Part 6 - The craziness of Nayla

Percy mengernyitkan keningnya sambil menatap ngeri kepada Nayla yang sedang menikmati makan malamnya dengan lahap.

Wanita itu sudah berhasil menghabiskan satu porsi besar Wagyu Steak dan semangkuk salad. Kini, wanita itu malah asik mengunyah sepotong pizza yang sudah hampir habis menuju ke potongan kedua. Bahkan dia seolah tidak peduli dengan tatapan orang-orang disekitarnya yang sedang memperhatikannya.

Entah karena sosok Nayla yang cantik dengan parasnya yang unik dalam terusan berwarna merah atau cara makannya yang mengerikan. Sama sekali tidak ada nilai feminimnya dan itu membuat Percy harus mengusap keningnya.

Percy pun menoleh pada Shin yang masih terdiam sambil meneguk whiskey dengan ekspresi tidak senang. Pria itu terlihat kesal dan seringkali mendengus kasar sambil memberikan tatapan sinis ke sekitarnya.

"Dude, apakah tidak ada pengalihan perhatian untuk kita? Bukankah kita kesini karena membutuhkan wanita?", tanya Percy dengan suara berbisik yang hanya bisa didengar Shin.

Shin melirik sinis kearahnya. "Melihat wanita gila itu membuat minatku hilang. Kau ambil saja wanita yang sudah disiapkan temanku nanti. Aku mau pulang saja sehabis ini".

"Heh?? Kenapa jadi aku yang menggantikanmu? Jangan-jangan kau menjebakku untuk membuatku menjadi bajingan di mata Nayla!", desis Percy dengan mata menyipit curiga.

Jika memang Shin berniat untuk bermain peran sebagai pria yang sok tidak peduli, Percy pun juga tidak mau kalah. Dia bahkan cukup kaget dengan respon Nayla yang malah merasa lebih nyaman berbicara dengan Shin dan menghindari Percy. Ugh! Bersikap blak-blakan tidak ada faedah untuk dirinya.

"Bagian dari mananya yang membuatku ingin menjebakmu, jerk? Aku bahkan bertambah kesal dengan adanya hal yang diluar dugaan seperti ini", balas Shin ketus.

"Jadi kita harus bagaimana? Kenapa aku malah ikutan kesal sekarang?", gerutu Percy.

"Aku mempunyai penthouse pribadi disini, letaknya tidak jauh dari mansion keluargaku", ujar Shin sambil mengangkat bahunya lalu meneguk minumannya kembali.

"Maksudmu?", tanya Percy tidak mengerti.

"Aku akan keluar dari mansion itu dan tinggal di penthouseku. Jadi kau bisa berduaan saja dengan Nayla disana", jawab Shin datar.

Alis Percy terangkat dan matanya melebar senang. "Really? Apa kau serius? Wah, kenapa tidak sedaritadi saja kau bilang seperti itu? Kapan kau pindah? Apakah malam ini juga?".

"Siapa yang akan pindah?", tanya Nayla tiba-tiba.

Keduanya menoleh kearah Nayla yang masih asik mengunyah pizzanya. Percy tertegun melihat satu loyang pizza yang terdapat delapan potong besar sudah tinggal setengah loyang padahal dirinya dan Shin belum menikmati. Nafsu makan wanita itu benar-benar mengerikan.

"Bisakah kau menikmati makananmu dengan benar? Dan apakah kau tidak pernah menikmati makanan sampai harus makan sebanyak itu?", tanya Shin dengan alis berkerut.

Nayla melahap suapam terakhirnya lalu menepuk kedua tangannya seolah membersihkannya dari remah-remah pizza. Dia tidak langsung menjawab pertanyaan Shin dan malah mengambil segelas besar bir Guinness-nya lalu meneguknya seolah dia kehausan.

Percy dan Shin sama-sama meringis melihat Nayla yang menghabiskan segelas besar itu tanpa kendala lalu bersendawa setelahnya. Ya Lord... rasanya Percy harus meninjau ulang selera wanitanya. Dia yakin kalau Nayla bukan wanita yang tidak bisa menjaga image dan cukup tahu diri, tapi sekarang? Percy sudah tidak bisa berkata apa-apa.

