tua, Jin-Wook mendadak rindu pada kedua teman gilanya yang akan kesal mendapat ucapan narsisnya.

"Kurasa sudah saatnya Jin-Wook mendapatkan wanita yang bisa mengimbangi ketidakwarasannya," gumam Seng-Hoo pelan, tapi masih bisa didengar JIn-Wook.

"Harabeoji, kenapa kau berkata seperti itu? Aku tidak gila dan masih sangat waras! Tidakkah kau melihatku berhasil mempersatukan mereka?" seru Jin-Wook protes.

"Mereka dipersatukan oleh takdir, Jin-Wook," ucap Yoo-Jin dengan nada tegas. "Kau hanya sebagai tim hore yang memperkeruh suasana, dengan memberikan laporan langsung dari lokasi kejadian. Sama sekali tidak melakukan apa-apa."

Jin-Wook kembali mencibir. "Kau tidak tahu saja bagaimana rasanya melihat semua kejadian itu secara langsung. Aku sudah termasuk sebagai korban perasaan di sana. Tapi aku senang karena mereka sudah mendapatkan jodohnya masing-masing."

"Bagaimana denganmu, Jin-Wook? Apakah kau sudah mendapatkan jodohmu?" tanya Seng-Hoo riang.

Jin-Wook mengangkat bahunya dengan ekspresi sombong. "Aku adalah jodoh bagi semua wanita yang menginginkanku. Untuk apa membahagiakan satu orang, jika aku bisa membahagiakan semuanya?"

Yoo-Jin menggeram sambil melangkah untuk mendekat ke arah Jin-Wook, tapi Jin-Wook sudah lebih dulu menghindar sambil menangkup kepalanya.

"Ampun, Abeoji. Ampun! Jangan memukulku! Lihat, Harabeoji! Aku akan dipukul olehnya! Ini kekerasan! Ini termasuk tindakan kriminal!" seru Jin-Wook sambil bersembunyi di balik monitor detak jantung yang ada di sisi ranjang Seng-Hoo.

"Sini kau, anak brengsek!" desis Yoo-Jin sambil menjewer telinga Jin-Wook dengan gemas.

"Harabeoji, tolong aku! Abeoji, lepaskan!" seru Jin-Wook sambil meringis, ketika Yoo-Jin menyeretnya untuk menjauh dari ranjang Seng-Hoo.

Seng-Hoo tertawa keras melihat tingkah Jin-Wook dan Yoo-Jin. Tingkah kedua ayah anak itu selalu berhasil membuat suasana hatinya yang berduka, menjadi senang. Hal itu saja sudah cukup untuk Jin-Wook merasa puas, sekalipun harus menerima jeweran keras dari ayahnya yang biadab.

Hening. Tiba-tiba saja suasana berubah dan Jin-Wook merasa tidak senang. Dia menoleh pada Yoo-Jin yang tampak menatap cemas ke arah Seng-Hoo. Dia tidak menyukai suasana duka yang seperti ini. Bukan tanpa alasan, Jin-Wook menerima permintaan Seng-Hoo untuk melihat keadaan anak cucunya.

Jin-Wook tahu jelas bagaimana Seng-Hoo mengasingkan diri di dalam mansion besarnya sendirian. Semenjak istri keduanya -Ibu dari Adrian, meninggal beberapa tahun lalu, pria tua itu enggan meninggalkan kediamannya yang berada di Surabaya, kampung halaman istri tercinta.

Seng-Hoo pun cukup terpukul dengan kejadian yang menimpa keluarga besarnya. Pembunuhan terhadap satu-satunya cucu perempuan yang dimilikinya, pengkhianatan dari putri kesayangannya, dan kedukaan yang berkepanjangan yang dialami anak cucunya. Karena itulah kesehatannya memburuk, dan memilih untuk istirahat dari seluruh pekerjaannya.

"Jangan bersedih seperti itu, Harabeoji. Aku tidak suka," ucap Jin-Wook sambil berjalan mendekati Seng-Hoo, lalu duduk di tepi ranjang.

Seng-Hoo tersenyum kecut. "Aku merasa sudah melakukan banyak dosa, sehingga membuat anak cucuku menderita."

"Tidak seperti itu, Sajangnim," sahut Yoo-Jin yang sudah berada di sisi ranjangnya. "Kau sudah melakukan semuanya dengan baik. Semua yang terjadi adalah jalan hidup yang harus di tempuh mereka. You showed them the way, and they choose their own journey."