"Maaf. Aku kelaparan dan makanan ditempat ini sangat enak. Aku cukup puas", ujar Nayla santai sambil menyibakkan rambutnya.

"Apakah kau harus menakutkan seperti itu setiap kali kelaparan?", tanya Percy dengan suara pelan.

Dia khawatir kalau Nayla akan tersinggung tapi malah sebaliknya, wanita itu terkekeh senang. Aneh, pikirnya.

"Aku tidak bisa berpura-pura menjaga image seperti wanita yang kalian kenal dengan berlagak memesan salad lalu berdalih hanya bisa makan sedikit padahal sanggup menghabiskan dua porsi steak", jawab Nayla kalem.

"Pantas saja diantara para anak perempuan, hanya dirimu saja yang belum memiliki pasangan", ucap Shin dengan tatapan penuh simpati.

Nayla mengangkat bahunya. "Tidak masalah untukku. Memiliki pasangan itu berarti masalah hidup bertambah. I prefer to be single and to be happy as always! Sungguh memprihatinkan melihat nasib ketiga kakak perempuanku dan sahabatku yang jam terbang untuk bersenang-senangnya dibatasi dengan alasan sudah bersuami".

"Kau tidak berniat untuk menikah?", tanya Percy kemudian.

"Memangnya kau berniat untuk menikah?", balas Nayla balik.

Menikah? Heck! Urusan menikah bagi Percy jelas adalah nomor terakhir dalam rencana hidupnya. Lagipula dia masih muda, masih banyak yang harus dia kejar tanpa ada embel-embel permasalahan pribadi.

"Aku sudah menyiapkan diri untuk memiliki kekasih", jawab Percy dengan suara halus.

"Kekasih atau simpanan? Kurasa kau bukan tipe orang yang setia dan kuharap siapapun yang menjadi kekasihmu akan sanggup menghadapimu", ujar Nayla.

"Tentu saja. Aku tidak perlu menjelaskan siapa diriku dan calon kekasihku sudah sangat mengenalku. Aku sangat bersyukur akan hal itu", sahut Percy sambil memamerkan cengiran lebarnya.

"Haha... lucu sekali", celetuk Shin dengan nada hambar.

"Kalau begitu semoga kau dengan calon kekasihmu bisa menjalin hubungan baik", balas Nayla santai.

Glek! Sepertinya wanita itu sengaja membuatnya kesal dengan berlagak tidak paham maksudnya mengatakan hal seperti itu. Ditambah lagi Shin yang menoleh kearahnya dengan tatapan penuh simpatinya yang palsu.

"Itu sudah pasti", ucap Percy akhirnya dan wajah Nayla menjadi cemberut.

Wanita itu menggeser posisi duduk di meja bulat itu agar menjadi lebih dekat pada Shin sambil melempar tatapan tidak suka padanya. Astaga! Kenapa sekarang Shin yang menang banyak? Bukankah pria itu sudah menghinanya tapi kenapa malah dianggap orang baik sedangkan Percy adalah penjahatnya?

"Untuk apa duduk disini? Menjauh dariku. Aku sedang tidak mood untuk meladeni keanehanmu", ujar Shin judes lalu kembali meneguk whiskeynya yang sudah hampir habis.

"Aku tidak suka jika ada pria yang menyukaiku dan terang-terangan mendekatiku", balas Nayla dengan lugas.

"Bukankah itu bagus? Tandanya kau masih laku dan tidak akan menjadi perawan tua.. AWW!!".

Percy menahan tawanya saat melihat Nayla memukul kepala Shin dengan pouch-nya. Sepertinya itu sakit sekali karena Shin terlihat meringis kesakitan.

"Kau pikir itu lelucon? Aku juga tidak mau mengalami phobia sialan ini kalau bukan karena hidupku selalu dikelilingi oleh pria bajingan! Melihat para wanita yang menangis saat diputusi oleh kakakku, lalu Alena yang menangis dan mengasingkan diri karena ditolak Joel dan masih banyak hal lainnya yang membuatku murka dengan urusan cinta-cintaan", sewot Nayla dengan berapi-api.

"Apakah perlu memukul kepalaku? Tidak bisakah kau menjaga sikapmu sedikit saja?", balas Shin kesal.

"Itu sangat diperlukan agar kau bisa berpikir jernih, Oppa. Percayalah, itu demi kebaikanmu", sahut Nayla datar.

Percy menggelengkan kepalanya sambil menatap Shin dengan penuh simpati dan hanya bisa mengelus dada. Untung saja dia tidak main berkata sembarangan selain bersikap blak-blakan soal perasaannya sehingga tidak perlu menerima tamparan atau pukulan seperti Shin. Jika dia yang harus mengalami hal itu, hancur sudah reputasinya sebagai ladykiller.

"Jadi, menyambung soal yang tadi kalian bicarakan, siapa yang akan pindah?", tanya Nayla kemudian sambil mencomot kentang goreng milik Shin dengan wajah tanpa dosa.

Sih pemilik kentang goreng itu masih memberikan ekspresi datar dan risih sambil menoleh kearah Percy untuk meminta bantuan. Well... Percy meringis pelan sebagai penolakan mutlaknya karena dia tidak mau mendapat tamparan. Sebab dirinya sedang dijauhi seperti wabah penyakit dan jika Percy nekat mendekati Nayla, dia tidak mau kalau pisau steak yang teronggok diatas meja akan diambil Nayla sebagai gerakan spontannya untuk menghajar dirinya.

"Chicken!", umpat Shin geram dalam suara rendah.

"Accepted", balas Percy rela karena dia masih menyayangkan wajahnya yang tampan meski harus dikatai pengecut oleh teman brengseknya itu.

"Hellooo... I'm talking right now", cetus Nayla tidak sabaran karena merasa diabaikan.

"Shin yang ingin pindah", jawab Percy sambil menunjuk Shin tanpa beban.

Shin melotot tajam dan menggertakkan giginya. "Kenapa kau harus memberitahunya?".

"Dia bertanya", balas Percy langsung.

"Tidak harus kau jawab", sahut Shin.

"Kenapa kau pindah? Mansion itu kan luas. Yang harusnya pindah kan aku, bukan kau", ujar Nayla dengan santai sambil asik mengunyah.

Shin langsung menoleh. "Aku tidak menyangka kalau kau akan tahu diri seperti ini. Baguslah. Aku tidak jadi pindah jika kau pindah".

"Justru itu masalahnya", balas Nayla sambil mengangkat bahunya dengan santai. "Aku ingin pindah tapi ayahku tidak memberi ijin. Semua aksesku dibekukan karena katanya aku harus mandiri. Hanya Russell dan mobil saja yang kupunya disini, uang di tabunganku pun hanya cukup untuk membeli makan siang. Aku tidak punya uang lebih untuk menyewa apartemen dan untuk menginap satu malam di hotel pun aku tidak mampu".

"Aku akan pinjamkan uang untukmu. Kau tidak usah gan...", ucapan Shin terhenti seolah dia mengingat sesuatu lalu mengumpat kata 'fuck' setelahnya.

"Ada apa?", tanya Percy dengan alis berkerut.

"Kakakku juga membekukan semua aksesku!", jawab Shin sambil mendengus.

"Tapi kan kau masih punya penthouse, jadi kau masih bisa pindah", ujar Percy menenangkan.

Shin tertawa hambar sambil menggelengkan kepalanya. "Dia membekukan tabunganku, asetku dan semua milik pribadiku karena katanya aku sudah menghinanya dan berlaku kurang ajar padanya sekitar sepuluh menit yang lalu".

Percy tertegun. Shin dan Nayla sama-sama tidak diberi fasilitas apapun selama menjalani proyek ini. Itu berarti proyek ini adalah proyek bunuh diri dimana Percy malah menyodorkan dirinya sendiri untuk masuk ke dalam jurang yang sama. Mendadak dia merasa nasibnya begitu sial.