"Lagipula kau tidak usah cemas. Masih ada aku dan Abeoji yang akan membantumu untuk mengawasi mereka. Aku bekerja di firma hukum milik Ashley-ssi dan setiap harinya bisa bertemu dengan Hyeongnim. Aku tidak akan mengecewakanmu," ucap Jin-Wook dengan sungguh-sungguh.

Seng-Hoo tersenyum dan meraih tangan Jin-Wook, lalu menggenggamnya erat. "Kau adalah anak yang baik. Kuharap kau menemukan wanita yang pantas untuk bersamamu."

Jin-Wook berdecak malas sambil menatap risih. "Kenapa sih kau ini, selalu saja mengungkit soal wanita? Seperti tidak ada pembahasan yang lain saja. Aku masih muda dan belum ingin memiliki hubungan."

"Kau bisa berkata seperti itu, karena kau belum menemukannya. Sama seperti Hyun dan Shin dulu. Mereka anti komitmen, tapi berubah pikiran setelah sudah mendapatkan orang yang mampu mengubah hidupnya." Ucap Seng-Hoo kemudian.

Jin-Wook mengerjap dalam diam. Dia menatap Seng-Hoo dengan alis berkerut dan sorot mata yang menyipit tajam. Sedetik kemudian, senyumannya melebar dan dia merasa senang. Ada hal yang harus dilakukannya, dan sepertinya lebih menarik dari sebelumnya.

"Bilang saja kalau kau membutuhkan bantuanku untuk kembali mempersatukan kedua insan manusia diluar sana, Harabeoji," celetuk Jin-Wook dengan alis terangkat setengah.

"Siapa yang ingin kau persatukan, Sajangnim?" tanya Yoo-Jin dengan alis berkerut, sambil melirik curiga ke arah Jin-Wook.

Seng-Hoo tersenyum. "Umurku masih sangat panjang dan belum saatnya untuk mati, sebelum melihat cucuku bahagia."

"Maksudmu, Zac dan Zayn? Si kembar?" tanya Yoo-Jin kemudian.

"Mereka memiliki kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan karena memiliki orangtua yang penuh cinta dan kasih. Terlebih lagi dengan hubungan persahabatan Lee-Shin, yang membuat mereka memiliki banyak sahabat dan keluarga dengan saling menyayangi. Berbeda dengan tiga putra Hyuk-Shin." Jawab Seng-Hoo dengan tatapan menerawang.

Jin-Wook mengulum senyum senang, lalu beranjak dari duduknya. Dia menatap Seng-Hoo dan Yoo-Jin secara bergantian.

"Aku undur diri," ujar Jin-Wook sumringah. "Tugas baru memanggil dan sepertinya aku ingin bersenang-senang."

"Memangnya kau sudah tahu, tugas apa yang harus kau kerjakan dan siapa yang dimaksud Sajangnim?" tanya Yoo-Jin dengan alis berkerut.

Jin-Wook dan Seng-Hoo saling melempar senyuman penuh arti. Senyuman yang menandakan bahwa keduanya sama-sama tahu tentang siapa dan apa yang harus dilakukannya.

Tanpa berkata apapun, Jin-Wook meninggalkan kamar itu sambil bersiul riang. Perasaannya berubah menjadi senang, dan dia menyanyikan lagu kesukaannya dengan kencang sambil meliukkan tubuhnya.

뭘 어쩌고 저쩌고 떠들어대셔
Talkin', talkin', talkin'
I do what I do, 그니까 넌 너나 잘하셔
Damn it, damn it
You can't stop me lovin' myself

Hoo, hoo
얼쑤 좋다
You can't stop me lovin' myself
Damn, hoo, hoo
지화자 좋다
You can't stop me lovin' myself

Oh oh ooh oh
Oh oh ooh oh oh oh
Oh oh ooh oh
덩기덕 쿵더러러 얼쑤
Oh oh ooh oh
Oh oh ooh oh oh oh
Oh oh ooh oh
덩기덕 쿵더러러 얼쑤
(Idol by BTS)

Jin-Wook tiba-tiba mengumpat ketika ponselnya berbunyi. Tapi ketika dia mengetahui siapa yang menelepon, wajahnya kembali sumringah dengan perasaan senang yang semakin menjalar dalam dirinya.

"Hyeong, kau menerima pesanku?" seru Jin-Wook senang.

"Tumben sekali kau memanggilku Hyeong, biasanya kau memanggil namaku. Ada perlu apa? Aku sibuk sekarang!" balas suara pria dengan nada masam, di sebrang sana.