Alis Percy mengerut ketika Shin dan Nayla sama-sama menatapnya dengan penuh arti, membuat Percy menjadi waspada.

"Ada apa melihatku seperti itu?", tanya Percy bingung.

"Aku harap kau akan membayar makanan kita malam ini, dude", jawab Shin dengan senyuman sambil mengeluarkan dompet kartunya. "Aku punya banyak kartu tapi tidak bisa dipakai. Jika ini bisa dijadikan jaminan, kau pegang saja".

"Kenapa jadi aku yang harus membayar?", seru Percy kaget.

"Karena kau yang paling banyak uang saat ini", ujar Nayla yang masih mengunyah. "Aku hanya punya uang makan tapi apa kau tidak merasa keterlaluan jika aku yang membayar makanan untuk kalian?".

Shin menoleh pada Nayla dengan alis berkerut. "Jadi, itu alasannya kau menyetir? Kau tidak punya uang untuk membayar makanan dan merasa sudah berpartisipasi dalam membantu lewat menjadi supir dadakan seperti tadi?".

"Setidaknya aku ikut andil daripada kau yang tahunya cuma gratisan", balas Nayla santai.

Percy menggeram kesal. Kenapa jadi harus berada di tengah-tengah orang gila seperti mereka berdua? Niatnya adalah ingin bersenang-senang dan mendekati Nayla tanpa hambatan. Pantas saja ayah dan kakaknya memberi kemudahan untuk Percy masuk dalam proyek ini dengan menanamkan modal usaha atas nama Tristan Group. Ternyata... ugh!

"Jadi, hanya kau yang bisa membantu kami dalam mengatasi persoalan keuangan. Aku janji aku akan bayar jika sudah mendapatkan aksesku kembali", ujar Shin kemudian.

"Aku juga. Kalau uang belanjaku sudah cair, aku akan bayar", timpal Nayla.

"Kalian pikir aku itu pabrik uang? Selama ini aku hanya mengandalkan gaji bulanan yang tidak seberapa selama beberapa bulan terakhir ini. Hanya gara-gara aku suka clubbing dan ayahku dengan brengseknya menahan semua uangku dan menyisakan nominal tidak lebih dari lima ribu dolar!", ucap Percy dengan nada sengit.

Deg! Dia bisa melihat Nayla dan Shin menatapnya dengan tatapan tertegun. Cukup lama. Dan itu membuat Percy menjadi kesal sendiri.

"Jangan menatapku seperti itu", tegur Percy lalu mengambil whiskeynya dan meminumnya sampai habis.

"Jadi, soal dirimu yang tidak pernah bermain dengan wanita lagi lalu berdalih untuk mengejar Nayla hanyalah omong kosong. Kau puasa karena tidak punya uang, begitu?", tanya Shin dengan alis terangkat setengah.

"Yeah. Memberi jajan pada wanita jaman sekarang sangat mahal. Uang jajanku saja tidak sanggup membeli sebuah tas Hermes keluaran terbaru. Miris bukan?", balas Percy masam.

Shin yang sedaritadi menahan seringaiannya kini malah tertawa terbahak-bahak sambil menepuk bahunya dengan gemas. Nayla yang tadinya duduk mendekat kearah Shin, kini bergeser ke posisinya yang berada di tengah seperti semula.

"Kenapa kau pindah? Mulai merasa suka padaku?", tanya Percy sambil menatap Nayla senang.

"Sorry not sorry, aku malah menjadi ilfil padamu. Phobiaku tidak akan kambuh pada pria yang untuk menghidupi dirinya sendiri saja tidak mampu. Jadi, kalian berdua tidak akan berpengaruh apa-apa padaku sekarang", jawab Nayla ketus.

"Bukankah kau akan menyingkir jika tahu aku menyukaimu? Seperti tadi yang kau bergeser untuk mendekat pada Shin hanya agar tidak berdekatan denganku", ujar Percy tersinggung.

Nayla menatapnya dengan tatapan meremehkan. "Itu tadi, sebelum kau yang bilang hanya mengharapkan uang bulanan lima ribu dolar itu. Ya Lord... uang makanku saja sepuluh ribu dolar".

Percy menatap Nayla dengan tatapan tidak percaya. Kini dia tahu kenapa wanita selalu dicap sebagai mata duitan dan tidak bisa diajak susah. Tadinya dia tidak percaya istilah itu tapi sekarang sudah ada bukti nyata di hadapannya. Malahan Nayla mengatakannya dengan wajah tanpa berdosa dan terlihat masih menikmati sisa makanan yang ada di meja.

Selain wanita itu mata duitan, ternyata wanita itu juga rakus. Percy benar-benar harus mengecek ulang selera wanitanya saat ini. Dia kembali menyesal kenapa harus ngotot ikut masuk dalam proyek ini hanya untuk mengejar wanita gila itu.

"Jadi, kau punya uang sepuluh ribu dolar?", kini giliran Shin yang bertanya.

Nayla mengerutkan alisnya sambil menatap Shin dengan tatapan curiga. "Kenapa kau bertanya seperti itu?".

"Berhubung kau yang memiliki uang lebih banyak dibanding kami dan kau juga yang makan lebih banyak dari kami, maka kau yang membayar", jawab Shin mantap.

"Ide yang sangat brilian", ucap Percy dengan seringaian puasnya melihat wajah Nayla yang kaget.

"Tidak! Tidak bisa seperti itu! Lagian apa kalian tidak malu meminta wanita yang membayar? Aku tidak mau! Aku bahkan hanya minum bir dan kalian minum whiskey! Aku yakin total tagihan yang ada diatas meja bisa menghabiskan setengah dari uang jajanku!", seru Nayla dengan mata melotot galak.

"Aku sama sekali tidak malu", balas Shin tanpa basa basi.

"Aku juga", sahut Percy menyetujui. "Dalam hal seperti ini, tidak ada perbedaan pria dan wanita. Bukankah kau sendiri bilang agar kita berteman saja? Sebagai teman, kita harus memulai hubungan ini berlandaskan pengertian".

"Betul sekali. Selain pengertian, kita juga harus saling menghargai. Dengan kata lain, kita tidak usah membawa gender disini" timpal Shin.

"Aku. Tidak. Mau!", ucap Nayla kesal.

"Kalau begitu kau tidak usah pulang ke mansion keluargaku. Aku akan menyuruh pelayan mansion untuk segera mengeluarkan kopermu!", ujar Shin datar.

"Kau... mengusirku? Tidak bisa! Aku akan mengadu pada ayahku kalau kau tidak menjalani amanat dengan benar!", tukas Nayla bersikeras.

"Maaf sekali, nona. Tidak ada yang gratis di dunia ini. Anggap saja kau membayar sewa kamar di mansionku dengan mengeluarkan uang untuk makan malam ini", balas Shin.

"Percy! Kau juga harus membayar", desis Nayla kesal.

"Aku hanya makan caesar salad dan whiskey. Apa yang kumakan tidak ada apa-apanya dibanding dirimu. Begitu juga dengan Shin. Jadi, kau bayar saja. Toh kau kan juga tidak punya tempat tinggal disini", ujar Percy santai lalu meneguk habis whiskeynya.

Nayla mengerang pasrah dan mengumpat kesal sambil menatap Shin dan Percy bergantian. Shin hanya tersenyum geli dan Percy mendengus kesal untuk kesialan yang terjadi dalam hidupnya kali ini.

Di umurnya yang sudah 26 tahun pun tetap diperlakukan seperti anak kecil oleh keluarganya hanya karena dia ingin bersenang-senang. Tabungannya hanya disisakan lima ribu dolar setiap bulannya, mobil dan penthousenya pun ditarik oleh Petra yang mengakibatkan Percy harus kembali tinggal di mansion orangtuanya. Untuk pergi ke klub pun, hanya bisa sebulan sekali dengan menjatahi dirinya membeli 3 slot whiskey atau brandy. Tanpa wanita tentunya, shit!