"Sesibuk apapun dirimu, tapi kau menyempatkan untuk meneleponku. Aku terharu," ujar Jin-Wook sambil berjalan keluar dari lobi mansion.

"Aku akan tutup telepon ini, jika kau masih melantur!" ancam orang itu dengan nada kesal.

Jin-Wook mencibir dalam hati. Perasaannya yang sensitif, sepertinya sudah kuat bagaikan baja untuk menerima berbagai penolakan, dan desisan tajam dari para keturunan paling laknat di bumi ini.

"Jangan marah-marah dulu, Hyeong. Aku ingin bilang kalau barusan Harabeoji memintaku untuk menemanimu ke Jeju. Katanya ada urusan yang mengharuskanku untuk mendampingimu sebagai kuasa hukum di sana." Ucap Jin-Wook lugas.

Dia memasuki mobilnya yang terparkir di depan lobi, lalu melajukan kemudinya untuk menuju ke bandara. Bersiap untuk segera menuju ke tempat yang harus didatanginya sekarang.

"Aku tidak percaya kalau kau akan mendampingiku." Sahut orang itu dengan geram.

"Tanya saja pada Harabeoji, jika kau tidak percaya." Balas Jin-Wook tersinggung. "Kenapa sih kau selalu menyakiti perasaanku? Seolah kau menolak diriku mentah-mentah sekarang!"

"Aku memang tidak mau kau datang dan menunjukkan batang hidungmu!"

"Batang hidungku asli. Aku tidak permak sama sekali. Palingan sesekali aku memakai contouring dan highlighter untuk terlihat lebih mancung," balas Jin-Wook asal.

"Arrrrggghhh... Dasar orang gila!"

Klik! Telepon itu pun dimatikan secara sepihak.

Jin-Wook memutar bola matanya sambil menaruh ponselnya di kursi sebelahnya. Dia sama sekali tidak memiliki waktu untuk merasa tersinggung hanya karena dianggap sebagai pengusik ketenangan hidup orang.

Membuat orang bahagia, itu adalah misinya. Menjadi orang yang berbahagia, itu adalah tujuan hidupnya. Jika orang berkata untuk menghindari hal yang negatif, guna menjadi positif. Mungkin mereka harus berpikir ulang. Bagaimana bisa mereka menilai hal itu positif, jika tidak dikelilingi hal yang negatif?

For Jin Wook, Happiness is not something to be achieved, but it's something to be experienced. It is a choice to let go of things that frustrate you, and start to enjoy life.

Sudah menjadi tugasnya untuk mengunjungi orang pesakitan. Makanya tidak heran jika dia bersikap seperti orang yang kurang waras. Bukankah untuk menghadapi mereka yang kurang waras, kau harus bersikap seperti mereka demi mengenalnya lebih jauh?

Jin-Wook terkekeh mengingat semua kekonyolan yang sudah dilakukannya. Dan terlepas dari semua itu, akhir yang bahagia sudah menjadi kepuasannya. Seperti sekarang.

Dia melajukan kemudinya dengan kecepatan sedang, sambil memutar lagu kesukaannya dalam volume yang cukup keras, dan ikut bernyanyi dengan lepas.

Heogongeul tteodoneum
Jageun meonjicheoreom
Jageun meonjicheoreom
Nallineun nuni naramyeon
Jogeum deo ppalli nege
Daheul su isseul tende

Nunkkocci tteoreojyeoyo
Tto jogeumssik meoreojyeoyo
Bogo sipda (bogo sipda)
Bogo sipda (bogo sipda)
Eolmana gidaryeoya
Tteo myeot bameul deo saewoya
Neol boge doelkka (neol boge doelkka)
Mannage doelkka (mannage doelkka)

Chuun gyeoul kkeuteul jina
Dasi bomnari ol ttaekkaji
Kkot piul ttaekkaji
Geugose jom deo meomulleojwo
Meomulleojwo
(Spring Day By BTS)





🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Sekali lagi terima kasih untuk kalian yang sudah meluapkan perasaan yang sama seperti saya. Part ini aku ketik sambil denger lagu Spring Day by BTS.

Silakan menebak akhir dari cerita itu lewat ending barusan 🤣

Apakah dalam waktu dekat Jin-Wook Oppa akan muncul? Tidak. Hahaha...

Aku selesaikan lapak yang masih on going dan merevisi cerita yang sudah tamat satu per satu.

Last but not least, I give you bunch of Jin's photos to make you feel more devastating ^^


Saranghaeyo, yeorobun 💜

09.04.19 (13.27 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top