"Kalau begini ceritanya, aku lebih baik menetap di Chicago saja", gerutu Percy pelan.

"Untungnya kau ada disini, Percy. Kalau tidak, aku sudah gila", balas Shin.

Percy menoleh kearahnya dengan alis berkerut. "Bukankah kau senang kalau aku tidak ada disini?".

"Tidak juga. Aku bersyukur kalau kau ada disini karena aku tidak mau menjadi gila sendirian", sahut Shin sambil terkekeh geli.

"Damn you, Shin", umpat Percy datar.

"Apa kubilang kalau kalian berdua itu bajingan? Kenapa semua malah seolah sengaja membuatku terjebak dalam situasi ini? Rasanya aku ingin menghajar kakak sialanku", gerutu Nayla seorang diri sambil mengacak-acak rambutnya dengan frustrasi.

Percy menatap ngeri kearah wanita itu. Shin juga. Mereka berdua hanya menghela nafas dalam diam dan mencoba untuk tenang karena orang-orang disekitarnya mulai melirik kearah Nayla dengan tatapan bertanya.

Seorang pria datang ke meja mereka dan Percy mendapati sosok lokal yang sedang tersenyum menghampiri Shin dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh Percy.

Pria itu tidak datang sendiri karena di sampingnya ada seorang wanita lokal dengan paras yang cukup cantik. Wanita itu terlihat menatap Shin dengan tatapan penuh minat dan seakan ingin melompat kearah Shin.

Shin membalas obrolan yang dilakukan pria itu dan tersenyum ramah kearah wanita yang sedang dikenalkannya. Hmmm.. Percy sudah paham kalau sih pria adalah teman Shin yang memiliki klub ini dan wanita itu adalah yang ingin dikenalkan pada Shin. Well...

Nayla mengerutkan alisnya mendengar obrolan Shin dengan kedua orang itu seolah dia mengerti apa yang dibicarakan mereka. Dia bahkan tiba-tiba beranjak lalu berdiri di samping Shin sambil bertolak pinggang. Astaga! Mau apalagi dia?

Nayla terlihat melontarkan ucapan dalam bahasa Korea dengan begitu fasih. Apa yang diucapkannya sepertinya tidak membuat Shin senang, termasuk kepada kedua orang itu yang terlihat memberikan tatapan tidak suka.

"Apa yang kalian bicarakan sebenarnya?", tanya Percy yang merasa kesal karena hanya dirinya yang tidak paham apa yang dibicarakan mereka.

Nayla yang lebih dulu menoleh kearah Percy. "Dia berniat memakai wanita ini dan menyuruhku membayar!".

"What?", pekik Percy kaget.

Shin hanya memutar bola matanya dan menatap Nayla dengan tatapan menegur. "Kalau bahasa Koreamu itu pas-pasan, tidak usah sok paham. Barusan aku mengatakan aku tidak jadi memakai wanita itu dan untuk makan malam ini akan dibayar olehmu".

"What?", kini giliran Nayla yang memekik.

Shin beranjak berdiri dan mengucapkan beberapa kata kepada kedua orang itu dalam bahasanya dengan ekspresi menyesal. Dan wanita yang sedaritadi menatap Shin dengan penuh minat malah menempel pada Shin.

"Ckckck... dasar murahan sekali", cetus Nayla ketus.

Percy menoleh kearah Nayla. "Apa yang mereka katakan?".

"Meminta maaf dan semacamnya. Lalu wanita itu menyodorkan diri dan tidak masalah jika tidak dibayar. Aku tidak habis pikir kenapa aku bisa mengenal pria gampangan seperti itu".

"Seriously? Wanita itu tidak mau dibayar? Shin, tanyakan pada temanmu apakah dia punya satu wanita lagi. Kalau ada, aku mau", seru Percy antusias.

Shin menoleh dan mengerutkan alisnya dengan pelototan tajam. Dia melirik kearah Nayla lalu kembali menatap Percy. "Tutup mulutmu, jerk!".

"Ckckckck... ternyata kalian berdua memang gampangan sekali menjadi pria. Apa sih bagusnya wanita murahan itu?", cibir Nayla jijik.

"Karena dia memiliki v*gina", balas Percy langsung yang membuat Nayla langsung terkesiap.

"Hanya karena dia memiliki v*gina, kalian tidak menyayangkan p*nis kalian yang menjijikkan? Apa kalian tidak takut hukum karma? Bagaimana kalau kalian menjadi penyakitan? Ewww", sahut Nayla sambil meringis jijik.

"Kami main aman, sayang. Lagipula kami bisa melihat level wanita seperti apa yang layak untuk kami setubuhi. Jika kami tidak memiliki akal, bisa jadi kami bisa menyetubuhi sesuatu yang berlubang. Seperti mulut panci atau semacamnya", ujar Percy asal lalu terkekeh geli dengan ucapannya sendiri.

"Kalian benar-benar menjijikkan", ucap Nayla sambil menggelengkan kepalanya dan berjalan menuju ke kursinya untuk mengambil pouchnya.

Shin menoleh kearah Nayla yang hendak beranjak lalu buru-buru menghalangi langkah wanita itu.

"Mau kemana kau?", tanya Shin tanpa basa basi.

"Kembali ke mansionmu. Lama-lama aku merasa mual dengan tingkah kalian yang memuakkan", jawab Nayla sinis.

"Okay, ada baiknya kau membayar dulu makan malam ini sebelum kita pulang", balas Shin langsung.

Alis Percy terangkat dan dia mengangguk menyetujui ucapan Shin ketika sudah berada disamping Shin.

Nayla mendengus sambil mengerang kesal dan membuka pouchnya untuk mengeluarkan beberapa lembar uang. Percy menahan tawanya melihat wanita itu terus menggerutu saat membayar tagihan dan Shin mengulum senyum jahilnya.

Saatnya memberikan pembalasan untuk wanita gila itu yang terus mempermainkan mereka berdua. Dan sepertinya Shin pun sepaham dengan Percy. Meski sebenarnya Percy memang tidak pernah membiarkan wanita yang membayar tagihan, akan tetapi kondisi seperti ini membuatnya terpaksa harus menerima uluran tangan dari Nayla karena memang sedang dibatasi oleh ayah dan kakaknya yang brengsek itu.

"Seharusnya aku tidak perlu bilang berapa jumlah uang jajanku", kembali Nayla menggerutu seorang diri sambil menutup pouchnya dengan kasar setelah membayar tagihan.

"Jangan begitu, cantik. Kau harus banyak-banyak beramal. Kepada teman harus berbagi", ujar Percy santai sambil berjalan mengikuti langkah Nayla yang mulai keluar dari klub itu.

"Berbagi, my ass! Kenapa kalian berdua malah mengikutiku? Bukankah kalian butuh wanita berdada silikon tadi? Just go away!", tukas Nayla dengan nada mengusir sambil melirik tajam kearah Percy dan Shin secara bergantian.

"Minatku pada wanita mendadak berubah haluan", ujar Shin kalem. "Tadinya memang butuh wanita untuk melepas hasrat, tapi aku lebih membutuhkan wanita yang bisa membayar tagihan makanan seperti tadi".

"Betul sekali. Aku sangat bersyukur kalau malam ini mendapat wanita sepertimu yang membayar tagihan makan malam meski kau harus merutuk dan menyumpah seperti tadi. Kuharap kau ikhlas dan aku tidak harus sakit perut", sahut Percy sambil terkekeh geli.

"Lagipula, bukankah kita sudah berteman? Kau tidak suka pada kami. Aku pun begitu", ujar Shin sambil merangkul bahu Nayla dengan cuek. "Karena kita sama-sama tidak ada minat, harusnya kau baik-baik saja bukan? Ini adalah rangkulan pertemanan".

Nayla melebarkan matanya kearah Shin dan langsung tersentak untuk menoleh kearah Percy dengan ekspresi yang sama karena Percy merangkul pinggangnya.

Mereka bertiga sudah berada di depan pintu klub dan berdiri berdampingan dengan Nayla yang berada diantara Shin dan Percy. Shin merangkul bahu Nayla dan Percy yang merangkul pinggang Nayla.

"Dan juga aku sudah kehilangan minat padamu karena sifatmu yang jelek, mulutmu yang pedas dan tingkah lakumu yang seperti wanita gila. Kau langsung menurunkan selera wanitaku sehingga aku tidak jadi menyukaimu", ucap Percy santai.

Percy dan Shin terkekeh geli sambil menunduk menatap Nayla yang terdiam tanpa berkata apapun. Wanita itu menoleh kearahnya dengan sorot mata tajamnya lalu berpaling kearah Shin.

BUGG!

Percy dan Shin sama-sama meringis karena baru saja mendapatkan pukulan telak di ulu hati mereka dari siku Nayla. Shit!

Rangkulan bahu Shin dan rangkulan pinggang yang dilakukan Percy terlepas begitu saja karena kedua pria itu sama-sama menangkup tubuh mereka sambil mengumpat kesakitan.

"Aku lupa memberitahu kalian satu hal. Kalian memang tidak berpengaruh apa-apa karena aku tahu kalian tidak menyukaiku tapi sentuhan fisik seperti barusan mengakibatkan emosi yang membludak dariku. Siap-siap saja kalau kedepannya aku akan melakukan hal yang lebih parah dari ini", ucap Nayla dengan nada dingin dan penuh penekanan.

Wanita itu pun berjalan menjauhi mereka menuju kearah mobilnya sementara Percy mulai mengikuti Nayla dengan Shin yang masih meringis ngilu.

"Damn! Aku benar-benar membencinya sekarang", rutuk Shin dengan suara tercekat sambil menangkup tubuh samping kanannya.

"Bagus kalau tadi kau menyuruhnya membayar, Shin. Kedepannya lihat saja, aku akan membalasnya lebih dari apa yang sudah dia perbuat pada kita", balas Percy sambil menarik nafas karena pukulan siku Nayla barusan tidak main-main.

"Deal! Aku akan dengan senang hati membuatnya menyesal", sahut Shin dengan wajah penuh tekad.

Percy menyeringai dalam kesakitannya sambil membuka pintu mobil belakang dimana Nayla sudah duduk di bangku kemudinya dengan wajah kesal dan tidak sabaran.

Shin duduk di sampingnya dan kedua pria itu tetap duduk di kursi belakang sama seperti saat dia datang.

"Mulai malam ini, aku tidak akan mau pergi dengan kalian! Aku sudah mengalami kerugian yang banyak. Dasar pria bajingan! Dasar pria tidak tahu diri! Dasar mesum! Dasar gila! Dasar tidak punya uang! Dasar....."

Umpatan Nayla semakin memanjang dan semakin terdengar mengerikan seiring dengan laju kecepatan yang diambilnya. Wanita itu sudah seperti kesetanan atau bisa jadi memang dia adalah perwujudan iblis yang nyata.

Baik Percy ataupun Shin sama sekali tidak ingin menanggapi dan hanya menganggap itu adalah angin lalu. Biarkan saja wanita gila itu semakin menggila dengan mengebut sambil mengoceh. Karena kedua pria itu sudah memiliki tekad yang sama untuk membalas kegilaan wanita itu dengan rencana yang sudah ada dalam pikirannya masing-masing.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Annyeonghaseyo 😛

Buat para blink yang menjadikan Jennie sebagai biasnya dan Bo-Gum Oppa sebagai favoritnya...

Mianhaeyo 😋
Aku memilih mereka karena ingin mereka muncul dalam lapakku ini 😆
Tidak ada maksud lain.
Sungguh 💋






Dengan ini aku umumkan bahwa aku sudah mendapatkan pilihan untuk Nayla.
😎😎😎

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top